Pemkot Gorontalo
Dana Transfer ke Kota Gorontalo Dipotong Rp127 Miliar, Sejumlah Program Terancam Tertunda
Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo menghadapi tantangan berat dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Fadri Kidjab
Ringkasan Berita:
- Dana Transfer Dipotong Rp127 Miliar
- Belanja Pegawai Dominasi Anggaran Porsi belanja pegawai mencapai 42 persen dari APBD
- DPRD mendesak penertiban aset daerah dan mempertimbangkan ulang penyertaan modal Rp35 miliar di Bank SulutGo
TRIBUNGORONTALO.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo menghadapi tantangan berat dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026, menyusul pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp127 miliar.
RAPBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang masih dalam tahap pembahasan dan belum disahkan menjadi APBD. Di dalamnya tercantum proyeksi pendapatan daerah, termasuk dana transfer pusat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta belanja untuk pegawai, pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan program prioritas kepala daerah.
Setelah dibahas dan disetujui oleh DPRD bersama pemerintah daerah, RAPBD akan ditetapkan menjadi APBD yang sah dan digunakan untuk kegiatan pemerintahan selama satu tahun anggaran.
Pemangkasan dana transfer tersebut berdampak langsung pada sejumlah program prioritas yang terancam tertunda akibat keterbatasan fiskal daerah.
“Tadi dibahas terkait program-program prioritas yang belum terakomodir karena adanya pemotongan dana transfer pusat,” ungkap Kepala Badan Keuangan Kota Gorontalo, Nuryanto, saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Selasa (11/11/2025).
Ia menjelaskan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) diberikan kesempatan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Gorontalo untuk merumuskan ulang skema RAPBD pasca pemotongan tersebut.
“Dengan mengakomodir beberapa program prioritas dari Bapak Wali Kota, kami akan berkonsultasi terlebih dahulu untuk menentukan program-program yang menjadi fokus di tahun 2026,” tegasnya.
Nuryanto menyebutkan, besaran pemotongan tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp103 miliar dalam dokumen KUA-PPAS. Ia berharap pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan tambahan dana transfer pada pertengahan tahun depan agar program-program yang tertunda bisa tetap dilaksanakan.
“Kalau nanti ada tambahan dana transfer dari pusat, tentu akan kami gunakan untuk membiayai program-program penting yang belum terakomodir saat ini,” ujarnya.
Anggaran Kota Turun Jadi Rp990 Miliar
Data dari Badan Keuangan menunjukkan bahwa total APBD Kota Gorontalo tahun 2026 mengalami penurunan dari Rp1 triliun menjadi Rp990 miliar. Pemangkasan tersebut berdampak langsung pada pengurangan kegiatan di sejumlah OPD.
“Kami sedang mencoba melakukan efisiensi di beberapa jenis belanja, terutama yang bisa ditekan tanpa mengganggu pelayanan publik,” kata Nuryanto.
Ia menambahkan, prioritas belanja tetap diarahkan untuk kebutuhan publik, pelayanan masyarakat, ekonomi, dan infrastruktur. Sementara itu, kondisi PAD juga belum sepenuhnya membaik. Hingga 10 November, realisasi PAD mencapai sekitar 83 persen, dengan retribusi daerah di angka 85 persen.
Program Penanganan Banjir Belum Terakomodir
Salah satu program yang belum terakomodir dalam RAPBD 2026 adalah penanganan banjir. Nuryanto menyebut, program tersebut masih diupayakan melalui dana kelurahan sekitar Rp200 juta per kelurahan, serta alokasi dari pemerintah pusat.
“Untuk penanganan banjir besar, kemungkinan bisa dilakukan melalui Kementerian PUPR dan balai yang ada di Gorontalo. Sedangkan skala kecil ditangani lewat dana kelurahan,” jelasnya.
Baca juga: Mustafa Yasin Beraksi Sejak 2017, Korban Diiming-imingi Program Haji Furoda Murah
Belanja Pegawai Capai 42 Persen APBD
Belanja pegawai menjadi salah satu komponen terbesar dalam struktur APBD Kota Gorontalo. Nuryanto menyebut, porsinya mencapai 42 persen dari total APBD, melebihi batas ideal yang ditentukan undang-undang, yakni maksimal 30 persen.
Belanja pegawai mencakup gaji ASN, PPPK, tunjangan perbaikan penghasilan (TPP), serta gaji kepala daerah dan anggota DPRD. “TPP tahun ini mencapai Rp92 miliar, sudah turun sekitar 19 persen dari tahun sebelumnya,” ujarnya.
Pembayaran gaji bagi tenaga PPPK juga menyerap anggaran besar. Untuk PPPK penuh waktu dialokasikan Rp50 miliar, sedangkan PPPK paruh waktu sekitar Rp37 miliar, ditambah Rp1,4 miliar untuk asuransi BPJS.
Gaji ini menjadi salah satu topik alot dalam pembahasan di Aula DPRD Kota Gorontalo sore tadi. Di Kota Gorontalo sendiri, PPPK paruh waktu berjumlah sekitar 1.800 orang, sementara PPPK penuh waktu sekitar 700–800 orang. Gaji PPPK penuh waktu lebih besar dibandingkan paruh waktu.
“Belum termasuk 122 orang yang masih dalam proses konsultasi ke BKN,” tegas Nuryanto.
DPRD Desak Pemerintah Tertibkan Aset Daerah
Dalam rapat tersebut, Banggar DPRD juga menyoroti pemanfaatan aset daerah oleh Bank SulutGo (BSG). Anggota Komisi III DPRD Kota Gorontalo, Totok Bachtiar, menilai kerja sama pemanfaatan aset selama ini merugikan pemerintah daerah.
“Hanya Rp200 juta selama 30 tahun, ini tidak adil. Kami minta pemerintah segera mengambil langkah tegas,” kata Totok.
Ia berharap persoalan aset tersebut bisa diselesaikan sebelum 1 Januari 2026 agar Pemkot dapat memanfaatkannya kembali untuk kebutuhan kantor baru Dispenda.
Totok juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kembali penyertaan modal di Bank SulutGo senilai Rp35 miliar. Menurutnya, dana tersebut lebih baik digunakan untuk membiayai proyek prioritas, termasuk pembangunan kantor baru Wali Kota di kawasan Kendalas.
“Kalau perlu, saham itu kita tarik. Pemerintah sedang butuh biaya untuk infrastruktur,” ujarnya.
Rapat pembahasan RAPBD 2026 tersebut belum bersifat final. DPRD dan TAPD akan kembali menggelar pertemuan lanjutan untuk menyesuaikan anggaran per OPD dan memastikan program prioritas tetap berjalan di tengah keterbatasan fiskal.
(TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.