Aksi 6 September
Demo Gorontalo Ricuh, Polda Sebut Mahasiswa Cari Gara-Gara Duluan
Menurut Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Wahyu Tri Cahyono kericuhan karena mahasiswa cari gara-gara duluan.
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Demo tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Bundaran Saronde alias Bundaran HI, ricuh, Selasa 6 September 2022.
Menurut Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Wahyu Tri Cahyono kericuhan karena mahasiswa cari gara-gara duluan.
“Si orator justru memprovokasi massa untuk menguasai SPBU, bahkan saat dicegah ada salah satu oknum mahasiswa yang menyerang petugas (polisi) dengan menggunakan tongkat bendera yang dibawanya,” jelas Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/9/2022).
Karena diserang massa aksi, petugas polisi pun kata Wahyu bereaksi. Sebab, kepolisian kata dia memiliki prosedur dalam pengamanan unjuk rasa.
Prosedur itu sesuai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Dalam UU, ada enam tahapan pengamanan unjuk rasa oleh kepolisian.
Mulai dari kehadiran petugas sebagai wujud pencegahan, tahap peringatan, tahap kendali tangan kosong lunak, tahap kendali tangan kosong keras, tahap kendali menggunakan senjata tumpul, dan senjata kimia.
“Jika eskalasi meningkat dan bisa membahayakan nyawa petugas dan masyarakat, tahap selanjutnya bisa menggunakan senjata api, dan tahap yang kami lakukan kemarin yaitu pengendalian dengan tangan kosong keras,” tegas Wahyu.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa mahasiswa Gorontalo yang tergabung dalam Aliansi Merah Putih, diwarnai kericuhan.
Polisi dan mahasiswa terlibat saling kejar-kejaran. Beberapa ada yang diamankan polisi, meski kemudian dilepaskan.
Namun, sejumlah mahasiswa mengaku kesakitan. Mereka menganggap polisi mengamankan sejumlah jenderal lapangan, untuk diintimidasi.
Misalnya kata sang moderator aksi, Zakaria alias Jack.
Zakaria mengaku tidak ingat persis berapa anggota kepolisian yang mengaraknya.
Seingatnya, saat kejadian lehernya dipiting beberapa anggota polisi. Akibatnya, bagian mata dan lehernya terasa sakit.
"Tidak hanya bagian leher saya yang sakit terlebih saat minum air dan meludah ke aspal keluar cairan merah dari mulut saya," akunya.
Sempat tertangkap kamera Zakaria merintih kesakitan di dekat pagar sembari memegang dadanya.
Ia merasakan sesak di bagian dada, sehingga beberapa mahasiswa di sekitarnya berinisiatif melarikan Zakaria ke Rumah Sakit Multazam.
Pengalaman sama diungkapkan Fadel Imauan Hamzah Alim anggota LMID.
Ia diarak dua orang mengenakan pakaian preman ke tempat jualan warga.
Kedua orang tersebut kemudian menghajarnya sampai berjarak 300 meter dari lingkaran massa aksi.
"Saat di bawa oleh mereka saya kena pukulan di belakang, bagian dada dan sudah sulit bernafas sebab mereka kancing leher saya."
"Kami tidak dibawa sampai ke polres, tidak jauh dari lingkaran massa aksi, dan di situlah kami 10 orang dikumpulkan serta dihajar oleh mereka (polisi)."
Atas insiden ini, Kapolres Gorontalo Kota, AKBP Ardi Rahananto meminta data mahasiswa yang dilarikan ke Rumah Sakit.
“Saya sebagai kapolres bertanggung jawab. Nanti di data, lukanya di bagian mana dan dilarikan di RS apa,” ungkap Ardi, saat menemui massa aksi.
Ia juga menyesalkan tindakan mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa wajib melakukan demonstrasi sesuai dengan aturan.
“Kalau aturan jam 18.00 Wita, maka aksi bisa dilanjutkan besok,” tegas Kapolres. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/07092022_wahyu.jpg)