Konflik Rusia Vs Ukraina

Ditentang Dunia, Minyak Rusia Tidak Laku lagi Pascainvasi ke Ukraina

Sanksi ekonomi terhadap Rusia berimbas terhadap minyak negeri beruang merah. Rusia sedang berjuang mencari pembeli minyak produksinya.

Editor: Lodie Tombeg
kompas.com
Kilang minyak Rusia 

TRIBUNGORONTALO.COM, Moskow - Sanksi ekonomi terhadap Rusia berimbas terhadap minyak negeri beruang merah. Rusia sedang berjuang mencari pembeli minyak produksinya, karena para pembeli lari akibat takut terkena sanksi atau hukuman lain jika masih berurusan dengan Moskwa usai invasi ke Ukraina.

Bahkan tanpa sanksi langsung terhadap industri energinya sekalipun, Rusia diprediksi akan kehilangan sekitar satu juta barel per hari (BPD) dalam ekspor minyak dari 10,5 juta BPD yang dijualnya tahun lalu, menurut analis Jarand Rystad kepala Rystad Energy.

Itu pun terlepas dari kelangkaan pasokan global yang menyebabkan harga melonjak. Minyak mentah Brent North Sea yang menjadi patokan industri misalnya, harganya meroket minggu ini menjadi hampir 120 dollar AS (Rp 1,72 juta) per barel, sementara gas mencapai rekor harga tertingginya.

OPEC dan para eksportir minyak utama lainnya termasuk Rusia menolak meningkatkan produksi di luar tingkat yang disepakati sebelumnya ketika mereka bertemu pada Rabu (2/3/2022), sehingga memupus harapan untuk mengurangi tekanan pada pasokan.

Faktor harga mungkin menguntungkan Rusia, tetapi mereka terancam mendapat pembekuan besar-besaran dari pembeli. Energy Aspects memperkirakan, 70 persen dari ekspor minyak Rusia lumpuh karena para pialang dan kilang menghindari Moskwa meskipun pasar sedang panas-panasnya.

Untuk saat ini, sanksi Barat atas invasi Rusia Ukraina menghindari sektor energi Rusia, karena Eropa sangat bergantung padanya.

Baca juga: Prediksi Intelijen Barat Keliru, Strategis Tarik Ulur Rusia Perangi Ukraina

Jerman mengimpor 55 persen gasnya dari Rusia tahun lalu, dan berjanji memangkas angka ini serta meningkatkan energi terbarukan seperti angin dan matahari, walau akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk direalisasikan.

Pengiriman melalui pipa terus berlanjut dari Rusia, tetapi para importir Eropa sedang melirik tempat lain untuk menghindari kecaman global dan kemungkinan sanksi yang akan datang.

Kelompok energi Finlandia, Neste, mengatakan bahwa mereka sebagian besar telah menggantikan minyak mentah Rusia dengan alternatif seperti minyak Laut Utara. Sementara itu produsen aspal Swedia, Nynas, berkata akan mengakhiri total pembelian bahan mentah Rusia.

Beberapa minyak mentah non-Rusia seperti minyak Kazakh juga dikenai sanksi karena diekspor melalui pelabuhan Rusia, yang masuk daftar hitam oleh perusahaan-perusahaan pelayaran. Meskipun demikian, beberapa pembeli dapat kembali jika Barat benar-benar mengesampingkan sanksi terhadap industri energi.

"Kita harus mulai melihat pembeli mana yang bersedia melanjutkan pembelian dan mana yang tidak," kata analis dari Energy Aspects, Livia Gallarati, dikutip dari AFP pada Jumat (4/3/2022).

Baca juga: Pejabat Ukraina: Penjajah Rusia Ada di Semua Kota dan Sangat Berbahaya

"China dan India masih belum membeli, tetapi kami pikir mereka akan perlahan mulai membeli minyak mentah begitu masalah seputar pengiriman, asuransi, dan pembayaran diselesaikan," tambahnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin (kompas.com)

India, yang juga bergantung pada Rusia untuk pasokan militer, sudah menyerukan gencatan senjata tetapi tidak mengecam invasi Rusia. Adapun China sebagai mitra dagang terbesar Rusia selama lebih dari 10 tahun juga belum mengecam serangan itu.

Terlepas dari kemampuan mereka, China dan India tidak memiliki kapasitas untuk menebus semua kerugian ekspor energi Rusia. Perusahaan-perusahaan Barat mengambil tindakan cepat dan tegas dalam seminggu terakhir.

BP dan Shell Inggris bersama Equinor Norwegia memutuskan untuk mengakhiri operasi mereka di Rusia sepenuhnya. Kemudian, Jerman menangguhkan pipa gas Nord Stream 2 yang kontroversial dari Rusia. 

Usulan infrastruktur energi baru juga dapat terhambat, seperti proyek Minyak Vostok unggulan Rosneft di Siberia.

Raksasa perdagangan minyak Swiss, Trafigura, menyatakan bahwa mereka sedang meninjau opsi atas saham minoritas Vostok. Dengan dikesampingkannya Rusia, pembeli Eropa beralih ke minyak dari Timur Tengah yang kaya minyak mentah.

Namun, dua negara juragan minyak--Uni Emirat Arab dan gembong OPEC Arab Saudi--enggan menaikkan produksi. Salah satu faktor yang tidak pasti adalah Iran.

Pembicaraan terbaru sedang berlangsung dengan kekuatan dunia untuk mencabut sanksinya sendiri terkait program nuklirnya.

Teheran menyatakan bahwa pihaknya siap meningkatkan ekspor jika kesepakatan tercapai, meskipun belum terlihat seberapa cepat penjualan minyaknya dapat berdampak pada pasar.

Harga Gas Eropa Melambung 

Dampak perang antara Rusia dan Ukraina mulai terasa, dengan harga gas Eropa melambung ke rekor tertinggi, naik sekitar 50 persen pada Rabu (2/3/2022).

Harga gas TTF Belanda yang menjadi acuan Eropa, misalnya, mencapai 194,715 euro (Rp 2,8 juta) per megawatt-jam dalam transaksi pagi hari.

Harga gas Inggris juga melonjak setinggi 463,84 pence (sekitar Rp 37.174, 1 pound = 240 pence) per term, mendekati rekor 470,83 pence (sekitar Rp 37.751) yang dicapai pada Desember 2021.

Perang Rusia vs Ukraina juga membuat harga minyak meroket pada Rabu (2/3/2022) karena Rusia juga merupakan salah satu produsen minyak mentah terbesar dunia.

Minyak patokan Eropa Brent North Sea sebelumnya melonjak menjadi 113,02 dollar AS (Rp 2,17 juta) per barrel, level tertinggi sejak 2014. WTI yang diperdagangkan di New York memuncak pada 111,50 dollar AS (Rp 2,14 juta), level yang terakhir dicapai pada 2013. Para penjual akan menanti hasil pertemuan OPEC dan produsen utama lainnya, termasuk Rusia, Rabu waktu setempat.

Pertemuan itu akan membahas apakah bakal meningkatkan produksi untuk meredam kenaikan harga, yang turut mendorong inflasi. Dampak Perang Rusia vs Ukraina juga memicu perubahan tajam di pasar saham global selama seminggu terakhir. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dampak Invasi ke Ukraina, Rusia Mulai Susah Cari Pembeli Minyak"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved