Penulis : Sri Cindi Patuti, Nayla Faradila, Ravika Latedu, Haryanti Huna, Sri Rawanti M.Pd
ANAK-ANAK usia dini merupakan generasi yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia di kemudian hari.
Karakter yang dibentuk oleh anak-anak usia dini sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari, jika karakter tersebut dibentuk dengan baik selama proses tumbuh kembangnya.
Pendidikan karakter sebagai alternatif yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi kesulitan yang muncul sebagai akibat dari krisis di Indonesia.
Sebagai alternatif, pendidikan karakter diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda negara ini dalam berbagai hal, serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh krisis karakter.
Anak-anak usia dini sangat spontan dalam melakukan aktivitas dan berinteraksi dengan orang lain. Jika orang tua atau guru tidak memberikan atau memberi tahu kepada anak secara langsung tentang perilaku yang diharapkan masyarakat, memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak, dan membiasakan anak untuk berperilaku baik di mana pun mereka berada, anak-anak tidak dapat membedakan apakah perilaku yang mereka tunjukkan dapat diterima atau tidak diterima oleh orang lain.
Namun, satu hal yang perlu diperhatikan saat membangun sikap anak agar menjadi orang yang berperilaku baik adalah bahwa anak-anak usia dini belum mempelajari banyak tentang bagaimana harus berperilaku sehingga dapat diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu, peran pendidikan sangat penting untuk membantu menanamkan karakter pada anak-anak sejak usia dini dengan memberikan bantuan melalui pendidikan karakter.
Masyarakat yang mendengar kata karakter merasa sudah tidak asing lagi. Sangat sering disebut dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika melihat seseorang berperilaku baik maupun buruk.
"Karakter" didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti.
Pendidikan karakter adalah suatu metode yang mengajarkan nilai-nilai perilaku (karakter) kepada anak murid didik di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk menerapkannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan bangsa, sehingga menjadi manusia yang ideal. Akibatnya, karakter dianggap sebagai nilai yang dapat diterima oleh masyarakat membutuhkan sistem penanaman sehingga dapat berperilaku dengan baik.
Sebagaimana dinyatakan oleh Darma Kesuma, tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
- Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu untuk membentuk kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang unik,
- Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh sekolah,
- Membentuk hubungan yang kuat dengan keluarga dan masyarakat dalam menunjukkan tanggung jawab peserta didik.
Dengan mengembalikan manusia ke fitrahnya dan selalu menghiasi kehidupan mereka dengan nilai-nilai kebajikan yang telah digariskan oleh-Nya, degradasi moral yang dialami bangsa ini dapat dikurangi.
Salah satu cara nyata untuk mempersiapkan generasi yang berkarakter yang akan membawa kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia adalah dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak usia dini.
Dalam era globalisasi, peran guru sangat sulit dan penuh tantangan. Oleh karena itu, peran guru harus mengedepankan profesionalisme saat menghadapi tantangan globalisasi. Menurut Azra, Lickona, Schaps, dan Lewis, peran guru adalah sebagai berikut:
- Untuk membangun karakter, guru harus terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran, berbicara, dan mengambil inisiatif.
- Mereka juga harus menjadi model moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswanya.
- Pendidik harus mengajarkan bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerja sama dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
- Pendidik juga harus berpikir tentang masalah moral seperti bertanya-tanya tentang hal-hal yang baik dan buruk.
Nilai-nilai pendidikan karakter berikut harus diterapkan dan ditanamkan pada anak usia dini:
- Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan orang-orang dari agama lain.
- Jujur, sikap dan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaannya.
- Toleransi, sikap dan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat menghargai dalam perbedaan.
- Disiplin, yaitu perilaku yang tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan ketentuan.
- Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh untuk mengatasi berbagai hambatan dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
- Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki.
- Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan tugas.
- Cinta tanah air adalah cara berpikir, bertindak, dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
- Menghargai sikap, pretasi, dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
- Bersahabat atau komunikatif adalah cara bertindak yang menunjukkan rasa senang berkomunikasi.
Dalam bahasa Sansekerta, "buddhaya", bentuk jamak dari "buddhi" (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, istilah culture berasal dari kata Latin Colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan. Bisa juga berarti mengolah tanah atau bertani.
Dalam bahasa Indonesia, kata "kultur" juga kadang-kadang digunakan untuk menerjemahkan kata "budaya".
Pengembangan budaya memungkinkan manusia untuk mengontrol atau menekan penggunaan nalurinya sekecil mungkin. Akibatnya, manusia tidak hanya menerima pengaruh alam, tetapi juga tidak mengkonsumsi sumber daya alam (SDA) sebagaimana adanya.
Selain itu, dapat dikatakan bahwa manusia dianggap berkebudayaan jika mereka mampu melakukan pembatasan diri dan menjalani kehidupan mereka berdasarkan azas "kecukupan", atau kebutuhan dasar, daripada hanya menurut keinginan.
Dalam pendidikan anak usia dini (PAUD), proses pembelajaran lebih ditekankan sebagai tempat bermain, di mana anak mulai mengenal orang lain dan berkreasi di bawah bimbingan dan asuhan orang tua atau guru.
Proses pembelajaran di PAUD berfokus pada pengembangan kecerdasan dan kepribadian yang sebenarnya dimiliki setiap anak.
Internalisasi adalah proses penanaman nilai ke dalam jiwa seseorang sehingga nilai-nilai tersebut dapat tercermin pada sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang telah terinternalisasi pada seseorang dapat diidentifikasi melalui tingkah lakunya.
Internalisasi nilai budaya berkembang di masyarakat sebagai hasil dari hak dan cipta manusia dan pada dasarnya tidak hanya diambil dari keluarga, tetapi juga
diambil dari lingkungan sekitar. Itu berarti lingkungan sosial masyarakat dimana budaya itu berkembang sendiri diciptakan oleh aktivitas hidup sehari-hari.
Secara tidak sadar kita melakukannya banyak figur telah mempengaruhi komunitas, seperti kiai, ustadz, dan profesor .
Pada dasarnya, internalisasi telah ada sejak lahir. Internalisasi terjadi melalui komunikasi, yang terjadi dalam bentuk pendidikan dan sosialisasi.
Nilai-nilai budaya yang harus ditanamkan dalam tujuan adalah hal yang paling penting dalam proses internalisasi. Manusia akan menjadi sebuah kepribadian setelah mereka memahami nilai-nilai tersebut.
Internalisasi adalah proses penerapan nilai ke dalam jiwa seseorang sehingga nilai-nilai tersebut tercermin dalam sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai yang diinternalisasikan harus sesuai dengan norma dan aturan masyarakat.
Dalam hal budaya, internalisasi membantu perkembangan, perbaikan, dan penyaringan manusia. Manfaat pengembangan mencakup pengembangan potensi seseorang untuk menjadi pribadi dan berperilaku baik agar seseorang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
Manfaat perbaikan juga bertujuan untuk memperkuat kepribadian yang bertanggung jawab dalam pengembangan seorang individu yang lebih bermartabat. Manfaat penyaring bertujuan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sejalan dengan mereka.
Internalisasi memiliki hubungan dengan pembentukan kepribadian, karena gejala kepribadian seseorang akan berkembang secara bertahap dalam masyarakat sebagai hasil dari proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang dianggap baik, termasuk nilai-nilai kebudayaan.
Karena hubungannya dengan sosialisasi, internalisasi erat kaitannya dengan sosialisasi, sehingga nilai-nilai yang diinternalisasi oleh manusia akan berakar dalam sikap dan kepribadian mereka. Norma-norma, pola-pola tingkah laku, dan nilai-nilai budaya juga dapat membentuk kepribadian secara langsung atau tidak langsung.
Selanjutnya, individu yang sedang membentuk kepribadiannya menerima dan memperhatikan semua ini melalui berbagai bentuk interaksi kelompok. Kemudian, segala norma dan pola yang diinternalisasikan di dalam otaknya tidak pecah, tetapi tetap menyatu, yang menghasilkan organisasi kehidupan.
Berbagai faktor, termasuk lingkungan budaya di mana anak tumbuh dan berkembang, dapat memengaruhi hubungan antara karakter anak usia dini dengan internalisasi nilai-nilai budaya. Karakter anak usia dini, yang mencakup elemen seperti kepribadian, moralitas, dan nilai-nilai, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor berikut dapat membantu menjelaskan hubungan antara karakter anak usia dini dan internalisasi nilai-nilai budaya:
Perkembangan Karakter Anak:
- Anak-anak pada usia dini cenderung membentuk karakter mereka melalui interaksi mereka dengan orang-orang di sekitar mereka, seperti keluarga, teman sebaya, dan komunitas.
- Nilai-nilai budaya yang diajarkan dan diinternalisasi oleh keluarga dan masyarakat akan membentuk karakter anak.
Model Peran :
- Anak-anak pada usia dini sering meniru perilaku orang dewasa dan tokoh-tokoh di sekitarnya.
- Jika tokoh-tokoh tersebut mengutamakan dan menerapkan prinsip-prinsip budaya, anak-anak lebih mungkin menginternalisasikan prinsip-prinsip tersebut.
Pendidikan dan Pengajaran:
- Nilai-nilai budaya dapat disampaikan dan diinternalisasikan melalui sistem pendidikan dan pengajaran pada anak usia dini.
- Anak dapat memahami dan mengadopsi nilai-nilai ini melalui aktivitas pembelajaran yang menekankan norma-norma budaya
Lingkungan Sosial:
- Interaksi anak dengan teman sebaya juga memainkan peran penting dalam pembentukan karakter mereka.
- Nilai-nilai budaya yang ditanamkan dalam kelompok sosial anak dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dan bersosialisasi
Media dan Teknologi:
- Pengaruh media dan teknologi, seperti buku cerita, film, dan program televisi, juga dapat membantu atau menghalangi internalisasi nilai-nilai budaya.
- Pentingnya memilih konten media yang mendukung nilai-nilai budaya yang baik.
Ritual dan Tradisi:
Anak-anak dapat mengalami nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat mereka secara langsung melalui partisipasi dalam ritual dan tradisi budaya.
Pendekatan Pendidikan Moral:
Program pendidikan moral dan karakter yang dilakukan di rumah atau di sekolah dapat mengajarkan dan menguatkan nilai-nilai budaya secara khusus.
Jadi, untuk memahami bagaimana karakter anak usia dini dapat dikaitkan dengan internalisasi nilai-nilai budaya, penting untuk mempertimbangkan bagaimana interaksi sosial, pendidikan, lingkungan, dan keluarga mempengaruhi pola pikir dan perilaku anak.(*)
Artikel Ini Adalah Opini. Seluruh Materi Tanggung Jawab Penulis.