Berita Nasional

Ibu Hamil dan Bayi Meninggal Setelah Ditolak 4 RS, Gubernur Minta Maaf! Akui Pemerintah Bodoh

Gubernur Papua, Mathius Derek Fakhiri, menyampaikan permohonan maaf mendalam kepada keluarga Irene Sokoy, ibu hamil

Editor: Wawan Akuba
KOMPAS.COM
DITOLAK RS -- Abraham Kabey dan kedua cucu (anak Irene Sokoy) saat berdiri di makam Irene Sokoy(KOMPAS.com/FINDI RAKMENI) 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Gubernur Papua, Mathius Derek Fakhiri, menyampaikan permohonan maaf mendalam kepada keluarga Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal bersama bayi yang dikandungnya setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.

Ia menyebut peristiwa ini sebagai bukti nyata kebobrokan layanan kesehatan di Papua dan berjanji melakukan evaluasi total.

“Saya mohon maaf atas kebodohan jajaran pemerintah dari atas sampai bawah. Ini contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di Papua,” kata Fakhiri usai mendatangi rumah keluarga Irene di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Sabtu (22/11/2025).

Fakhiri menegaskan akan mengganti sejumlah direktur rumah sakit di bawah pemerintah provinsi, memperbaiki peralatan medis yang rusak, serta meminta bantuan langsung kepada Menteri Kesehatan.

Baca juga: SK Pemberhentian Wahyudin Moridu Akhirnya Terbit, DPRD Gorontalo Pastikan Proses PAW Segera

Ia juga berkomitmen menyatukan seluruh direktur rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, untuk mengutamakan keselamatan pasien di atas segala prosedur administrasi.

“Layani dulu pasien, baru urus yang lain. Tidak ada alasan,” tegas mantan Kapolda Papua tersebut.

Perjalanan Tragis Irene Sokoy

Irene Sokoy meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain tanpa mendapatkan penanganan memadai.

Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, yang juga mertua Irene, menceritakan bahwa kontraksi mulai dirasakan Minggu siang (16/11).

Keluarga membawa Irene dengan speedboat menuju RSUD Yowari.

Namun, dokter kandungan tidak ada di tempat. Surat rujukan pun sangat lambat dibuat, hingga hampir tengah malam belum selesai.

Kondisi Irene semakin memburuk, sehingga keluarga memutuskan membawa ke RS Dian Harapan. Di sana, ruang perawatan penuh dan dokter anestesi tidak tersedia.

Perjalanan dilanjutkan ke RSUD Abepura, tetapi rumah sakit menolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi.

Irene kemudian dibawa ke RS Bhayangkara, namun keluarga diminta membayar uang muka Rp4 juta karena kamar BPJS penuh. 

Dalam perjalanan menuju RSUD Jayapura, Irene mengalami kejang-kejang. Mobil kembali ke RS Bhayangkara, tetapi Irene sudah menghembuskan napas terakhir bersama bayinya.

Klarifikasi Rumah Sakit

Empat rumah sakit yang disebut menolak Irene adalah RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara.

RSUD Yowari: Direktur Maryen Braweri menjelaskan hanya ada satu dokter kandungan yang sedang berada di luar kota.

Pasien dirujuk ke RS Dian Harapan dengan ambulans, namun ruang BPJS penuh dan dokter anestesi tidak tersedia.

RS Dian Harapan: Manajemen menegaskan tidak menolak pasien, melainkan sudah menyampaikan kondisi ruang NICU dan kebidanan penuh, serta dokter Obgyn cuti.

RSUD Abepura: Menolak karena ruang operasi sedang direnovasi.

RS Bhayangkara: Direktur AKBP dr Romy Sebastian menyebut ruang kelas III penuh, hanya tersedia kamar VIP.

Pasien ditawarkan sebagai pasien umum, tetapi keluarga tidak membawa uang.

Evaluasi Total

Fakhiri menilai tragedi ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan bukti sistem kesehatan Papua yang rapuh.

Ia menegaskan akan melakukan evaluasi menyeluruh, memperbaiki peralatan medis, dan mengganti direktur rumah sakit yang tidak mampu mengutamakan keselamatan pasien.

“Saya pastikan akan membenahi semua ini,” ujarnya.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved