Presiden AS Tegaskan Tidak Bisa Kirim Senjata Jarak Jauh ke Ukraina

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menegaskan Washington tidak akan mengirim sistem roket ke Ukraina.

Editor: Lodie Tombeg

TRIBUNGORONTALO.COM, Washington - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menegaskan Washington tidak akan mengirim sistem roket ke Ukraina untuk mencapai Rusia, Senin (30/5/2022).

Dilansir Al Jazeera, komentar tersebut Biden ucapkan menyusul adanya laporan bahwa pemerintahan Presiden Partai Demokrat itu tengah bersiap mengirim sistem roket jarak jauh yang canggih ke Kyiv.

"Kami tidak akan mengirim sistem roket ke Ukraina yang dapat mencapai Rusia," kata Biden kepada wartawan setelah tiba kembali di Gedung Putih pada Senin (30/5/2022), menurut layanan berita Reuters.

Pejabat Ukraina telah mencari sistem jarak jauh yang disebut Multiple Launch Rocket System atau MLRS, yang dapat menembakkan rentetan roket ratusan mil jauhnya.

Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato di Ruang Roosevelt Gedung Putih di Washington, DC, pada 24 Mei 2022, setelah seorang pria bersenjata menembak mati 18 anak kecil di sebuah sekolah dasar di Texas.

Tidak jelas sistem mana yang dimaksud Biden dalam sambutannya.

Condong kirim MLRS dan sistem lain

CNN dan The Washington Post melaporkan pada Jumat (27/5/2022) bahwa pemerintahan Biden condong ke pengiriman MLRS dan sistem lain, Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi, yang dikenal sebagai HIMARS, sebagai bagian dari paket bantuan militer yang lebih besar ke Ukraina.

Pemerintah Ukraina telah mendesak Barat untuk menyediakan lebih banyak senjata jarak jauh untuk mengubah gelombang perang.

Seperti diketahui, saat ini invasi Rusia ke Ukraina telah memasuki bulan keempat.

Para pejabat AS mengatakan sistem senjata semacam itu sedang dipertimbangkan secara aktif.

AS telah menyediakan ribuan rudal anti-pesawat portabel Stinger dan anti-tank Javelin untuk pasukan Ukraina serta drone canggih dan artileri lapangan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pekan lalu memperingatkan kekuatan Barat agar tidak memasok Ukraina dengan senjata yang mampu menyerang wilayah Rusia.

Lavrov memperingatkan langkah seperti itu akan menjadi "langkah serius menuju eskalasi yang tidak dapat diterima".

Situasi Donbas

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kulebamengatakan urgensi kebutuhan negaranya akan senjata yang lebih besar dapat diringkas dalam dua singkatan: MLRS - sistem peluncuran roket ganda, dan ASAP - sesegera mungkin.

Kuleba mengatakan pada 25 Mei kemarin bahwa situasi di wilayah Donbas timur "sangat buruk".

Sistem roket dapat membantu pasukan Ukraina mencoba merebut kembali tempat-tempat seperti kota selatan Kherson dari penjajah Rusia yang menginvasi Ukraina pada 24 Februari.

Berbicara di sela pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Kuleba mengatakan dia mengadakan sekitar 10 pertemuan bilateral dengan para pemimpin lain yang negaranya memiliki sistem seperti itu, The Associated Press melaporkan.

"Respons yang saya dapatkan adalah, 'Apakah Amerika sudah memberikannya kepada Anda?'," katanya, mengacu pada kepemimpinan AS.

"Jadi inilah beban menjadi seorang pemimpin. Semua orang melihat Anda. Jadi Washington harus menepati janji dan memberi kami beberapa sistem roket peluncuran sesegera mungkin. Yang lain akan menyusul."

"Jika kita tidak mendapatkan MLRS secepatnya, situasi di Donbas akan menjadi lebih buruk dari sekarang," tambahnya.

"Setiap hari seseorang duduk di Washington, Berlin, Paris, dan ibu kota lainnya, dan mempertimbangkan apakah mereka harus atau tidak melakukan sesuatu, mengorbankan nyawa dan wilayah kita."

Lebih dari 4.000 orang telah tewas di Ukraina dan jutaan lainnya mengungsi sejak invasi Rusia dimulai.

Drone Bayraktar TB2 jadi Primadona Baru

Chief Technical Officer (CTO) perusahaan pertahanan swasta Turki Baykar, Selcuk Bayraktar mengatakan drone udara Bayraktar TB2 telah menarik banyak pelanggan di seluruh dunia, berkat kemampuannya yang dapat menghancurkan sistem artileri dan kendaraan lapis baja Rusia.

