TRIBUNGORONTALO.COM-Gubenur Jawa Barat Dedi Mulyadi dicegat ibu-ibu ojol. Ibu ojek online itu berteriak meminta perhatian.
Dari video yang beredar, ibu driver ojol itu berani menantang Dedi Mulyadi, dan meminta agar Dedi Mulyadi mulai melirik persoalan ojek online.
Sang ibu meminta agar Gubernur melawan aplikasi ojek online yang dinilai telah melakukan eksploitasi terhadap driver.
Langkah Dedi Mulyadi terhenti usai menghadiri Sidang Paripurna di DPRD Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis (10/4/2025).
Selain meladeni warga yang meminta salaman dan foto, KDM juga diteriaki seorang wanita berjaket ojek online.
"Bapak aing berani gak sama aplikator," teriak wanita tersebut.
Ia terus meneriaki tantangan yang sama selama Dedi berjalan menuju mobilnya. Driver ojol Sukabumi tersebut berpindah-pindah demi bisa menyampaikan aspirasinya.
Baca juga: Baru Saja Terjadi Gempa Bumi Magnitudo 5,2 Sabtu 11 April 2025 Guncang Tojo Una-Una Sulteng
Sampai kemudian dia berhasil mencapai ke pintu depan mobil, tempat Dedi Mulyadi duduk. Pada KDM, driver ojol Sukabumi ini menyampaikan keluhannya soal aturan aplikasi.
"Eksploitasi ojol sangat, sangat besar, kapan bapak kaing mau ngurusin ojol ? karena pemerintah udah gak mau ngurusin ojol," katanya.
Seperti biasanya, Dedi Mulyadi mencoba menyerap dan mendengarkan semua keluhan itu. KDM mengatakan bakal meninjau lebih dulu kewenangannya sebagai Gubernur Jabar terhadap aplikasi driver ojol.
"Iya kita lihat yah, kita kan ada batasan kewenangan gubernur," kata KDM.
Walau begitu ibu driver ojol tersebut masih tetap berkukuh.
"Tapi mereka gak nurut sama SK yang tahun kemarin sudah dikeluarkan. Dishub yang mengeluarkan dan mereka gak ngikuti," katanya.
"Ok nanti kita ambil tindakan kalau melanggar," jawab Dedi Mulyadi.
Ia pun menekankan driver ojek online akan menumpukan harapannya pada Dedi Mulyadi.
"Ok ojol berharap sama bapak aing yah," katanya.
Belakangan diketahui bahwa driver ojol Sukabumi yang adang Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bernama Reni.
Usianya 45 tahun. Reni ojol Sukabumi tinggal di Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi.
Dia merasa aplikasi ojek online telah melakukan eksploitasi terhadap drivernya.
"Tuntutan ojol yang eksploitasinya sangat ekstrim," katanya.
Reni mengatakan driver ojol Sukabumi meminta perhatian terkait dengan KIP, PIP dan PBI.
"Karena kita juga sama rakyat yang membayar pajak. Rakyat Sukabumi, Kami punya hak. Tapi pada faktanya lebih banyak yang tidak memenuhi standar, misalnya keluarga-keluarga ataupun yang mampu. Sedangkan kita ojol pendapatanya sudah jelas-jelas sangat minim tetapi kita tidak diperhatikan. Katanya akan diberi kuota KIP, KIS ,PBI sama pemerintah sampai hari ini belum juga ada realisasinya," kata Reni.
Selain itu Reni juga mengeluhkan besaran tunjangan hari raya (THR) pada Lebaran 2025 kemarin. Informasinya besaran THR merupakan perhitungan 20 persen dari pendapatan selama satu tahun.
Tapi pada faktanya, Reni mengaku hanya mendapat Rp 50 ribu.
"Yang ada kita hanya mendapat Rp 50 ribu saja setiap driver. Kami benar-benar dibodohi oleh aplikator. Pemerintah dibohongi, driver dibohongin. Jadi semua dibohongin sama aplikator," kata Reni driver ojol Sukabumi.
Nasib sama dialami oleh driver ojol satu ini. Sebagian driver ojek online atau driver ojol akhirnya menerima Bantuan Hari Raya (BHR).
Namun banyak driver ojol yang cuma dapat uang Lebaran Rp 50 ribu. Hal ini dirasakan oleh driver ojol bernama Edi (42).
