Setelah seminar hisab-rukyat, Kemenag akan menggelar sidang isbat secara tertutup dan hasilnya akan diumumkan langsung oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada pukul 19.00 WIB.
Sebagai informasi, untuk metode hisab, pemerintah Indonesia berpatokan pada kriteria MABIMS untuk menentukan awal bulan hijriah, yakni ketika ketinggian hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.
Lebaran Muhammadiyah 2025 Sudah Ditetapkan Senin, 31 Maret 2025
Sebelum dilakukannya sidang isbat Idul Fitri 2025 untuk menetapkan 1 Syawal 2025, Lebaran Muhammadiyah 2025 sudah lebih dulu ditetapkan secara resmi jauh-jauh hari.
Sebagaimana diketahui, di Indonesia, perbedaan penetapan Idul Fitri antara pemerintah dan Muhammadiyah sering terjadi sebagaimana pada penetapan 1 syawal 2025.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode dalam menentukan awal bulan Hijriah, terutama dalam melihat hilal (bulan baru).
Perbedaan Idul Fitri antara pemerintah dan Muhammadiyah terjadi karena perbedaan metode rukyat (pengamatan langsung) dan hisab (perhitungan astronomi).
Dikutip dari laman resminya, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 syawal 1446 Hijriyah atau Idul Fitri 2025 jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Penetapan itu sesuai dengan Maklumat Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025.
Dalam maklumat itu juga ditetapkan, Idul Adha 2025 jatuh pada 6 Juni 2025, serta Puasa Arafah pada 5 Juni 2025.
Penetapan itu didasarkan pada hasil hisab dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, yang merupakan penghitungan astronomi untuk menentukan awal bulan Hijriah tanpa menunggu rukyatul hilal.
Sembari menunggu hasil sidang isbat Idul Fitri 2025, pemerintah melalui Kementerian Agama sendiri memprediksi 1 syawal 2025 akan jatuh pada 31, yang artinya hari Lebaran versi pemerintah dan Muhammadiyah diprediksi akan sama.
Kenapa pemerintah dan Muhammadiyah sering berbeda?
Sebenarnya ada dua metode utama yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah di Indonesia. Pemerintah Indonesia (melalui Kementerian Agama) dan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyatul hilal.
Cara ini mengandalkan pengamatan langsung terhadap hilal (bulan sabit pertama) setelah matahari terbenam di akhir bulan Syaban atau Ramadhan.
Jika hilal terlihat maka keesokan harinya sudah masuk bulan baru (Syawal). Jika tidak terlihat maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
Pemerintah juga mengikuti kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang menetapkan syarat minimal tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat agar bisa terlihat.
Sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal, yaitu perhitungan matematis dan astronomi tanpa perlu melihat hilal secara langsung.