Khazanah Islam

Sunah Memperbarui Wudu dalam Kondisi Suci, Simak Dalil dan Keutamaannya

Wudu merupakan kegiatan membersihkan diri yang dikerjakan umat islam sebelum melaksanakan ibadah salat maupun membaca alquran.

Editor: Fadri Kidjab
Freepik
PERBARUI WUDU -- Ilustrasi orang sedang berwudu. Simak dalil dan keutamaan memperbarui wudu. 

Kewajiban tersebut kemudian dinasakh (dihapus), namun hukum asal anjurannya tetap berlaku. (Lihat: Kementerian Wakaf, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, [Kuwait, Darus Salasil: 1427 H], juz X, hlm. 156). 

Dalam mazhab Syafii, persoalan tajdidul wudhu (memperbarui wudu) memiliki perdebatan yang dirangkum menjadi lima pendapat. Abdurrahman Ba'alawi dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin merangkum lima pendapat dari Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab sebagai berikut:

Dalam hal dianjurkannya tajdidul wudhu terdapat lima pendapat. Pendapat yang paling sahih adalah setelah wudu pertama digunakan untuk shalat, meskipun hanya salat sunah. 

Pendapat kedua, setelah salat wajib. Pendapat ketiga, setelah melakukan sesuatu yang disunahkan berwudhu. Pendapat keempat, setelah salat, sujud, atau membaca mushaf. Pendapat kelima, secara mutlak tanpa sebab."

Banyak umat Muslim di Indonesia, terutama di Jawa, berniat li raf’il hadats (untuk menghilangkan hadas) ketika berwudu. Niat ini umum diajarkan dan tercantum dalam kitab-kitab Fasholatan.

Namun, niat li raf’il hadats tidak bisa digunakan dalam tajdidul wudhu karena orang yang melakukannya sebenarnya tidak sedang berhadas. Mereka masih sah melaksanakan shalat tanpa harus memperbarui wudu.

Imam al-Bajuri menjelaskan hal ini:

“Tempat niat menghilangkan hadas adalah pada wudu selain wudu tajdid, karena wudu tajdid bukan untuk menghilangkan hadas melainkan untuk memperbarui wudu. Maka, orang yang memperbarui wudu tidak boleh berniat menghilangkan hadas, tidak pula berniat bersuci dari hadas. Demikian juga ia tidak boleh berniat istibahah, karena ia sudah boleh melaksanakan shalat tanpa wudu yang diperbarui.”

Niat yang Tepat untuk Tajdidul Wudhu

Niat yang paling tepat untuk tajdidul wudhu adalah fardhal wudhu, ada’al wudhu, atau cukup wudu saja. 

Contohnya, dengan mengucapkan nawaitul fardhal wudhu lillahi ta’ala. Syekh Nawawi al-Bantani mempertegas hal ini:

"Ketiga, yaitu berniat dengan niat fardhal wudhu, ada’al wudhu, atau wudu saja, meskipun yang berniat adalah seorang anak kecil atau orang yang memperbarui wudu."

Oleh karena itu, tajdidul wudhu dengan niat li raf’il hadats dianggap tidak sah dan tidak akan mendapatkan pahala sunahnya. 

Meskipun demikian, sebagian ulama masih membolehkannya dengan alasan qiyas (analogi) pada salat wajib yang diulang.

Kesimpulan
 
Tajdidul wudhu adalah amalan sunah yang memiliki dasar kuat dari praktik sahabat dan pandangan para ulama. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved