Berita Nasional
37 Ibu Rumah Tangga Ditangkap Polisi Gara-gara Kasus Narkoba
Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, sebanyak 37 ibu rumah tangga (IRT) di Kalimantan Barat diamankan aparat kepolisian karena terlibat
Ringkasan Berita:
- Selama Januari sampai Oktober 2025, ada sebanyak 37 orang dalam 37 kasus
- Data ini diungkap langsung oleh Direktur Reserse Narkoba Polda Kalbar, Kombes Pol Deddy Supriadi
- Dosen Hukum Pidana Universitas Tanjungpura, Mega Fitri Hertini, turut memberikan pandangan
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mencatat 37 kasus peredaran narkoba yang melibatkan ibu rumah tangga (IRT).
Angka ini bukan hanya statistik, tetapi cerminan dari krisis sosial yang diam-diam menggerogoti fondasi keluarga di wilayah tersebut.
Para perempuan yang selama ini dikenal sebagai penjaga rumah dan pengasuh anak, kini harus berhadapan dengan jerat hukum karena terlibat dalam jaringan peredaran zat terlarang.
Baca juga: Terkuak Kronologi Wanita Dilecehkan Saat Sujud Salat Dzuhur Oleh Orang Tak Dikenal
Direktur Reserse Narkoba Polda Kalbar, Kombes Pol Deddy Supriadi, mengungkapkan bahwa seluruh kasus tersebut tersebar di berbagai kabupaten dan kota, dengan Kota Pontianak menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi.
“Selama Januari sampai Oktober 2025, ada sebanyak 37 orang dalam 37 kasus,” ujar Deddy saat memberikan keterangan di Mapolda Kalbar, Minggu (2/11/2025).
Deddy menegaskan bahwa keterlibatan IRT dalam kasus narkoba sangat memprihatinkan.
Ia mengimbau agar para perempuan yang berperan sebagai ibu dan istri tidak terjerumus dalam aktivitas ilegal yang dapat menghancurkan masa depan keluarga.
“Sebagai IRT yang merupakan pelindung anak dan keluarga, sebaiknya menggunakan waktu dan keterampilan ke arah yang lebih positif, daripada mengedarkan narkoba yang akan merusak tumbuh kembang anak dan keluarga,” pesannya.
Apa Itu Narkoba dan Mengapa Ini Kejahatan Luar Biasa?
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.
Zat-zat ini bekerja langsung pada sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kecanduan, hingga kematian.
Di Indonesia, peredaran dan penyalahgunaan narkoba dikategorikan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa karena dampaknya yang luas dan merusak generasi bangsa.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa pelaku peredaran narkoba dapat dikenai hukuman penjara minimal 4 tahun hingga maksimal hukuman mati, tergantung pada jenis narkoba, jumlah barang bukti, dan peran pelaku dalam jaringan.
Artinya, seorang ibu rumah tangga yang menjadi kurir atau pengedar bisa saja menghadapi ancaman hukuman seumur hidup, bahkan eksekusi mati jika terbukti menjadi bagian dari sindikat besar.
Mengapa IRT Bisa Terlibat? Ini Kata Akademisi
Dosen Hukum Pidana Universitas Tanjungpura, Mega Fitri Hertini, memberikan penjelasan mendalam mengenai fenomena ini.
Berdasarkan penelitiannya di Lapas Perempuan Pontianak dan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Mega menyebut bahwa keterlibatan IRT dalam jaringan narkoba bukan semata-mata karena niat jahat, melainkan karena tekanan hidup yang kompleks.
“Pertama yaitu ekonomi dan kebutuhan materiil. Desakan kebutuhan hidup seperti kesulitan ekonomi, rendahnya penghasilan suami, atau status sebagai single parent yang tidak memiliki pekerjaan tetap, memaksa IRT mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, atau melunasi utang,” jelas Mega.
Ia menambahkan bahwa banyak IRT yang tidak memiliki akses ke pekerjaan formal karena terbatasnya pendidikan atau karena harus mengurus anak di rumah.
Dalam kondisi seperti ini, tawaran menjadi kurir atau pengedar narkoba sering kali dianggap sebagai solusi cepat, meskipun berisiko tinggi.
“Ketidakmampuan akses pekerjaan formal, IRT dengan pendidikan terbatas atau yang harus menjaga anak di rumah sering kali kesulitan mendapatkan pekerjaan formal, sehingga tawaran menjadi kurir atau pengedar menjadi pilihan yang menggiurkan,” katanya.
Tekanan dari Pasangan dan Sindikat
Mega juga menyoroti peran pasangan dalam mendorong keterlibatan IRT dalam jaringan narkoba.
“Banyak IRT yang terlibat karena suami mereka adalah pengedar atau bandar narkoba. Istri sering dipaksa atau dimanfaatkan untuk menjadi kurir karena dianggap lebih aman dari kecurigaan aparat,” ungkapnya.
Dalam rumah tangga yang penuh kekerasan atau dominasi, perempuan sering kali tidak memiliki kekuatan untuk menolak.
“Dalam kasus kekerasan atau dominasi rumah tangga, istri mungkin tidak berani menolak perintah suami untuk menjadi kurir, khawatir akan keselamatan dirinya atau anak-anak,” tambah Mega.
Sindikat narkoba juga kerap memanfaatkan karakteristik psikologis sebagian IRT yang dianggap lebih mudah dibujuk.
“IRT, terutama yang memiliki sifat lembut, luwes, dan mudah dibujuk, sering menjadi sasaran utama sindikat untuk direkrut dengan iming-iming atau jebakan. Sindikat narkoba sering memanfaatkan IRT karena dianggap kurang mencurigakan,” jelasnya.
Faktor Psikologis dan Sosial yang Tak Terlihat
Mega menekankan bahwa faktor psikologis juga berperan besar. Konflik rumah tangga, perceraian, tekanan mental yang tidak tertangani, dan kurangnya dukungan emosional dari keluarga dapat membuat seseorang rentan mencari pelampiasan di luar. Dalam banyak kasus, pelampiasan itu berujung pada lingkungan yang memperkenalkannya pada narkoba.
“Kurangnya dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, perhatian, atau masalah dalam keluarga dapat membuat seseorang rentan mencari pelampiasan di luar, termasuk lingkungan yang mempertemukannya dengan narkoba,” kata Mega.
Ia menegaskan bahwa masih banyak perempuan yang belum memahami bahwa tindak pidana narkotika adalah kejahatan berat dengan konsekuensi hukum yang sangat serius.
“Mereka tidak sadar bahwa ini bukan pelanggaran ringan. Ini kejahatan luar biasa dengan ancaman pidana sangat tinggi, bahkan bisa dihukum mati,” tegasnya.
Perlu Intervensi Sosial dan Edukasi Hukum
Kasus 37 IRT yang terjerat narkoba di Kalbar bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal kegagalan sistem sosial dalam melindungi perempuan dari tekanan ekonomi, kekerasan rumah tangga, dan eksploitasi oleh jaringan kriminal.
Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, bukan hanya penindakan hukum, tetapi juga edukasi hukum, pemberdayaan ekonomi, dan perlindungan sosial bagi perempuan.
Jika tidak ada intervensi yang serius, angka ini bisa terus bertambah. Dan yang lebih mengkhawatirkan, anak-anak yang ditinggalkan para IRT ini akan tumbuh dalam stigma, kehilangan pengasuhan, dan berisiko mengulangi siklus yang sama.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/dyjtyjn.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.