Haji 2024

Dubes Indonesia di Arab Peringati 100 Ribu Jemaah Umroh Tak Nekat Berhaji tanpa Visa

Apalagi, lanjutnya, Arab Saudi juga sudah menegaskan bahwa pihaknya akan menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang lebih komprehensif pada haji 2024

Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
AFP
Jemaah Haji berkumpul di depan Kabah di Masjidil Haram di kota suci Mekah Arab Saudi pada 1 Juli 2022. Musim haji 2022 menjadi sangat istimewa. Ini karena pelaksanaan wukuf, yang menjadi inti ibadah haji (pembeda haji dan umroh), yakni 9 Dzulhijjah, tahun ini jatuh tepat pada hari Jumat. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Sebanyak 100 ribu jemaah umrah asal Indonesia belum kembali ke tanah air.

Hal itu dibenarkan oleh Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Arab Saudi Dr. Abdul Aziz Ahmad.

Menurut Aziz, bahwa data 100 ribu jemaah umroh ini ia dapatkan dari Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.

Aziz menduga, para jemaah ini berencana naik haji tanpa visa resmi Pemerintah Arab Saudi.

Baca juga: Pemkot Gorontalo Sebut Bimtek Persediaan Barang Tingkatkan Transparansi Pengelolaan Aset Daerah

Masalahnya kata dia, berhaji menggunakan jalur ini adalah ilegal. Ia pun mengingatkan para jemaah untuk tak nekat. 

Namun jika nekat menempuh jalur tersebut, kata Aziz, para jemaah harus bisa menanggung risiko masing-masing. 

"Kalau mereka (jemaah) nekat dan di luar kemampuan kami untuk mengatasi, maka harus menanggung risiko sendiri," ujar Aziz, Minggu (12/5/2024), di Kantor Urusan Haji Indonesia di Madinah, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/5).

Sebelumnya, Aziz mengingatkan para jamaah bahwa berhaji tanpa visa resmi tidak diperbolehkan.

"Kalau memang datang ke sini dalam kapasitas sebagai tamu Allah, sebaiknya yang bagaimana lazimnya," ucap Azis lagi.

Tak Bisa Wukuf di Arafah

Risiko yang ditanggung para jemaah yang nekat berhaji tanpa visa resmi adalah, tak bisa wukuf di Arafah. 

Ibadah di puncak pelaksanaan haji itu biasanya diperketat oleh pemerintah Arab Saudi, sehingga jangan berharap bisa melakukannya. 

Konsul Jenderal Republik Indonesia Yusron B. Ambary menambahkan, ada proses penahanan yang harus dijalani sebelum jemaah calon haji non-kuota yang tertangkap dideportasi. 

Prosesnya bisa cepat atau lambat, tergantung penanganan pertama.

Baca juga: Terjerat Utang, Nasib Pria Aceh Berakhir Mengerikan: Telinga Dipotong

Di masa-masa haji, prosesnya membutuhkan waktu agak panjang sehingga biasanya proses deportasi dilakukan saat musim haji selesai.

"Belum tentu proses itu bisa ditangani secara cepat. Saya tidak bisa melihat itu karena setiap orang, setiap jemaah berbeda-beda, biasanya berbeda-beda kasusnya," sambung Yusron.

Dia mengimbau masyarakat terbiasa mematuhi aturan sehingga mereka yang datang tanpa visa haji sebaiknya pulang.

 Sebelumnya, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menegaskan bahwa hanya visa haji yang bisa digunakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M.

Masyarakat diimbau untuk tidak sampai tergiur dan tertipu oleh tawaran berhaji dengan visa ummal (pekerja), ziarah (turis), atau lainnya. Bahkan ada yang menawarkan dengan sebutan visa petugas haji.

Penegasan ini disampaikan Hilman Latief menyusul banyaknya info yang menawarkan haji tanpa antre dengan berbagai jenis visa di media sosial seperti Facebook, Instagram, hingga pesan berantai di berbagai grup WhatsApp.

“Setelah berdialog dengan Kementerian Haji dan dan Umrah dan berbagai pihak, kami menegaskan lagi bahwa untuk keberangkatan haji harus menggunakan visa haji,” tegas Hilman di Jeddah, Minggu (21/4).

“Saudi sudah menyampaikan kepada kami terkait potensi penyalahgunaan penggunaan visa non haji pada haji 2024, itu betul-betul akan dilaksanakan secara ketat dan akan ada pemeriksaan yang intensif dari otoritas Saudi,” sambungnya.

Visa haji diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).

Pasal 18 UU PIHU mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia, dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

 Visa kuota haji Indonesia terbagi dua, haji reguler yang diselenggarakan pemerintah dan haji khusus yang diselenggarakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Untuk warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, UU PIHU mengatur bahwa keberangkatannya wajib melalui PIHK.

Sementara PIHK yang memberangkatkan warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada menteri agama.

Hilman mengakui bahwa antrean saat ini memang sangat panjang seiring tingginya antusiasme masyarakat Indonesia untuk beribadah haji.

Namun, masyarakat juga harus lebih cermat terhadap setiap informasi yang menawarkan berangkat haji tanpa antrean.

"Sudah banyak yang tertipu dengan iming-iming bisa berangkat haji tanpa antre atau haji langsung berangkat. Penawaran semacam ini makin masif diiklankan di media sosial," ucap Hilman.

Apalagi, lanjutnya, Arab Saudi juga sudah menegaskan bahwa pihaknya akan menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang lebih komprehensif pada haji 2024, baik dari segi kesehatan, visa, dokumen, dan lainnya.

“Akan ada banyak pemeriksaan di berbagai tempat. Diimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran keberangkatan haji tanpa antre yang menawarkan visa selain visa haji,” pesan Hilman.

"Kementerian Haji dan Umrah Saudi mengajak Kemenag bekerja sama lebih erat, detail dan komprehensif untuk menjaga jangan sampai ada korban jemaah yang dirugikan," tambahnya. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved