Longsor Tambang Emas Suwawa
Penambang Suwawa Gorontalo Salah Perkiraan soal Longsor, Suara Gemuruh Disangka Banjir
Bencana longsor melanda tambang emas ilegal di Suwawa, Provinsi Gorontalo mengakibatkan Titik Bor (Tibor) 3 hancur lebur.
Penulis: Husnul Puhi | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Bencana longsor melanda tambang emas ilegal di Suwawa, Provinsi Gorontalo mengakibatkan Titik Bor (Tibor) 3 hancur lebur.
Longsor terjadi pada Minggu (7/7/2024) dini hari itu meninggalkan puing-puing bekas kamp para penambang.
Ratusan orang jadi korban keganasan gunung di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
Kejadian longsor ini dinilai sebagai peristiwa paling parah di pertambangan Suwawa sejak tahun 1994.
Leon Nasir, sosok penambang, menceritakan detik-detik kejadian sebelum longsor menerpa puluhan pemukiman di titik bor 3 itu.
Cerita Leon ini berdasarkan cerita yang didengarnya dari berbagai keluarga korban.
"Pada Sabtu (6/7/2024) malam hari, memang kondisi di sini sedang hujan lebat. Suara gemuruh dari gunung sering terdengar," ungkap Leon saat ditemui TribunGorontalo di titik bor 1 tambang Suwawa pada Rabu (10/7/2024) malam.
Menurut pengakuan Leon, lokasi pertambangan itu memang sering terdengar suara gemuruh dari gunung terutama saat hujan lebat.
Suara gemuruh itu dinilai oleh masyarakat penambang sebagai tanda akan datangnya banjir. Karena itu, para penambang tak berpindah tempat dari kamp mereka.
Artinya, para penambang salah memperkirakan soal kejadian longsor.
"Mungkin mereka para korban ini terkecoh, dan tak tahu akan terjadi longsor. Karena di sini tiap kali gemuruh dari gunung dan hujan lebat pasti akan banjir. Ini sesuai dengan pengalaman saya selama 30 tahun menambang di sini," ulas Leon.
Pantauan TribunGorontalo.com, seluruh area titik bor 3 tambang emas kini rata tanah.
Sepeda motor, pakaian, hingga alat-alat tambang hancur tak bersisa.
Permukiman warga turut dilibas material longsor berupa bebatuan besar, pepohonan, hingga lumpur.
Hingga Rabu (10/7/2024) malam, suara gemuruh longsor itu masih terdengar, dibarengi bebatuan kecil sering berjatuhan dari atas gunung.
Baca juga: Wasiat Syarif Usman Sosok Korban Longsor Tambang Emas Suwawa Gorontalo Jemput Jenazah Saya
Diketahui, longsor terjadi di area tambang emas ilegal pada Sabtu (6/7/2024) malam hingga Minggu (7/7/2024) subuh.
Lokasi kejadian berada di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango. Berjarak sekitar 50 kilometer dari ibu kota Provinsi Gorontalo.
Kepala Desa Tulabolo Kambang Maki mengatakan, longsor diawali banjir akibat hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur desa tersebut.
Hingga Jumat 12 Juli 2024, jumlah korban meninggal tercatat 25 orang. Sebanyak 93 orang selamat dan 29 orang dalam pencarian.
Sebagian korban dievakuasi menggunakan helikopter milik Polri.
Evakuasi korban melibatkan tim dari Basarnas bersama puluhan polisi dan prajurit TNI serta relawan.
Proses evakuasi terkendala karena sulitnya akses kendaraan bermotor mencapai lokasi longsor.
Apalagi akibat longsor itu, jembatan penghubung antara lokasi tambang dan pemukiman penduduk pun ambruk.
Tim SAR Gabungan Hentikan Pencarian Korban Longsor
Tim SAR gabungan akan menghentikan pencarian korban longsor tambang emas ilegal di Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo pada Sabtu (13/7/2024).
Longsor terjadi di tambang emas ilegal di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango pada Minggu (7/7/2024) dini hari Wita.
Data dihimpun TribunGorontalo.com, pada Jumat (12/7/2024), korban meninggal sudah mencapai 27 orang sedangkan korban hilang mencapai 31 orang.
Keputusan penghentian pencarian tersebut diputuskan oleh pemerintah Kabupaten Bone Bolango, Pemprov Gorontalo, Polda Gorontalo, Korem 133/NW, Basarnas, dan sejumlah forkopimda dan organisasi perangkat daerah (OPD).
"Dihentikan setelah tujuh hari tanggap darurat operasi pencarian, sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) Basarnas," ujar Rudi Salahudin, Pj Gubernur Gorontalo
Hal itu kata Rudi, dengan mempertimbangkan sejumlah indikator dalam proses pencarian.
"Tujuh hari ini sudah tidak efektif lagi, dan juga tidak ada lagi tanda-tanda yang masih hidup," ungkapnya.
Tindak lanjut setelah penutupan pencarian, menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten Bone Bolango.
(TribunGorontalo.com/Husnul/Herjianto)
Ikuti Saluran WhatsApp TribunGorontalo untuk informasi dan berita menarik lainnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.