Wisata Gorontalo
Pasar Ambuwa Gorontalo Hadirkan Wisata Tradisional dengan Kuliner Lokal dan Suasana Kebersamaan
Pasar Ambua di Gorontalo hadir dua bulan sekali, tawarkan kuliner tradisional, suasana hangat, dan nostalgia tempo dulu.
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Prailla Libriana Karauwan
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Jika Anda mencari pengalaman wisata kuliner yang berbeda, simpan jadwal untuk berkunjung ke Pasar Ambuwa di Desa Huntu, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo
Pasar ini berjarak sekitar 10 kilometer dari Pusat Kota Gorontalo dengan waktu tempuh 20-25 menit perjalanan menggunakan mobil atau motor.
Namun, Pasar Ambuwa bukanlah pasar pada umumnya yang menjual bahan-bahan dapur.
Di sini, pengunjung justru diajak bernostalgia menikmati kuliner tradisional dan suasana kebersamaan yang jarang ditemui di tempat lain.
Pasar unik ini hanya hadir setiap dua bulan sekali, namun selalu berhasil menyedot perhatian warga.
Suara derak bambu, aroma kue cucur yang baru digoreng, hingga tawa anak-anak yang berlarian sambil menggenggam keping kayu, menjadi pemandangan khas yang akan menyambut setiap pengunjung.
Tikar anyaman, lampu sederhana serta sapaan ramah pedagang membuat siapa saja betah untuk berlama-lama di tempat ini.
Suasana penuh kebersamaan dan nuansa tempo dulu sangat terasa di tempat ini.
Maka tak jarang tempat ini selalu dipadati oleh anak muda serta orang dewasa.
Di Pasar Ambuwa, Anda bisa mencicipi ragam kuliner tradisional Gorontalo.
Ada cucur dengan pinggiran renyah dan tengah yang manis, popolulu berbahan dasar ubi jalar, bubur sagu dengan kuah santan gurih dan gula merah, hingga apang colo yang lembut beraroma kelapa.
Selain itu, tersedia onde-onde dengan taburan kelapa, binte biluhuta atau sup jagung segar dengan campuran ikan dan udang, serta Bubur Diniohu yang manis legit dari parutan kelapa muda dan gula aren.
Bahkan sajian nasi kuning kampung yang mulai jarang ditemui di kota pun mudah didapatkan di sini.
Total ada tujuh lapak UMKM di pasar ini yang mayoritasnya dikelola oleh ibu-ibu.
“Ambua artinya berkumpul. Nama ini juga melambangkan ikatan perempuan (bua), karena memang pasar ini banyak digerakkan oleh ibu-ibu,” jelas Lukman Al-Hakim, salah satu pengelola.
Konsep ramah lingkungan juga menjadi daya tarik tersendiri.
Pengunjung dilarang menggunakan plastik sekali pakai, sementara transaksi dilakukan dengan keping kayu, tradisi yang lahir di masa pandemi dan kini menjadi ciri khas pasar ini.
Selain kuliner, Pasar Ambuwa juga menghadirkan ruang sosial.
Kaum muda sibuk mengabadikan momen untuk media sosial, keluarga menikmati kebersamaan di atas tikar, sementara generasi tua larut dalam nostalgia masa lalu.
Di antara riuh suasana, Zulfikir Niode, pengunjung asal Kecamatan Sipatana, Kota Gorontalo, tampak menikmati sepiring apang colo.
Kata Zulfikar, pasari ini bukan hanya sebagai tempat makan, namun juga bisa menjadi sarana belajar.
“Pasar ini bukan sekadar tempat makan. Ini ruang belajar juga, karena mengangkat pangan lokal,” ungkapnya.
Sementara Latifah, warga Telaga, Kabupaten Gorontalo, memilih duduk di atas tikar sambil meneguk segelas saraba panas.
Kata Latifah, nuansa yang dihadirkan di Pasar Ambuwa ini sangat jelas berbeda dengan di kota.
Bahkan ada beberapa kuliner yang sudah jarang ada di kota namun bisa ditemukan di Pasar ini.
“Rasanya beda sekali. Kalau di kota, makanan tradisional sudah jarang. Tapi di sini kita bisa temukan nasi kuning kampung, kue diniohu, semua disajikan dengan nuansa tempo dulu. Estetik, nyaman, sekaligus membuat kangen,” katanya.
Lebih dari sekadar pasar, Ambuwa adalah destinasi wisata tradisional.
Sebuah ruang hidup yang memadukan kuliner, budaya, dan kebersamaan, sekaligus menjadi magnet baru pariwisata di Bone Bolango.
Jadi, jika Anda ingin menikmati kehangatan suasana tempo dulu, jangan lewatkan kesempatan berkunjung ke Pasar Ambuwa pada jadwal berikutnya. (*)
(TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.