Cerita Penjaga Makam Aulia Male Ta Ilayabe Gorontalo, Dulunya Preman Tapi Insaf Karena Ceramah

Saban hari, tugasnya membersihkan Makam Aulia Male ‘Ta Ilayabe’ Gorontalo yang letaknya di punggung bukit Kelurahan Leato

|
TribunGorontalo.com/FajriKidjab
Ismail Danial, sang penjaga Makam Aulia Male Ta Ilayabe 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Peziarah atau wisatawan yang pernah mengunjungi Makam Aulia Male Ta Ilayabe Gorontalo mungkin mengenal Ismail Danial.

Ia adalah juru kunci sekaligus penjaga Makam Aulia Male Ta Ilayabe Gorontalo tersebut. 

Saban hari, tugasnya membersihkan Makam Aulia Male Ta Ilayabe Gorontalo di punggung bukit Kelurahan Leato, Dumbo Raya, Kota Gorontalo.

Namun, barangkali tidak ada yang tahu bahwa Ismail Danial dahulunya adalah preman. 

Saat ditemui TribunGorontalo.com siang tadi, Kamis (2/3/2023) menceritakan masa kelamnya dahulu.

Pria berusia 42 tahun ini lahir sekira tahun 1980-an. Saat ia berusia 12 tahun, terjerumus ke ‘lembah hitam’. 

Karena itu, ia putus sekolah dan hanya pada 4 Sekolah Dasar (SD). 

Ia mengaku perokok berat, kecanduan minuman keras, sampai gemar berjudi.

Bahkan pada usia 16 tahun, dia menjadi kepala preman cukup disegani di daerahnya, Leato

Saking terkenalnya, setiap ada permasalahan selalu ada orang membawa namanya.

Sampai suatu ketika, sewaktu Ismail duduk di rumahnya, Ia merasa terpanggil menuju ke makam Aulia Ta Ilayabe.

Aulia Ta Ilayabe atau Sultan Male adalah utusan (hulubalang) kerajaan Gorontalo

Ia bertugas dalam penyerahan upeti kerajaan Gorontalo ke kerajaan Ternate. 

"Kayak macam ada magnet menarik saya untuk ke atas (makam) itu," kenang Ismail.

Ia pun memutuskan pergi ke atas gunung itu. Ismail melihat banyak kotoran hewan berserakan di sekitar makam. 

Tanpa pamrih, ia langsung mengambil air dan membersihkan kotoran di sekitar makam. 

"Tiba-tiba sorenya ada orang datang ziarah ke makam," ujarnya.

Sejak saat itu, Ismail mulai bertekad terus merawat kebersihan makam setiap harinya.

Beberapa tahun kemudian, ada suatu momen manakala Ismail membantu sepupunya, Jon mencari kambing.

Ismail mendengar risalah menjelang salat magrib. Ia pun termenung.

"Saya suka tanya sama Jon, tapi dalam hati masih malu," ungkap Ismail.

Namun, ia merasa tidak bisa menahan gejolak hatinya. Seketika Ismail berkata pada sepupunya itu, "Jon, saya ingin salat".

Jon sontak kaget dan tidak percaya perkataan Ismail. Baginya itu cuma gurauan saja.

Dikatakan Ismail, Jon memang taat beragama. Ia adalah anak pesantren dan paham tentang Islam.

Atas alasan itulah, Ismail meminta Jon mengajarkannya cara berwudhu. Lalu Jon menyarankan Ismail belajar salat sendiri

"Kalau ngana suka mo solat, pigi beli buku tuntutan solat," kata Ismail menirukan ucapan Jon.

Keesokan harinya, Ismail pergi membeli buku tersebut di pusat perbelanjaan Kota Gorontalo.

Ismail mengenang salat pertama kali menghadap ke arah Timur. Padahal, dalam ajaran islam salat itu wajib menghadap ke arah Barat.

Ia berdalih, pintu kamarnya tidak memiliki kunci, sehingga Ia takut anak buahnya datang tiba-tiba.

"Saya tahan dengan belakang ini pintu, karena anak buah saya ini banyak," tuturnya.