Drone jenis ini digunakan Ukraina selama melawan serangan pasukan Rusia. Selcuk Bayraktar menambahkan, drone Bayraktar TB2 telah menunjukkan bagaimana teknologi dapat merevolusi peperangan modern.

“Bayraktar TB2 melakukan apa yang seharusnya dilakukan, mengeluarkan beberapa sistem anti-pesawat paling canggih dan sistem artileri dan kendaraan lapis baja canggih. Seluruh dunia adalah pelanggan.” ujar Selcuk Bayraktar, yang dikutip dari laman Reuters.

Bayraktar TB2 yang memiliki lebar sayap 12 meter dan dapat terbang hingga ketinggian 25 ribu kaki sebelum menukik untuk menghancurkan tank dan artileri, telah membantu Ukraina melemahkan pasukan militer Rusia.

Berkat kontribusinya, senjata ini bahkan dijadikan subjek dalam lagu penyemangat untuk mengejek pasukan Rusia, dengan lirik “Bayraktar, Bayraktar”.

Drone Bayraktar TB2 juga mendapat perhatian dari Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Kementerian Pertahanan Rusia, yang menyebutkan nama drone ini setidaknya 45 kali di depan umum, sejak invasi dimulai pada 24 Februari lalu.

Perusahaan pertahanan Baykar yang didirikan pada tahun 1980-an oleh Ayah Selcuk Bayraktar, Ozdemir Bayraktar, saat ini dikelola oleh Selcuk bersama kedua adiknya, Haluk Bayraktar dan Ahmet Bayraktar.

Perusahaan ini mulai fokus pada produksi pesawat tak berawak pada tahun 2005, di saat Turki berusaha meningkatkan kekuatan industri pertahanan lokalnya.

Drone Bayraktar TB2 menjadi salah satu senjata yang digunakan dalam konflik di Suriah, Irak, Libya dan Nagorno-Karabakh, serta Ukraina. Saat ini pemerintah Turki menjadikan senjata ini sebagai ujung tombak untuk mendorong ekspor di industri pertahanannya.

Presiden Turki Tayyip Erdogan yang juga ayah mertua Selcuk Bayraktar, mengatakan permintaan internasional untuk drone Bayraktar TB2 dan Akinci telah meningkat. Sementara itu, Selcuk Bayraktar mengatakan, dalam setahun perusahaannya dapat memproduksi 200 drone TB2.

Pesawat tak berawak Kizilelma dan drone TB3

Sekitar dua minggu yang lalu, Rusia mengatakan rencananya untuk mengembangkan senjata laser generasi baru, yang menurut Moskow dapat membutakan satelit yang sedang mengorbit dan dapat menghancurkan drone.

Namun Selcuk Bayraktar mengatakan senjata semacam itu tidak efektif untuk melawan drone Bayraktar TB2.

“Jangkauan mereka terbatas sehingga jika jangkauan sensorik dan amunisi Anda lebih panjang, mereka tidak akan efektif,” ujar pria lulusan Massachusetts Institute of Technology ini.

Baykar dilaporkan sedang mengerjakan drone TB3, senjata ini akan memiliki sayap yang dapat dilipat, dan dapat lepas landas atau mendarat di atas kapal induk dengan landasan pacu pendek. Baykar juga sedang mengembangkan pesawat tempur tak berawak yang disebut MUIS atau Kizilelma.

"Insya Allah, penerbangan pertama Kizilelma tahun depan, dan TB3 akhir tahun ini atau awal tahun depan. Jika Anda melihat cakrawala waktu yang lebih lama, kami sedang mengerjakan drone taksi, untuk itu kami perlu mengembangkan teknologi otonomi tingkat yang lebih tinggi, yang pada dasarnya adalah AI, tetapi itu akan merevolusi cara orang akan diangkut di kota.” kata Selcuk Bayraktar.

Invasi Rusia yang menewaskan ribuan orang, dan menyebabkan jutaan warga Ukraina mengungsi, mendapat kecaman keras dari pihak Barat yang telah menjatuhkan sanksi kepada Rusia.

Amerika Serikat dan sekutunya juga memberikan bantuan senjata kepada Ukraina untuk bertahan melawan serangan Rusia. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Biden Tegaskan Amerika Tidak Bisa Kirim Senjata Jarak Jauh untuk Bantu Ukraina

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved