Berita Viral Nasional

20 Tahun Rumahnya Digusur Jadi Jalan Umum, Wanita Ini Masih Ditagih Pajaknya

Editor: Ponge Aldi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAGIHAN PAJAK - Henny Yulianti (60), warga Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tak kuasa menahan tangis ketika menceritakan penggusuran tanahnya yang 20 tahun tidak kunjung dibayar, Sabtu (22/3/2025). Warga Dusun Krajan, Desa Batujaya, Karawang, berada di jalan menuju jembatan penghubung Karawang-Kabupaten Bekasi, Selasa (18/3/2025).

TRIBUNGORONTALO.COM - Wanita ini ditagih pajak bumi bangunan (PBB) setelah tanah dan rumahnya digusur untuk bangun jalan umum 

Wanita bernama Henny Yulianti. warga Warga Batujaya, Karawang, Jawa Barat masih harus bayar PBB setalah rumahnya sudah menjadi jalan umum sejak 20 tahun lalu.

Rumah Henny digusur untuk pembangunan jalan menuju Jembatan Batujaya tapi dia masih menerima tagihan membayar PBB atas tanah yang sudah tidak tempati.

Henny mengaku rumah dan tanahnya di Dusun Krajan, Desa Batujaya, digusur pada 2005.

Ia dipaksa melepas tanah seluas 426 meter persegi untuk pembangunan jalan penghubung Karawang–Bekasi, meski menolak nilai ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.

"Saya juga masih bayar PBB, terakhir 2024 lalu juga saya dapat SPPT dan saya bayar aja," ujar Henny, Sabtu (22/3/2025).

Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karawang menjelaskan alasan mengapa hal ini bisa terjadi.

Kepala Bidang Aset BPKAD Karawang, Katmi, mengonfirmasi bahwa pada tahun 2006, telah dilakukan pembebasan lahan seluas 4.791 meter persegi untuk pembangunan akses jalan di daerah Batujaya.

Tanah tersebut dibeli untuk akses menuju jembatan penghubung antara Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.

"Salah satu nama yang dibeli berdasarkan keterangan camat adalah Henny," ungkap Katmi saat dihubungi pada Minggu (23/3/2025), melansir dari Kompas.com.

Terkait dengan penagihan pajak yang masih diterima Henny Yulianti, Katmi menjelaskan bahwa pemilik lahan tidak segera mengurus pemecahan sertifikat setelah tanahnya dibebaskan.

"Apabila terdapat tanah yang tidak seluruhnya dibeli oleh pemda, seharusnya bukti kepemilikan dilakukan splitsing atau pemecahan di BPN, dan pemilik tanah mengurus perbaikan SPPT di Bapenda," kata Katmi.

Katmi juga menanggapi klaim bahwa pembebasan lahan warga belum dibayarkan.

Ia meminta agar pembuktian dilakukan secara otentik.

"Harus dibuktikan, jangan lisan. Kalau menurut keterangan camat waktu itu sudah dibayar. Kami tidak bisa konfirmasi ke PPTK/pejabat yang mengadakan tanah waktu itu karena sudah pada meninggal dunia," tambahnya.

Sebelumnya, Henny mengungkap bahwa saat digusur pada 2005 lalu, Henny menyebut tanah miliknya hanya dihargai Rp 80 ribu per meter.

Halaman
12