Andi mengatakan, berdasarkan keputusan rektor, EM berpotensi dijatuhi sanksi sedang hingga berat, mulai dari skors hingga pemberhentian tetap.
“Keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Nah, sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skorsing hingga pemberhentian tetap,” ujarnya.
Karena EM berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan juga Guru Besar, pemberian sanksi melibatkan koordinasi dengan tiga kementerian.
Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi.
“Oleh karena itu, kami setelah liburan Idul Fitri ini akan menetapkan keputusan itu,” kata Andi.
Status Guru Besar Menunggu Keputusan Kementerian
Mengenai status EM sebagai Guru Besar, Andi menegaskan bahwa kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait.
“Harus dipahami, status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya (dicabut), mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” tegasnya.
UGM memastikan bahwa pendampingan kepada para korban masih terus dilakukan oleh Satgas PPKS. Evaluasi dilakukan secara berkala berdasarkan kondisi psikologis masing-masing korban.
“Masih. Itu kan juga kami lihat per case. Nah itu detailing, teman-teman dari Satgas PPKS masih terus mendampingi,” ucap Andi.
“Jadi kita lihat case-nya seperti apa. Kalau memang sudah membaik dan dipandang dari sisi psikologis dan psikis korban sudah membaik, ya kami kemudian menyatakan selesai.”
Artikel ini telah tayang di KompasTV dan Tribuntangerang.com