Walaupun sudah hijrah, Ismail masih enggan menunjukan kealimannya itu. 

Ketika teman-temannya mengajak minum (alkohol), Ismail memperlihatkan obat. 

"Obat itu saya sengaja siapkan, supaya mereka percaya. Kan kalau sementara pengobatan tidak boleh minum miras," lanjut Ismail.

Sampai akhirnya, Ismail memutuskan hijrah secara terang-terangan. Ia tak lupa menemui teman-teman sepergaulannya.

Ismail menyampaikan keinginannya mempertahankan akidah islam dan berhenti total dari kemaksiatan.

Pada suatu malam, Ismail mengaku bermimpi bertemu sosok dalam dugaannya itu Syekh Abdul Qodir Jaelani.

Abdul Qodir Jaelani merupakan ulama terkenal dalam sejarah penyebaran ajaran agama islam. Ia ulama fiqih dan sangat dihormati Sunni.

Ismail mengingat dalam mimpinya itu, Ia berdialog dengan sang ulama. Ia mulai diperlihatkan pemandangan tak biasa. 

"Waktu itu malam Jumat, saya baru selesai solat Isya. Saya berzikir, tiba-tiba ketiduran. Saya mimpi ketemu Syekh Abdul Qodir Jaelani ini," ucapnya.

Dalam mimpinya, ulama tersebut berkata bahwa kelak Ismail akan menjadi pemimpin.

Sejak saat itu, Ismail cepat menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. Padahal dirinya tak pernah belajar mengaji.

Ismail lalu menikah di tahun 2005. Setahun kemudian, lahirlah anak pertamanya.

Akan tetapi, cobaan berat mulai menghampirinya. Belum genap dua tahun menimang anak pertama, putrinya itu meninggal dunia tepat seminggu sebelum Ismail menjadi khotib Idul Fitri.

Tak sampai di situ saja, anak keduanya pun wafat setelah setahun terlahir ke dunia.

Ismail mengakui masa itu merupakan tahun berkabung baginya. Betapa tidak, dua anak kandungnya harus pergi begitu cepat.

Kini Ismail sudah memiliki anak ketiga. Putranya telah tumbuh menjadi sosok berbakat dan pandai menghafal Al-Qur'an.

Ia pun berniat memasukan anaknya ke pondok pesantren agar tidak terjerumus ke hal-hal negatif.

"Saya tidak mau anak-anak mengikuti jejak saya," akunya.

Seiring waktu, Ismail tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa dia akan diberangkatkan umroh oleh seseorang. 

Kabar tersebut lantas membuatnya bercucuran air mata.

Ismail sempat tidak percaya bahwa Ia akan pergi ke tanah suci. Pasalnya, Ia tidak punya uang. Bahkan untuk biaya makan pun susah.

Ia sehari-hari hanya buruh pelabuhan. 

Upahnya pun terbilang pas-pasan. Tetapi, kepandaiannya membangun Rema Muda masjid membuatnya dihormati berbagai kalangan.

Masjid Babussa'adah menjadi saksi bisu dari tangan dingin Ismail sebagai Ketua Ta'mirul (pengurus) Masjid.

Berkat bantuan masyarakat setempat, rumah ibadah itu telah diubah jadi masjid mewah. Walaupun tak begitu luas, masjid ini memiliki dua lantai.

Ismail memimpin Rema Muda untuk berpartisipasi dalam mengumpulkan dana pembangunan masjid. 

Jalan R Atje Slamet dijadikan tempat mendulang sumbangan dari para pengendara. Alhasil, Rp 1 Miliar lebih berhasil dikumpulkan.

Ismail juga mengajak rekan-rekan buruhnya di Organisasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) untuk memperoleh dana tambahan. Akhirnya, total dana pembangunan masjid menjadi Rp 2 Miliar.

Dana itu semuanya dianggarkan demi kebutuhan pendirian masjid dan program-program didalamnya. 

Masjid Babussa'adah kini berdiri megah di tepian jalan kawasan Pelabuhan Leato

Sejak 2020, rumah Allah ini tak pernah putus kegiatan salat berjamaah meskipun wabah covid-19 masih merajalela di tanah Gorontalo. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved