Mapala Gorontalo Meninggal
Wadek FIS Universitas Negeri Gorontalo Akui Tanda Tangannya Dipalsukan Panitia Diksar Mapala
Kasus kematian mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhammad Jeksen (MJ), usai mengikuti diksar Mapala Butaiyo Nusa, mengungkap fakta baru.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM – Kasus kematian mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhammad Jeksen (MJ), usai mengikuti diksar Mapala Butaiyo Nusa, memunculkan fakta baru.
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNG, Renol Hasan, mengatakan tanda tangannya dipalsukan oleh panitia pendidikan dasar (diksar) Mapala Butaiyo Nusa.
Pengakuan mengejutkan ini disampaikan Renol usai aksi demonstrasi keluarga Muhamad Jeksen di Gedung Rektorat UNG, Rabu (1/10/2025).
Renol mengaku telah dimintai keterangan oleh Polres Bone Bolango terkait kasus yang menewaskan Jeksen.
Dalam pemeriksaan tersebut, ia menemukan fakta bahwa tanda tangannya dicatut.
“Dan ternyata terbukti bahwa mereka memalsukan tanda tangan saya untuk melakukan kegiatan itu,” ujar Renol kepada wartawan, Rabu.
Menurutnya, tanda tangan miliknya dipakai panitia untuk mendapatkan legalitas kegiatan pendidikan dasar (diksar) Mapala yang digelar di luar kampus.
Ia bahkan diperlihatkan bukti pemalsuan itu langsung oleh penyidik di Polres.
“Ternyata terbukti saya diperlihatkan di Polres, ini ternyata tanda tangan saya dipalsukan,” bebernya.
Renol menegaskan, jauh sebelum kegiatan diksar berlangsung, ia sudah memitigasi Mapala Butaiyo Nusa untuk mematuhi aturan kampus.
Peringatan itu ia sampaikan melalui grup media sosial yang berisi mahasiswa dan dosen FIS. Hal ini merujuk pada surat edaran rektor tentang larangan kegiatan mahasiswa di luar kampus.
“Buktinya chat di grup bahwa ini saya sudah mitigasi, ini (kegiatan diksar) tidak bisa karena sudah ada (surat) edaran,” jelasnya.
Sebagai Wakil Dekan III yang membidangi kemahasiswaan, Renol menegaskan bahwa pihak kampus telah berupaya mencegah tindakan kekerasan antarmahasiswa.
“Saya selalu mengingatkan bahwa jangan ada kekerasan di setiap kegiatan mahasiswa,” pungkasnya.
9 Mahasiswa Di-skorsing

Universitas Negeri Gorontalo (UNG) secara resmi menjatuhkan sanksi akademik berupa skorsing kepada sembilan mahasiswa.
Mereka adalah panitia kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala yang diikuti oleh mendiang Muhamad Jeksen, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNG.
Rektor UNG, Eduart Wolok, mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan hasil investigasi internal di tingkat fakultas.
“Untuk panitia pelaksana kegiatan tersebut dikenakan sanksi skorsing satu sampai dua semester. Ada yang dua semester, ada yang satu semester, dan mulai berlaku sejak semester ini,” kata Eduart kepada wartawan, pada Rabu (1/10/2025).
Eduart menegaskan, UNG juga telah membentuk tim investigasi baru di tingkat universitas untuk memastikan hasil yang lebih objektif dan menjadi dasar pengambilan langkah selanjutnya.
“Investigasi akan diperluas di tingkat universitas agar hasilnya benar-benar bisa menjadi dasar pengambilan langkah. Tim ini bisa melibatkan unsur yang lebih luas, termasuk keluarga korban,” ujarnya.
Selain sanksi administratif, Eduart menyebut proses pidana tetap berjalan paralel di kepolisian. Rektor juga membuka opsi pembekuan organisasi Mapala Butaiyo Nusa.
“Kalau panitia sudah jelas dijatuhi skorsing. Untuk organisasi, opsinya bisa dilakukan pembekuan sementara sambil menunggu hasil investigasi universitas,” jelas Eduart.
Baca juga: Rektor UNG Gorontalo Bersitegang dengan Demonstran, Kecewa Dituduh Tak Punya Empati Kematian Jeksen
Keluarga Jeksen tuntut keadilan
Kasus meninggalnya mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhamad Jeksen (MJ), usai mengikuti Pendidikan Dasar Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), terus menjadi sorotan publik.
Meskipun jenazah telah dimakamkan di kampung halaman, keluarga Jeksen menyatakan kesiapan penuh jika proses hukum mengharuskan pembongkaran makam (ekshumasi).
Kesiapan ini disampaikan oleh Elfin, salah satu perwakilan keluarga, dalam siniar (podcast) Saksi Kata di Studio TribunGorontalo.com yang dipandu Herjianto Tangahu, Jumat (26/9/2025).
Menurut Elfin, keluarga di Muna, Sulawesi Tenggara, telah siap kapan pun proses ekshumasi dibutuhkan demi kepentingan penyelidikan.
"Tetap di ekshumasi kalau seandainya itu dibutuhkan," ungkap Elfin.
Elfin menjelaskan, keluarga besar korban, penasihat hukum, serta koalisi anti kekerasan mendesak kepolisian agar kasus ini segera diusut secara terbuka dan transparan. Mereka berharap proses hukum berjalan cepat tanpa ada upaya pengaburan fakta.
"Kami tetap menginginkan kasus ini diproses secara hukum," tegasnya.
Keluarga belajar dari kasus serupa yang pernah terjadi di Gorotalo. Penyelidikan sering kali berlarut-larut karena terduga pelaku tidak mengakui adanya kekerasan fisik.
Namun, Elfin menyebut situasi kali ini berbeda karena sudah ada pengakuan dari salah satu koordinator lapangan (Korlap).
"Sedangkan kasus sekarang ini, ada pengakuan dari Korlap yang mengatakan bahwa di situ ada kekerasan fisik, yang mana yang melakukan adalah senior-senior mereka dan Korlap itu sendiri," bebernya.
Elfin menegaskan bahwa pengakuan tersebut merupakan bukti penting yang menguatkan dugaan adanya tindak kekerasan dalam kegiatan Diksar tersebut.
MJ meninggal dunia pada Senin (22/9/2025) pagi setelah sempat dirawat di RSUD Aloei Saboe Gorontalo.
Untuk mengungkap penyebab kematian, polisi sudah memeriksa 17 saksi yang terdiri dari 11 panitia Diksar dan enam peserta yang mengikuti kegiatan bersama MJ.
Meskipun pihak kepolisian telah melakukan visum, belum ada kesimpulan resmi terkait penyebab pasti kematian korban.
(TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.