TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Polemik antara Kepala SDN 5 Dungaliyo, Olis Tanaiyo, dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Alhanapi Aku, akhirnya menemukan titik terang, Rabu (7/5/2025).
Setelah proses mediasi yang difasilitasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gorontalo, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
Alhanapi pun dipastikan batal diberhentikan dan akan kembali mengajar di SDN 5 Dungaliyo.
Kepala SDN 5 Dungaliyo Olis Tanaiyo menegaskan bahwa permasalahan telah diselesaikan secara musyawarah mufakat.
“Alhamdulillah, hasil mediasi disepakati secara baik. Kami berdua sudah saling memaafkan dan bersalaman. Jadi, batal diberhentikan dan beliau tetap akan mengajar di sini,” jelas Olis, Rabu (7/5/2025).
Olis menyatakan bahwa sejak awal tidak ada keputusan pemecatan, melainkan hanya imbauan.
Dalam keterangannya, kepsek mengaku hanya meminta Alhanapi mencari sekolah lain.
Hal itu kata dia sebagai bentuk evaluasi internal terkait pengelolaan buku paket Pendidikan Agama Islam.
“Tidak ada kata pecat. Yang ada hanya permintaan agar beliau mencari sekolah lain untuk sementara waktu," ucap Olis.
"Namun setelah dimediasi, beliau kembali aktif mengajar di sini,” tambah Olis.
Mediasi yang berlangsung di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo turut dihadiri para guru SDN 5 Dungaliyo dan sejumlah pejabat dinas.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perselisihan dan kembali menciptakan suasana kerja yang kondusif.
Masalah Awal
Alhanapi Aku, seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN 5 Dungaliyo, justru diberhentikan secara sepihak oleh kepala sekolah (kepsek).
Hal itu setelah ia mengungkapkan adanya dugaan pengadaan fiktif buku paket PAI di sekolah tersebut.
Bahkan, Alhanapi mengaku kecewa gara-gara menerima pemberhentian tanpa proses klarifikasi.
Pemberitahuan pemberhetiannya pun kata dia hanya melalui pesan singkat WhatsApp sejak 1 Mei 2025.
Kepada TribunGorontalo.com pada Minggu (4/5/2025), Alhanapi mengungkapkan dugaan ia dipecat.
Ia menduga pemecatannya terkait dengan ketidaksesuaian jumlah buku paket PAI yang ia ketahui.
Menurut Alhanapi, ia hanya memegang lima eksemplar buku paket untuk siswa.
Namun, laporan kepala sekolah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat adanya 27 buku.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terdapat 27 buku seharusnya ada di sekolah ini, tapi faktanya kami hanya ada 5 buah buku PAI," ungkapnya.
Alhanapi merasa dituduh menghilangkan buku yang menurutnya memang tidak pernah ada di sekolah.(*)