Korupsi Kanal Tanggidaa Gorontalo

Pengerjaan Proyek Kanal Tanggidaa Gorontalo Tembus 31 Bulan, Awalnya Direncakan Selesai 7 Bulan

Proyek yang dimulai kembali pada 18 Mei 2022 ini awalnya dijadwalkan rampung pada 8 Desember 2022. Kanal Tanggidaa dirancang sepanjang 1,7 kilometer

|
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com/Husnul
Emak-emak turun ke jalan, menuntut pemerintah Kota Gorontalo segera menyelesaikan proyek Kanal Tanggidaa. 

TRIBUNGORONTALO.COM, GorontaloProyek pembangunan Kanal Tanggidaa di Kota Gorontalo yang awalnya direncanakan selesai dalam tujuh bulan kini memasuki bulan ke-31 per Desember 2024.

Proyek yang dimulai kembali pada 18 Mei 2022 ini awalnya dijadwalkan rampung pada 8 Desember 2022.

Kanal Tanggidaa dirancang sepanjang 1,7 kilometer untuk mengurangi risiko banjir di tiga kelurahan di Kota Gorontalo

Proyek ini merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 dengan nilai pagu sebesar Rp33 miliar.

Proses tender proyek selesai pada awal tahun 2022 dengan kontraktor utama PT. Multi Global Konstrindo.

Namun, pengerjaan proyek ini terus tersendat hingga akhirnya mencuat kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pihak.

Pada Kamis 5 Desember 2024, Kejaksaan Tinggi Gorontalo menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Kanal Tanggidaa:

Romen S Lantu – Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Provinsi Gorontalo, yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Kris Wahyudin Thayib – Direktur PT. Multi Global Konstrindo, kontraktor proyek.

Rokhmat Nurkholis – Direktur sekaligus Team Leader CV. Canal Utama Engineering, konsultan pengawas proyek.

Penyidik menemukan bahwa laporan progres fisik pekerjaan yang diajukan tersangka tidak sesuai kondisi di lapangan.

Laporan manipulatif tersebut tetap disetujui oleh tersangka Romen S Lantu, meskipun pekerjaan belum memenuhi syarat.

Tindakan ini memungkinkan pencairan anggaran proyek, meskipun realisasinya tidak sesuai.

Selain itu, sebagian dana proyek sebesar Rp1,739 miliar diduga digunakan untuk membayar "fee" kepada pejabat tertentu dan pihak-pihak yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan proyek.

Akibat manipulasi ini, ditemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp4,595 miliar berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved