Sandiaga Uno

366 Hari Menuju Pemilu - Pilpres 2024: Jawaban Lengkap Sandiaga soal Utang Rp 50 M Anies Baswedan

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreastif Sandiaga Uno tak ingin memperpanjang diskursus mengenai (utang Ro 50 miliar dan janji politik Anies Baswedan).

Editor: Lodie Tombeg
Tangkapan layar Kompas.TV
Sandiaga Uno. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreastif Sandiaga Uno tak ingin memperpanjang diskursus mengenai (utang Ro 50 miliar dan janji politik Anies Baswedan). 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreastif Sandiaga Uno tidak ingin memperpanjang diskursus mengenai (utang Ro 50 miliar dan janji politik Anies Baswedan).

Kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, diskursus tersebut berpotensi memecah belah.

Sandiaga dan Anies masuk pusaran sorotan publik menjelang Pemilu - Pilpres 2024. Keduanya pernah berpasangan pada Pilkada DKI Jakarta. Kini Anies menjadi capres Partai Nasdem, Sandiaga juga masuk bursa capres - cawapres.

"Kontestasi demokrasi (Pemilu - Pilpres 2024) harus kita sambut penuh suka cita. Pertemanan harus dijaga, persahabatan harus terus kita utamakan," ujar dia dikutip dari Kompas.TV, Senin 13 Februari 2023.

Sandiaga mengatakan, harapannya menyebut kontestasi demokrasi penuh dengan diskursus tentang gagasan.

Nama Anies dan Sandiaga belakangan tengah menjadi buah bibir.

Hal ini terjadi setelah terungkap adanya utang piutang antara Anies dan Sandi, tepatnya ketika menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017.

Utang piutang ini diungkap oleh mantan tim sukses Anies dan Sandi di Pilgub DKI Jakarta, Erwin Aksa.

Mulanya, wakil ketua umum Partai Golkar itu mengungkapkan, ada perjanjian antara Anies dan Sandi menjelang Pilgub DKI Jakarta.

Menurut Erwin, perjanjian antara dua orang yang akhirnya terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur itu berkaitan dengan utang piutang.

"Saya cuma melihat, saya enggak tahu (isinya apa), itu saya lihat ada perjanjian utang piutang," kata Erwin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/2/2023).

Dalam wawancara di kanal YouTube "Akbar Faizal Uncensored", Erwin menyebutkan bahwa Sandi memberikan utang kepada Anies untuk memenuhi kebutuhan logistik pada Pilgub DKI Jakarta 2017.

"Kira-kira begitu, karena yang mempunyai likuiditas Pak Sandi, kemudian memberikan pinjaman kepada Pak Anies, karena waktu itu kan putaran pertama kan namanya juga lagi tertatih-tatih juga kan waktu itu," katanya.

"Nilainya berapa ya, Rp 50 miliar barangkali," ujar Erwin. Ia mengaku ikut menyusun perjanjian tersebut bersama kuasa hukum Sandi, yakni Rikrik Rizkiyana.

"Saya kebetulan ikut drafting lah perjanjian itu, ikut melihat, ikut, ya saya lihat tanda tangannya ada di situ. Yang buat juga itu lawyer, lawyer-nya Pak Sandi namanya Pak Rikrik," kata Erwin.

Selain soal utang piutang, Erwin menyebut perjanjian yang diteken Anies dan Sandi juga terkait pembagian tugas dan kerja sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Erwin mengatakan, perjanjian soal pembagian tugas itu diusulkan oleh Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).

Menurutnya, JK mengusulkan ada perjanjian tersebut karena JK juga membuat perjanjian serupa saat berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada masa pemerintahan periode 2004-2009.

"Jadi waktu itu Pak SBY kerja apa, Pak JK kerja apa, sama, Pak JK juga mengatakan, 'bikin saja perjanjian sama seperti waktu saya dengan Pak SBY 2004 presidennya Pak SBY, Pak JK wapres', Pak JK sendiri yang menasihati," kata Erwin.

Dikembalikan jika kalah Perwakilan tim kecil Anies, Hendri Satrio menyebut Anies akan mengembalikan utang kepada Sandi apabila kalah dalam Pilgub DKI Jakarta. Sebaliknya, jika menang, utang tersebut dianggap selesai.

"Di perjanjian itu tertulis, kalau kalah, Anies harus mengembalikan semuanya, semua biaya pada saat pilgub, tetapi bila menang, selesai. Jadi pokoknya beres deh, enggak usah dibalikin," ujar pria yang biasa disapa Hensat kepada wartawan di kawasan Cikini pada Selasa (7/2/2023).

Ia menegaskan bahwa perjanjian itu bukan bersifat sudah "lunas", tetapi "selesai".

Sebab, Anies tak usah membayar apa-apa kepada Sandi lantaran berhasil menundukkan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat dalam kontestasi.

Ia pun menyebut bentuk perjanjian Anies-Sandi itu sebagai "budaya baru" dalam pilkada.

"Biasanya kalau menang gue balikin, kalau kalah rugi bareng. Ini Anies enggak, kalau kalah gue ganti duit lo, kalau menang kita selesai," ujar dia.

Ia menuding bahwa mengemukanya isu ini untuk mencoreng reputasi Anies yang saat ini didukung maju sebagai bakal calon presiden oleh Partai Nasdem, PKS, dan Demokrat.

Ia khawatir isu ini dipakai untuk menggambarkan eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu tidak berkomitmen atas perjanjian.

"Apakah Hensat melihat perjanjian itu? Iya, gue lihat. Tapi kenapa tidak boleh disampaikan, ya memang tidak boleh," ujar Hensat.

Bukan konsumsi publik Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, perjanjian utang antara Anies dan Sandi bukan konsumsi publik.

Dasco menjelaskan, perjanjian itu merupakan perjanjian antar mereka saja.

Sehingga, mereka pula yang harus menyelesaikan persoalan tersebut.

"Saya pikir yang ngerti itu kan yang ngomong. Yang ngerti itu Pak Erwin Aksa, Pak Sandi, Pak Anies, jangan tanya ke saya," ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (10/2/2023).

"Dan itu, menurut saya, hal yang bukan buat konsumsi publik sebenarnya. Karena kan itu kan perjanjian antara mereka, ya biarin saja mereka yang selesaikan, kan gitu," sambungnya.

Dasco mengaku tidak tahu ketika perjanjian utang itu diteken oleh Anies dan Sandi pada 2017 lalu.

Bukan Konsumsi Publik Dia menduga Erwin Aksa yang notabene merupakan kader Golkar bisa tahu perjanjian Anies-Sandi itu karena tergabung dalam tim pemenangan Anies-Sandi di 2017.

"Ya karena mungkin Pak Erwin waktu itu tim termasuk tim pemenangan dari kandidat," ucap Dasco.

(*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved