Singapore Airlines Alami Turbulensi

Sosok Penumpang Singapore Airlines yang Tewas Akibat Turbulensi Ekstrem, Ingin Liburan ke Indonesia

Warga Kota Thornbury, Inggris itu merupakan salah satu dari 211 penumpang dalam penerbangan Singapore Airlines ketika turbulensi ekstrem terjadi.

Editor: Fadri Kidjab
Sky News
Seorang penumpang meninggal dunia setelah pesawat ditumpanginya, Singapura Airlines mengalami turbulensi ekstrem. 

Teandra Tukhunen, warga negara Australia, yang lengan kirinya dibebat dengan gendongan di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin di Bangkok, mengatakan ia sedang tertidur saat terjadi turbulensi parah.

"Saya kemudian terbangun karena terlempar ke atap dan kemudian ke lantai," jelasnya.

Penumpang lainnya, Tukhunen (30) mengatakan, ketika tanda sabuk pengaman menyala, dirinya seketika langsung berusaha memakai sabuk pengaman. Tapi, turbulensi terjadi begitu cepat setelahnya.

"Kejadiannya sangat cepat, hanya dalam beberapa detik dan kemudian semua terkejut. Semua orang sangat ketakutan," jelasnya.

Kronologi kejadian

Pihak maskapai menjelaskan pesawat Boeing 777-300ER mengalami turbulensi saat melakukan perjalanan dari London pukul 22.38 malam menuju Singapura.

Namun tepat pukul 08.00 GMT, pesawat tiba-tiba turun tajam dari meluncur tajam dari ketinggian 37.000 kaki ke 31.000 kaki dalam rentang waktu sekitar tiga menit.

“Pesawat lepas landas pada pukul 22.38 waktu Inggris. Pesawat itu melaju pada ketinggian 37.000 kaki sebelum turun 6.000 kaki (1.830 m) dalam waktu sekitar tiga menit, menurut data pelacakan penerbangan,” kata FlightRadar24.

Setelah bertahan selama 10 menit di ketinggian 31.000 kaki pesawat Boeing 777-300ER akhirnya melakukan pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand pukul 15.45 waktu setempat.

Hingga kini belum diketahui secara pasti apa penyebab dari turbulensi ini, namun Konsultan senior penerbangan di perusahaan riset pasar Frost and Sullivan, Shantanu Ganga Khedkar, mengatakan bahwa turbulensi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari badai, awan, hingga aliran jet.

"CAT terjadi ketika langit benar-benar cerah. Kita tidak bisa melihatnya dan itu terjadi tiba-tiba. Saat ini kami tidak memiliki teknologi untuk memprediksi (atau mendeteksi) CAT, apalagi pada ketinggian 36.000 kaki," kata Gangakhedkar, dikutip dari CNA.

Satu Penumpang Tewas
Meski turbulensi hanya terjadi selama beberapa menit, namun hal ini menyebabkan pesawat bergerak turun drastis hingga seorang pria Inggris berusia 73 tahun tewas.

Seorang penumpang Singapore Airlines yang mengalami turbulensi ekstrim menceritakan pengalaman horor saat berada di pesawat tersebut.

"Tiba-tiba pesawat mulai miring dan terjadi guncangan yang membuat saya bersiap menghadapi apa yang terjadi, tiba-tiba pesawat merosot tajam. Kemudian yang tak pakai sabuk pengaman terlempar ke langit-langit," kata penumpang bernama Dzafran Amir seperti dikutip dari Reuters, pada Selasa (21/5).

"Beberapa orang kepalanya terbentur kabin di atas dan itu penyok, mereka menabrak tempat lampu dan masker berada dan langsung mengenainya," sambung dia.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved