PEMPROV GORONTALO

Kadis PUPR-PKP Provinsi Gorontalo Ajak Pelaku UMKM Tertib, Trotoar Bukan Tempat Berjualan

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR-PKP) Provinsi Gorontalo, Aries Ardianto, angkat bicara mengenai maraknya penggunaan trotoar

Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TribunGorontalo.com/Herjianto Tangahu
JALUR PEDESTRIAN -- Potret trotoar atau Pedestrian kanal Tanggidaa. Dinas PUPR-PK Provinsi Gorontalo mengajak pelaku UMKM tidak berjualan di trotoar. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR-PKP) Provinsi Gorontalo, Aries Ardianto, angkat bicara mengenai maraknya penggunaan trotoar (jalur pedestrian) untuk aktivitas usaha dan parkir di Kota Gorontalo.

Aries Ardianto meminta para pelaku usaha agar tertib dan mematuhi aturan, sebab pedestrian bukan merupakan tempat untuk berjualan.

Penegasan ini disampaikan Aries saat menjadi narasumber dalam Dialog Aspirasi di Radio Rakyat Hulonthalo, Kabupaten Bone Bolango, Sabtu (18/10/2025).

Menurut Aries, penggunaan trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan penyandang disabilitas kini banyak disalahgunakan, terutama di ruas Jalan Jhon Aryo Katili dan Hos Cokroaminoto.

Aries menjelaskan, secara hukum, trotoar adalah bagian dari Ruang Milik Jalan (Rumija) yang penggunaannya telah diatur ketat oleh undang-undang.

"Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 1 Tahun 2019, berjualan di pedestrian atau trotoar itu dilarang," tegas Aries.

Ia menambahkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi karena tidak sesuai dengan peruntukannya. Pengalihan fungsi ini dinilai Aries tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengganggu kenyamanan dan hak pejalan kaki.

Meskipun menyayangkan pelanggaran tersebut, Aries tetap memberikan apresiasi terhadap pertumbuhan jumlah pelaku usaha di Kota Gorontalo sebagai tanda positif bagi perekonomian daerah.

"Harapan saya kepada pelaku usaha, agar tetap mengedepankan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang berlaku," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya menghormati hak masyarakat lain, terutama pejalan kaki.

"Di lokasi tersebut ada hak orang lain atau masyarakat pejalan kaki yang kita ambil haknya jika kita menggunakan trotoar tersebut untuk berjualan," pungkasnya.

Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo saat ini tengah gencar melakukan penataan kota. Salah satunya melalui proyek Pedestrian Kanal Tanggidaa di Kota Gorontalo yang dimulai sejak 14 Juli 2025, dengan nilai kontrak Rp4,7 miliar. 

Baca juga: Wali Kota Gorontalo Persilakan Warga Berjualan di Trotoar Jalan Eks Andalas dan Tanggidaa

Pandangan Akademisi

Polemik pemanfaatan trotoar sebagai tempat berjualan juga mendapat tanggapan dari akademisi Gorontalo.

Ketua Pengurus Wilayah Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (PW APHTN-HAN) Provinsi Gorontalo, Novendri M Nggilu, mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini tak bisa dilepaskan dari aturan main yang berlaku.

“Kami sudah mencermati polemik ini dan merasa perlu menyampaikan pernyataan sikap sebagai bentuk tanggung jawab moril atas tegaknya kepatuhan hukum di daerah,” ujar Novendri dalam keterangan resminya, Jumat (17/10/2025).

Pernyataan ini merespons rencana pemanfaatan trotoar di Jalan Eks Andalas dan Jalan Hos Cokroaminoto sebagai ruang ekonomi baru bagi UMKM.

Menurut Novendri, ada sejumlah aspek hukum yang harus diperhatikan sebelum kebijakan ini dijalankan.

Salah satunya adalah soal kewenangan. Berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 2014, pengelolaan jalan dibagi berdasarkan statusnya.

Jika trotoar berada di jalan provinsi, maka kewenangan penuh ada di tangan pemerintah provinsi.

“Pemerintah kabupaten/kota tidak bisa mengambil kebijakan sepihak tanpa kerja sama atau persetujuan resmi dari Gubernur,” tegasnya.

Tak hanya itu, Novendri juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap fungsi trotoar.

Ia mengingatkan bahwa trotoar secara hukum diperuntukkan bagi pejalan kaki, sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Penggunaan trotoar untuk berjualan bisa mengganggu keselamatan dan kenyamanan publik, bahkan berpotensi dikenai sanksi pidana,” tambahnya.

PW APHTN-HAN Gorontalo juga menyinggung sejumlah regulasi lain yang relevan, termasuk UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 34 Tahun 2006 yang mewajibkan izin dari penyelenggara jalan untuk pemanfaatan ruang jalan, serta UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menekankan pentingnya asas kewenangan yang sah dan kepastian hukum.

“Intinya, jangan sampai niat baik membuka ruang ekonomi justru menabrak aturan. Pemerintahan yang baik harus tetap berpijak pada hukum,” tandas Novendri.

 

(TribunGorontalo.com/Herjianto Tangahu/*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved