Sengketa Pilkada di MK
MK Perintahkan PSU Pilwalko Banjarbaru, Temukan Pelanggaran Hak Pilih
Dalam putusannya, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan menghadirkan kolom
Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhamad Arifin, terkait sengketa hasil Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Banjarbaru.
Dalam putusannya, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan menghadirkan kolom kosong.
Keputusan ini tertuang dalam Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dibacakan pada Senin (24/2/2025).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa terjadi ketidakpastian dalam proses pemungutan dan penghitungan suara akibat diskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah.
Meskipun pasangan ini telah didiskualifikasi, gambar mereka tetap muncul di surat suara, sehingga membingungkan pemilih dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Hak Pemilih Dirugikan
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa Pilwalkot Banjarbaru melanggar hak konstitusional pemilih karena tidak menyediakan mekanisme yang adil dan bermakna dalam pemilihan dengan hanya satu pasangan calon.
Seharusnya, pasca-diskualifikasi pasangan nomor urut 2, pemilih diberikan opsi untuk memilih pasangan calon yang tersisa atau memilih kolom kosong sebagai bentuk penolakan.
"Pemilu yang tidak memberikan pilihan bermakna bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hak konstitusional warga negara," ujar Enny di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
MK juga menilai bahwa KPU Kota Banjarbaru lalai dalam menerapkan diskresi yang mengutamakan kepentingan pemilih.
Meskipun telah melakukan sosialisasi, faktanya suara yang diberikan kepada pasangan yang telah didiskualifikasi tetap dianggap tidak sah. Hal ini dinilai bertentangan dengan asas Pemilu yang jujur dan adil.
MK menegaskan bahwa pelaksanaan Pilwalkot Banjarbaru 2024 tidak memenuhi standar demokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.
"Pemilihan yang dilakukan dengan mekanisme demikian tidak bisa dikategorikan sebagai pemilihan yang demokratis," tegas Enny.
Dalam amar putusannya, MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan.
Selain itu, MK memerintahkan KPU Kota Banjarbaru untuk melaksanakan PSU di seluruh TPS dengan tetap menggunakan daftar pemilih tetap yang sama.
PSU harus dilakukan dalam waktu 60 hari sejak putusan dibacakan, dengan surat suara yang mencantumkan dua pilihan: pasangan calon nomor urut 1, Erna Lisa Halaby-Wartono, dan kolom kosong.
MK juga memerintahkan KPU Republik Indonesia untuk mengawasi langsung pelaksanaan PSU ini, bersama dengan Bawaslu dan Kepolisian Negara Republik Indonesia guna menjamin kelancaran dan keamanan jalannya pemungutan suara ulang.
Putusan ini menegaskan bahwa MK tidak akan mentoleransi penyelenggaraan pemilu yang melanggar prinsip demokrasi dan merugikan hak konstitusional pemilih.
Sebelumnya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (9/1/2025), Pemohon mendalilkan Pilwalkot Kota Banjarbaru seharusnya menggunakan mekanisme pasangan calon tunggal, yakni Lisa Halaby-Wartono melawan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah.
Kalaupun tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban KPU Kota Banjarbaru untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara para pemilih tak menjadi suara tidak sah.
Sementara dalam sidang mendengarkan keterangan saksi/ahli pada Jumat (7/2/2025), didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah memang menghadirkan problematika waktu dan biaya bagi KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon.
Problematika pertama adalah terkait pencetakan surat suara dengan menampilkan kolom bergambar pasangan calon nomor urut 1 Lisa Halaby-Wartono dan kolom kosong.
Belum lagi persoalan waktu pendistribusian surat suara dengan kolom kosong yang diyakininya memakan waktu yang tak sebentar.
Termohon dalam jawabannya tersebut juga melampirkan tabel terkait alur pencetakan suara yang menghabiskan waktu 13 hari.
Pengiriman surat suara memakan enam hari. Kemudian, surat suara diterima di gudang logistik KPU Kota Banjarbaru selama 11 hari.
Lalu, penyortiran dan pelipatan logistik memakan waktu dua hari. Terakhir, penyetingan, pengecekan, pengepakan logistik selama dua hari.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.