Edi menerima BHR Rp 50 ribu dari Gojek, dan dikirim ke dompet digital Gopay-nya pada Sabtu (22/03/2025).
“Ya mau gimana, sedih enggak sedih, soalnya kan kita bukan karyawan, cuma mitra hitungannya. Ya itu mah ya kewenangan dari kantor Gojeknya aja,” kata Edi saat ditemui di Stasiun Jurang Mangu, Tangerang Selatan, Rabu (26/3/2025), melansir dari Kompas.com.
Saat pemerintah menetapkan aturan BHR ojol ini, Edi mengaku sempat senang dan berharap mendapatkan uang banyak.
Namun, harapan tersebut berakhir begitu melihat nominal yang didapatkan Rp 50.000.
“Di balik seneng itu ya balik lagi ke diri kita, kita itu bukan karyawan gitu,” katanya.
Edi sudah hampir delapan tahun terdaftar sebagai pengemudi ojol Gojek.
Baca juga: Ekonom Muda Gorontalo Inkrianto Mahmud Ingatkan Risiko Tarik Dana dari Bank SulutGo
Dalam sehari, Edi biasa menerima hingga 25 pesanan ojek. Nominal BHR yang diterimanya tidak sebanding dengan kinerja dan dedikasinya.
Menurut Edi, rekan driver ojol Gojek lainnya juga ada yang menerima BHR Rp 50.000.
“Dapetnya itu kebanyakannya antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000 tapi kebanyakan Rp 50.000,” katanya.
Diketahui, BHR bagi mitra ojol dibagi ke dalam lima kategori, yaitu Mitra Utama, Mitra Juara, Mitra Unggulan, Mitra Andalan, dan Mitra Harapan.
Mitra Utama merupakan kategori tertinggi dengan syarat minimal 25 hari kerja per bulan, 200 jam online, dan tingkat penyelesaian order minimal 90 persen selama periode Maret 2024 hingga Februari 2025.
Mitra dalam kategori ini berhak menerima BHR sebesar Rp 900.000. Sementara itu, kategori lainnya mendapatkan nominal lebih kecil, yaitu Mitra Juara Rp 450.000, Mitra Unggulan Rp 200.000, Mitra Andalan Rp 100.000, Mitra Harapan Rp 50.000.
Sementara itu, pemberian BHR oleh perusahaan aplikasi ojek online (ojol) ternyata tidak merata, meskipun pengemudi telah lama menjadi mitra.
Nadi (42), seorang pengemudi ojek online yang telah beroperasi hampir sepuluh tahun, mengungkapkan bahwa ia tidak menerima BHR sama sekali.
Meskipun sudah lama, status Nadi sebagai pengemudi Gojek masih di tingkatan dasar. Di samping itu, ia juga melihat pengemudi lainnya yang tidak mendapatkan BHR.
“Tidak tahu. Saya kan basic, yang rendah. Walaupun begitu, ini banyak yang tidak dapat,” ujar Nadi dengan nada kecewa.
Dibandingkan pengemudi lainnya, Nadi merasa ketidakadilan lebih dirasakan oleh pengemudi yang lebih tua darinya karena mereka tidak menerima BHR.
“Jujur kalau saya mah masih muda, ya 42 tahun. Yang umur-umur tua kayak gini nih banyak yang tidak dapat. Apalagi yang rumahnya jauh,” kata Nadi sambil melirik rekannya yang sedang menunggu orderan di Stasiun Tanahabang, Rabu (26/03/2025).
Menurut Nadi, keputusan pemerintah terkait aturan BHR dinilai belum siap dan belum layak untuk diterapkan. Sebagai pengemudi ojol aktif, ia sudah mengetahui peraturan tentang BHR ini sejak tahun lalu.
Meskipun sudah dibahas lama oleh pemerintah, Nadi menilai peraturan ini masih belum siap untuk dilaksanakan.
“Itu aturan sudah dari jamannya Jokowi (Joko Widodo). Tahun kemarin sudah ada, cuma belum terlaksana. Sekarang saja di zaman Prabowo baru terlaksana, cuma gocap,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan jajaran pemerintah agar tidak membuat peraturan baru jika dirasa belum sesuai dengan keadaan masyarakat.
“Makanya Menteri tidak usah ngomong macam-macam deh. Kalau kamu tidak berani ngegebrak, tidak usah ngomong,” katanya dengan berapi-api.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com