PEMPROV GORONTALO

WPR Pohuwato Resmi Terbit! Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail Ungkap Luasannya

Penulis: Herjianto Tangahu
Editor: Wawan Akuba
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

HUTAN -- Potret lanscape hutan Pohuwato, kabupaten paling ujung Barat Gorontalo.

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Lahan seluas 550 hektar (Ha) di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, telah disetujui sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 

Menurut Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, persetujuan 550 Ha itu sudah diterbitkan Menteri ESDM, Bahlil Lahadia.

Secara rinci, ratusan hektar itu masuk dalam administrasi Desa Hulawa dan sekitarnya.

“Menteri ESDM sudah menerbitkan persetujuan WPR seluas 550 hektar di Pohuwato, lebih spesifik di Desa Hulawa dan sekitarnya,” jelas Gusnar di hadapan massa.

Menurutnya, dari total 550 hektar tersebut akan diterbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan mekanisme khusus.

Setiap orang yang mengajukan izin akan mendapatkan lahan maksimal 5 hektar. 

KONFLIK PERTAMBANGAN -- Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, dan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo serta Pansus Pertambangan bertemu masa aksi, Senin (25/8/2025). WPR 550 Hektar di Segera Terbit, Penambang Lokal Bisa Dapat Izin

Sedangkan untuk pengelolaan yang membutuhkan minimal 10 hektar, maka syaratnya harus berbentuk koperasi.

Gusnar juga menambahkan bahwa usai menerima surat dari Kementerian, ia langsung berkoordinasi dengan Pemda Pohuwato. 

Pemerintah daerah diminta segera menginventarisasi calon penerima IPR agar penambang lokal benar-benar terakomodir.

“Lampirkan berbagai bentuk persyaratan sampai ke Gubernur, Gubernur yang bikin SK,” ujarnya.

Dengan langkah tersebut, Gusnar berharap polemik yang selama ini menimpa penambang rakyat di Hulawa bisa mendapat jalan keluar.

Selain kabar baik mengenai WPR, Gusnar juga mengingatkan agar perusahaan tambang di Pohuwato tidak gegabah mengajukan perluasan lahan sebelum melengkapi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kalau belum ada AMDAL, jangan minta perluasan area dulu,” tegasnya.

Sementara mengenai isu relokasi warga Hulawa yang juga disuarakan massa aksi, Gusnar mengaku belum bisa memberikan jawaban karena baru mendengar persoalan itu saat demonstrasi berlangsung.

Ia menegaskan, solusi terbaik dari permasalahan tambang adalah dengan membuka ruang dialog. 

“Saya berharap ada diskusi yang terbangun dengan massa aksi sebagai bentuk tindak lanjut,” tuturnya.

Sebelumnya, PMII Kota Gorontalo bersama Aliansi GEMPA menggeruduk Kantor DPRD Provinsi Gorontalo dengan membawa enam tuntutan pokok. 

Mereka menyoroti aktivitas perusahaan tambang di Desa Hulawa yang dinilai merugikan rakyat.

Korlap aksi, Taufik Dunggio menegaskan bahwa tuntutan itu lahir dari penderitaan panjang masyarakat.

“Kami menyuarakan enam tuntutan pokok yang lahir dari penderitaan rakyat,” ujarnya.

Beberapa di antaranya yakni mendesak pemerintah menyelesaikan pembayaran tali asih yang belum dituntaskan, menghentikan segala bentuk pelarangan aktivitas tambang rakyat, menolak pengalihfungsian hutan desa menjadi hutan produksi, hingga meminta penghentian seluruh aktivitas perusahaan sebelum konflik terselesaikan.

“Kami tidak ingin tanah leluhur kami hilang. Kami tidak ingin hutan kami dirampas. Kami tidak ingin anak cucu kami hidup dalam penderitaan akibat kerakusan segelintir orang,” teriak Taufik. (*/Jian)