Pilkada Gorontalo Utara
Roni Imran dan Ramdhan Mapaliey Legawa soal Putusan PSU Pilkada Gorontalo Utara, Titip Pesan
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) untuk Pilkada Kabupaten Gorontalo Utara.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
Dalam keterangan, Ridwan terbukti masih berstatus sebagai terpidana.
Oleh karenanya, MK memerintahkan PSU tanpa keikutsertaan Ridwan Yasin.
Kendati begitu, Mukhsin Badar sebagai calon wakil Bupati Gorontalo Utara yang berpasangan dengan Ridwan Yasin, masih diberi kesempatan untuk kembali mengikuti prosesi PSU.
MK lantas memberi kesempatan kepada parpol dan gabungan parpol pengusung, menggantikan posisi Ridwan Yasin.
Juga memberikan kesempatan kepada termohon (KPU Gorontalo Utara) untuk melaksanakan satu kali kampanye atau debat terbuka.
"Terutama mengenalkan kepada publik calon pasangan pengganti," beber Enny.
Jika parpol tidak mampu mengganti calon yang tidak memenuhi syarat, KPU Gorontalo Utara berhak melaksanakan PSU dengan hanya mengikutsertakan dua pasangan calon saja.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka dalil pemohon terhadap pasangan nomor urut tiga (Ridwan Yasin dan Muksin Badar) yang masih berstatus terpidana adalah beralasan hukum," jelas Enny.
Adapun pelaksanaan PSU ditetapkan paling lama 60 hari pasca pembacaan putusan MK pada Senin (24/2).
Baca juga: BREAKING NEWS: MK Putuskan PSU di Gorontalo Utara, Ridwan Yasin Didiskualifikasi
Persoalan nama ijazah Roni Imran ditolak MK
Dalam uraian Hakim MK, Anny Nurbaningsih, untuk nama ijazah Ron K. Imran berbeda dengan nama asli Roni Imran, MK menemukan fakta hukum bahwa nama Ron K. Imran dan Roni Imran adalah ditujukan ke satu orang yang sama.
"Dalam penetapan PN Limboto, pada pokoknya bahwa perbedaan penulisan nama antara Ron K. Imran dalam ijazah dan Roni Imran dalam E-KTP dan kartu keluarga, tidak menimbulkan ketidaksamaan identitas hukum," urai Enny saat membacakan pertimbangan.
Selain itu MK juga mempertimbangkan surat dari instansi terkait yang makin menegaskan bahwa ijazah yang dipersoalkan adalah benar milik Roni Imran.
Perbedaan nama tersebut tidak menjadi kendala bagi Roni saat sebelumnya ia menjabat di berbagai posisi jabatan publik.
"Bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, perbedaan nama tersebut tidak menimbulkan perbedaan identitas hukum," jelas Enny. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.