Ijazah Gibran Rakabuming Raka
Subhan Palal Ajukan Syarat Damai Mengejutkan: Minta Maaf ke Rakyat dan Mundur dari Jabatan
Usai mediasi, Subhan mengungkapkan bahwa proposal tersebut berisi syarat mutlak agar perkara perbuatan melawan hukum ini selesai.
TRIBUNGORONTALO.COM -- Sidang gugatan perdata terkait keabsahan ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam perkembangan terbaru yang mengejutkan, penggugat Subhan Palal mengajukan proposal perdamaian dengan syarat yang tak main-main.
Dalam agenda mediasi tertutup yang berlangsung pada Senin (6/10/2025), Subhan, yang menggugat Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyampaikan dua syarat utama untuk mencabut gugatan
Sidang gugatan perdata Ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, masih berlanjut.
Usai mediasi, Subhan mengungkapkan bahwa proposal tersebut berisi syarat mutlak agar perkara perbuatan melawan hukum ini selesai.
"Saya nyatakan dalam mediasi tadi, dalam proposal saya minta, pertama para tergugat minta maaf kepada warga negara," kata Subhan dikutip dari Tribunnews.
Permintaan maaf ini ditujukan kepada seluruh warga negara Indonesia atas kekisruhan hukum yang terjadi.
Syarat kedua yang diajukan Subhan jauh lebih berat dan spesifik.
Baca juga: BMKG Ungkap Gorontalo Masuki Musim Hujan Sejak Agustus 2025, Puncaknya Diperkirakan Januari 2026
"Kedua, tergugat I dan tergugat II selanjutnya harus mundur dari jabatannya masing-masing," sambungnya.
Subhan secara implisit menuntut Gibran mundur dari posisi Wakil Presiden.
Ia juga meminta seluruh komisioner KPU mundur secara kolektif kolegial.
Subhan menegaskan bahwa tuntutan ganti rugi senilai Rp125 triliun yang tercantum dalam gugatan bukanlah syarat perdamaian.
"Tadi mediator minta bagaimana tentang tuntutan ganti rugi. Enggak usah. Saya enggak butuh duit," tegasnya.
Menurut Subhan, warga negara membutuhkan kesejahteraan dan pemimpin yang tidak cacat hukum, bukan uang.
Ia menjelaskan, gugatannya berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
Subhan menilai pencalonan Gibran tidak akan terjadi tanpa andil KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, KPU wajib ikut bertanggung jawab atas keberhasilan Gibran menjadi Wakil Presiden.
"Begitu tergugat II (KPU) masuk, terjadi unsur perbuatan melawan hukum menjadi sempurna," pungkasnya.
Duduk Perkara
Gugatan ini sendiri mempersoalkan pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden.
Penggugat Subhan Palal mengklaim bahwa Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan yang diamanatkan oleh undang-undang.
Dalam dokumen gugatannya, Subhan menulis bahwa Gibran diduga tidak pernah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.
Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (r).

Gugatan ini secara khusus menyoroti Pasal 169 huruf (r) UU Pemilu dan Pasal 13 huruf (r) Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.
Kedua pasal ini mensyaratkan calon presiden dan wakil presiden harus memiliki riwayat pendidikan minimal tamat SMA atau sederajat.
7 Poin Gugatan Subhan Palal
Ada tujuh poin petitum gugatan perdata yang dilayangkan Subhan.
Satu di antaranya meminta majelis hakim menghukum Gibran membayar uang ganti rugi Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiel dan imateriel kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum yang dikonfirmasi oleh Jubir II PN Jakpus, Sunoto, Rabu (3/9/2025) dilansir Kompas.com.
Berikut 7 poin isi petitum gugatan Subhan:
- Mengabulkan Gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya.
- Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan segala akibatnya.
- Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 - 2029.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000,- (seratus dua puluh lima triliun sepuluh juta rupiah), dan disetorkan ke Kas Negara.
- Menyatakan Putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini.
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Sosok Subhan Palal
Berdasarkan penelusuran dimesin Google, Subhan adalah seorang warga sipil asal Indonesia.
Ia diketahui berprofesi sebagai seorang advokat.
Baca juga: BSU 2025 Belum Cair Lagi, Ini Fakta Terbaru dan Hoaks yang Perlu Diwaspadai
Subhan tercatat tinggal di wilayah Jakarta Barat.
Gugatan Perdata
Secara definisi, gugatan perdata merupakan tindakan hukum yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum di pengadilan.
Gugatan ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara individu atau organisasi, yang berbeda dengan perkara pidana yang fokus pada pelanggaran terhadap negara.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.