Tak Mampu Impor Bensin, Ini Penyebab Kebangkrutan Sri Lanka
Sri Lanka kehabisan stok bensin dan tidak memiliki dollar untuk mengimpor bahan bakar, kata perdana menteri baru Ranil Wickremesinghe.
TRIBUNGORONTALO.COM - Sri Lanka kehabisan stok bensin dan tidak memiliki dollar untuk mengimpor bahan bakar, kata perdana menteri baru Ranil Wickremesinghe pada Senin (16/5/2022).
"Kami kehabisan bensin... Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari," ujarnya seraya memperingatkan bahwa Sri Lanka bangkrut dapat menghadapi lebih banyak kesulitan dalam beberapa bulan mendatang.
Dia menambahkan, pemerintah juga tidak memiliki dollar untuk membayar tiga pengiriman minyak. Saat ini sejumlah kapal masih menunggu di luar pelabuhan Colombo untuk pembayaran sebelum menurunkan muatan mereka.
Sri Lanka berada dalam pergolakan krisis ekonomi terburuknya dengan 22 juta penduduknya mengalami kesulitan mendapatkan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan sambil menghadapi rekor inflasi serta pemadaman listrik yang berkepanjangan.
Wickremesinghe mulai menjabat pada Kamis (12/5/2022) pekan lalu setelah pendahulunya, Mahinda Rajapaksa, dipaksa mundur usai berminggu-minggu terjadi demo atas penanganan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang berubah menjadi kerusuhan.
"Beberapa bulan ke depan akan menjadi yang paling sulit dalam hidup kita," kata Wickremesinghe.
"Saya tidak punya keinginan untuk menyembunyikan kebenaran dan berbohong kepada publik." Namun, dia mendesak warga untuk bersabar sampai beberapa bulan ke depan dan bersumpah bisa mengatasi krisis Sri Lanka.
Dia melanjutkan, pemerintah juga kehabisan uang tunai untuk membayar gaji 1,4 juta pegawai negeri pada Mei, dan akan beralih ke pencetakan uang sebagai upaya terakhir.
"Tak seperti yang saya inginkan, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai negeri dan membayar barang dan jasa penting," katanya.
Dia juga memperingatkan bahwa tarif bahan bakar dan listrik akan dinaikkan secara substansial dan pemerintahnya juga akan menjual maskapai nasional yang merugi untuk mengurangi kerugian.
Sri Lanka telah meminta dana talangan IMF dan salah satu tuntutan utama pemberi pinjaman internasional adalah Colombo melepaskan perusahaan negara yang merugi, termasuk Sri Lanka Airlines yang kerugiannya melebihi 1 miliar dollar AS (Rp 14,67 triliun).
Kenapa Bangkrut dan Penyebab Gagal Bayar Utang
Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948. Pemadaman listrik selama berbulan-bulan, kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan membuat marah publik.
Terhadi demo besar menuntut pengunduran diri pemerintah yang berujung kerusuhan Sri Lanka minggu ini.
Ada apa dengan Sri Lanka sebenarnya, kenapa Sri Lanka bangkrut dan penyebab Sri Lanka gagal bayar utang? Berikut ulasannya dikutip dari AFP, Kamis (12/5/2022).
1. Proyek mewah yang terbengkalai
Sri Lanka menghabiskan banyak uang untuk proyek infrastruktur yang dipertanyakan dari pinjaman China, menambah utangnya yang sudah menggunung.
Di distrik Hambantota, sebuah pelabuhan besar sudah menjadi beban keuangan sejak mulai beroperasi, dengan total kerugian kini mencapai 300 juta dollar AS (Rp 4,4 triliun) dalam enam tahun.
Di dekatnya terdapat proyek mewah lain yang didukung China, yaitu pusat konferensi besar yang jarang dipakai sejak dibuka, dan bandara senilai 200 juta dollar AS (Rp 3 triliun) yang sempat kekurangan dana untuk membayar tagihan listriknya.
Proyek-proyek tersebut dibuat oleh keluarga Rajapaksa yang berkuasa, yang telah mendominasi politik Sri Lanka selama hampir 20 tahun terakhir.
2. Pemotongan pajak yang tidak stabil
Presiden Mahinda Rajapaksa didepak dari jabatannya pada 2015 karena reaksi terhadap upaya infrastruktur pemerintahnya, yang terjerat klaim korupsi.
Adik laki-lakinya, Gotabaya Rajapaksa, menggantikannya empat tahun kemudian dan menjanjikan bantuan ekonomi serta tindakan keras terhadap terorisme setelah serangan Minggu Paskah 2019 yang mematikan di Sri Lanka.
Beberapa hari setelah menjabat, Gotabaya menunjuk Mahinda sebagai perdana menteri dan mengumumkan pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka, sehingga memperburuk defisit anggaran kronis.
Lembaga pemeringkat langsung menurunkan peringkat negara itu karena khawatir utang publik semakin tidak terkendali, sehingga mempersulit pemerintah untuk mendapatkan pinjaman baru.
3. Pukulan pandemi
Pemotongan pajak sangat tidak tepat waktu, karena hanya beberapa bulan kemudian virus corona mulai menyebar ke seluruh dunia.
Kedatangan turis internasional turun menjadi nol dan pengiriman uang dari warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri mengering.
Parahnya, dua hal itu adalah pilar ekonomi yang diandalkan pemerintah untuk membayar utangnya.
Tanpa sumber-sumber uang tunai luar negeri ini, pemerintahan Rajapaksa mulai menggunakan cadangan devisanya untuk membayar pinjaman.
4. Larangan impor pupuk
Sri Lanka langsung mengeruk habis-habisan cadangan devisanya, mendorong pihak berwenang pada 2021 untuk melarang beberapa impor termasuk--secara kritis--pupuk dan bahan kimia pertanian yang dibutuhkan petani untuk menanam tanaman mereka.
Pemerintah berdalih kebijakan ini sebagai bagian dari upaya Sri Lanka untuk menjadi negara pertanian organik pertama di dunia, tetapi dampaknya sangat buruk.
Sebanyak sepertiga dari ladang pertanian negara itu ditinggalkan para petani dan penurunan hasil yang diakibatkannya memukul produksi teh, padahal merupakan komoditas ekspor yang vital.
Kebijakan itu akhirnya dicabut pada akhir 2021 setelah protes dari pekerja pertanian dan melonjaknya harga pangan.
Pada akhir 2021, cadangan devisa Sri Lanka menyusut dari 7,5 miliar dollar AS (Rp 109,95 triliun) menjadi 2,7 miliar dollar AS (Rp 39,58 triliun). Para pedagang mulai kesulitan mencari sumber mata uang asing untuk membeli barang-barang impor.
Bahan makanan pokok seperti beras, lentil, gula, dan susu bubuk mulai menghilang dari rak-rak toko, dan supermarket terpaksa menjatahnya.
Kemudian SPBU mulai kehabisan bensin dan minyak tanah, yang berdampak pada utilitas tidak dapat membeli cukup minyak untuk memenuhi permintaan listrik. Antrean panjang sekarang terlihat setiap hari di penjuru Sri Lanka.
Orang-orang menunggu berjam-jam untuk membeli sedikit persediaan bahan bakar, sementara pemadaman listrik membuat sebagian besar ibu kota Colombo dalam kegelapan setiap malam.
Presiden Gotabaya Rajapaksa menunjuk kepala bank sentral baru pada April, yang langsung mengumumkan bahwa Sri Lanka akan gagal membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dollar AS (Rp 732 triliun) guna menghemat uang untuk impor penting.
Akan tetapi, kebijakan tersebut gagal menopang keuangan Sri Lanka yang memburuk dan hanya memiliki sekitar 50 juta dollar AS (Rp 733 miliar) dalam valuta asing yang dapat digunakan pada awal Mei.
Sri Lanka sekarang dalam negosiasi untuk dana talangan dari IMF (Dana Moneter Internasional). Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri pada Senin (9/5/2022) dalam upaya menenangkan publik setelah berminggu-minggu protes atas salah urus pemerintah.
Namun, kepala bank sentral Nandalal Weerasinghe pada Rabu (11/5/2022) mengatakan, jika pemerintahan baru tidak segera mengambil alih, Sri Lanka menghadapi keruntuhan ekonomi yang akan segera terjadi.
"Tidak ada yang bisa menyelamatkan Sri Lanka pada tahap itu," katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sri Lanka Kehabisan Bensin dan Tidak Bisa Impor karena Tak Punya Dollar"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/170522-mahinda.jpg)