PLN

PLN: Perang Melawan Perubahan Iklim Membutuhkan Kolaborasi Global yang Kuat

Diskusi panel itu bertajuk “Innovation for Climate Resillience: Highlinghting Innovative Projects, Technologies, and Strategies Aimed at Addressing Cl

|
Penulis: Content Writer | Editor: Wawan Akuba
PLN
Diskusi panel membahas tentang perubahan iklim. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- “Perang melawan perubahan iklim membutuhkan kolaborasi global yang kuat," kata Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, dalam diskusi panel 17 November 2023 lalu. 

Diskusi panel itu bertajuk “Innovation for Climate Resillience: Highlinghting Innovative Projects, Technologies, and Strategies Aimed at Addressing Climate Change adn Building Resillience” di Yogyakarta.

Darmawan menegaskan, setiap ton emisi CO2 yang timbul antara satu tempat dengan tempat lainnya akan menimbulkan dampak kerusakan yang sama.

Karena itu, untuk melawan perubahan iklim tidak bisa hanya satu negara atau institusi saja melainkan seluruh pihak.

“Jadi harus diatasi dan ditangani oleh komunitas global, tidak hanya masyarakat Indonesia saja atau PLN, kita tidak akan mampu menanggung beban ini sendirian. Satu-satunya cara untuk maju adalah dengan berkolaborasi,” kata Darmawan.

Darmawan menambahkan, semangat untuk memerangi perubahan iklim juga perlu didasarkan rasa kepedulian untuk generasi mendatang. Dirinya berharap semangat perubahan iklim bukan hanya berdasarkan perjanjian semata.

“Ada banyak perjanjian lingkungan hidup internasional mulai dari Protokol Kyoto, Perjanjian Paris, tapi kami melakukan ini bukan hanya karena perjanjian internasional. Kami melakukan ini karena kami benar-benar peduli. Kita perlu memastikan bahwa masa depan generasi mendatang harus lebih baik dari masa depan kita,” lanjut Darmawan.

Untuk mendukung komitmen tersebut, lanjut Darmawan, sejak tiga tahun lalu, PLN telah menghapus rencana pembangunan proyek PLTU batubara sebesar 13 Gigawatt (GW). Langkah ini berhasil menghindarkan Indonesia dari 1,8 miliar ton emisi CO2 dalam kurun 25 tahun.

Lalu, PLN secara heroik juga telah merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) paling hijau atau green RUPTL dalam sejarah Indonesia guna mencapai target Net Zero Emissions pada 2060.

“Kami sedang dalam proses merancang ulang perencanaan listrik nasional, 75 persen dari tambahan kapasitas pembangkitan berasal dari energi terbarukan, tidak ada lagi batubara dalam desain dan pengembangan, sisanya 25?rasal dari gas alam yang sebetulnya pengurangan emisinya sudah sampai 60 persen ,” kata Darmawan.

Lebih lanjut, PLN juga menyiapkan strategi andal yang disebut Acceleration Renewable Energy Development (ARED) guna mempercepat transisi energi. Hal ini untuk mengatasi sejumlah tantangan seperti ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik berbasis EBT dengan episentrum kebutuhan listrik.

“Kami menghadapi beberapa tantangan. Ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik tenaga air skala besar dengan episentrum permintaan. Jadi, kami merancang dan mengembangkan apa yang kami sebut Accelerated Renewable Energy Development,” tutur Darmawan.

Melalui ARED kata Darmawan, potensi intermitensi dari EBT mampu diputus. Bahkan potensi EBT yang ada mampu dimaksimalkan. Dia mencontohkan bauran dari energi angin dan surya tanpa ARED hanya mampu diakses sebesar 5 GW saja, dengan ARED ini mampu ditingkatkan menjadi 28 GW.

Sebab, penambahan pembangkit EBT berbasis surya dan angin yang bersifat intermiten menyebabkan fluktuasi dan berpotensi memberikan tekanan cukup besar pada sistem kelistrikan.

“Karena itu, kami membangun ARED yang dibekali Smart Grid secara end-to-end dan pembangkitan yang fleksibel. Dengan hadirnya Smart Grid dan Flexible Generation, penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya meningkat hampir enam kali lipat dari 5 GW menjadi 28 GW pada tahun 2040,” ujar Darmawan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved