Human Interest Story

Perjalanan Hidup Rasyid Patamani Lurah Tenilo Gorontalo, Ngaku Pernah Tinggal di WC Rusak

Dalam perbincangan bersama Tribun Gorontalo di Kantor Lurah Tinelo, Jumat (21/2/2025), ia mengenang perjalanan panjang dan penuh tantangan yang telah

|
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Jefri Potabuga, TribunGorontalo.com
HIS--Cerita inspiratif berawal dari menjadi cleaning service hingga kini menjadi Kepala Kelurahan Tenilo, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Dialah Rasyid Patamani 41 tahun yang lahir di Tolinggula, Gorontalo Utara menceritakan kisah perjuangannya saat ditemui Tribun Gorontalo di Kantor Lurah Tinelo, Jumat (21/2/2025). FOTO: TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Rasyid Patamani, pria berusia 41 tahun yang lahir di Tolinggula, Gorontalo Utara, membagikan kisah inspiratif perjuangannya hingga menjadi seorang Lurah.

Dalam perbincangan bersama TribunGorontalo.com di Kantor Lurah Tinelo, Jumat (21/2/2025), ia mengenang perjalanan panjang dan penuh tantangan yang telah dilaluinya.

Rasyid adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara dan satu-satunya yang berhasil menempuh pendidikan lebih tinggi.

"Dari tujuh bersaudara itu hanya saya yang bisa lanjut pendidikan," ungkapnya.

Lahir dari keluarga sederhana, Rasyid menunjukkan tekad kuat untuk menggapai pendidikan.

Ia memulai pendidikannya di SDN Inpres Tolinggula Tengah pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke MTS Muhammadiyah Tolinggula hingga lulus pada tahun 2000.

Untuk menempuh jenjang pendidikan menengah, ia merantau ke Kabupaten Gorontalo dan bersekolah di Madrasah Aliyah Limboto.

Tinggal di WC Rusak Demi Pendidikan

Keputusan untuk merantau membawa Rasyid ke realitas hidup yang keras. Tidak memiliki kerabat di Limboto, ia terpaksa tinggal di sebuah WC sekolah yang sudah tidak terpakai.

"Saya ambil papan bekas lalu saya tutup kloset, lalu saya masukkan meja di dalam, jadi hanya cukup untuk ukuran badan," kenangnya.

Tak hanya tempat tinggal yang menjadi tantangan, makanan pun kerap sulit didapatkan.

Rasyid dan beberapa teman seperjuangannya sering bergantung pada bantuan teman yang tinggal di Limboto. 

Bahkan, ia pernah memakan makanan yang awalnya disiapkan untuk ayam.

"Waktu itu saya sudah sangat lapar, ada makanan ayam yaitu beras mili, saya cuci lalu buat bubur dan ambil kangkung di got," ujarnya.

Untuk bertahan hidup, Rasyid bekerja serabutan selama tiga tahun masa sekolahnya di Limboto.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved