Happy Ending 'Isu Amplop Kiai': PBNU Memaafkan Ketum PPP Suharso Monoarfa

Editor: Lodie Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrur Rozi dan Suharso Monoarfa. Isu 'amplop kiai' Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa happy ending.

TRIBUNGORONTALO.COM, Jakarta - Isu 'amplop kiai' Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa happy ending.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memaafkan Suharso Monoarfa terkait sindiran 'amplop kiai'.

Suharso Monoarfa sebelumnya meminta maaf gegara salah memberikan contoh soal pernyataan 'amplop kiai'.

Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrur Rozi memaafkan Suharso Monoarfa soal pidatonya yang bikin heboh warga pesantren tentang 'amplop kiai' yang dikaitkan dengan korupsi.

Apalagi, lanjut Gus Fahrur, sapaannya, Suharso sudah minta maaf dan mengaku salah telah memberikan analogi yang tidak pas tentang budaya pesantren dan relasi kiai-masyarakat.

Baca juga: Suharso Monoarfa Akhirnya Minta Maaf; Ada yang Sengaja Potong Klip Pidato Amplop Kiai di KPK

Gus Fahrur juga menyebutkan, peristiwa ini menunjukkan PPP yang basis konstituen mereka adalah umat Islam, khususnya pesantren, justru tidak memahami kultur dan tradisi yang ada.

Meski demikian, ungkap Gus Fahrur, pihaknya tetap memaafkan pria yang juga Menteri PPN/Kepala Bapppenas tersebut, seraya mengingatkan agar kejadian tidak serupa.

“Ya sudah, harus dimaafkan dan dimaklumi,” paparnya kepada KOMPAS.TV, Sabtu (27/8/2022).

"Sebaiknya dia jelaskan apa dan bagaimana sebelumnya kok begitu. Barangkali dia punya alasannya, kok pakai sumpah (dalam pidato Suharso-red). Semoga enggak terulang lagi aja," paparnya.

Lantas, Gus Fahrur juga menjelaskan soal tradisi antara kiai dan masyarakat, serta tradisi saling memberi yang jadi tradisi laiknya orang bertamu.

Baca juga: Suharso Monoarfa Beberkan Cawapres Nonpartai dari KIB: Sri Mulyani-Erick-Andika?

Para kiai pun memberi kepada masyarakat dan sebaliknya.

"Dia tidak memahami tradisi yang berkembang di masyarakat, masyarakat dan kiai itu ada simbiosis saling menghargai, saling memuliakan, itu tidak ada maksud sama sekali untuk sogok,” katanya menegaskan.

“Memberikan sesuatu menjadi tradisi, menghormati guru seperti kita bertamu bawa oleh-oleh. Tidak bisa disebut money politic, karena para kiai kan bukan penentu kebijakan," sambungnya.

Suharo sudah minta maaf secara terbuka dan mengakui kesalahannya bikin heboh warga Pesantren dan partai PPP imbas pidato itu.

“Saya mengaku itu sebuah kesalahan, saya memohon maaf dan meminta untuk dibukakan pintu maaf seluas-luasnya,” kata Suharso Jumat (19/8/2022).

Suharso Monoarfa juga mengaku khilaf dan mengakui pidatonya tidak pantas.

Baca juga: KPK Beberkan Foto dan Manifes Private Jet Suharso Monoarfa

“Saya akui ilustrasi dalam sambutan itu sebuah kekhilafan dan tidak pantas saya ungkapkan,” kata Suharso.

Awal Mula Pidato Amplop Kiai di KPK

Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, imbas dari pidato tersebut, Suharso dinilai tidak memahami pesantren, apalagi salah mengaitkannya dengan korupsi atau money politic.

Ia pun mendapatkan banyak kritik, apalagi potongan video itu tersebar di media sosial.

Bahkan, sejumlah petinggi partai memintanya mundur dari kursi ketum PPP.

Pidato itu terjadi di acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk Partai Persatuan Pembangunan bekerja sama dengan KPK 15 Agustus lalu, Suharso menyinggung soal amplop kiai.

Dalam acara yang dapat disaksikan melalui kanal Youtube ACLC KPK itu, Suharso mengawali pidatonya dengan menceritakan pengalamannya saat menjadi Pelaksana tugas Ketua Umum PPP.

Baca juga: Koalisi hingga 2024, Suharso Monoarfa: PPP, Golkar dan PAN Sepakat

Saat itu, kata dia, dirinya mesti bertandang ke beberapa kiai pada pondok pesantren besar.

"Demi Allah dan Rasulnya terjadi. Saya datang ke kiai dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya saya minta didoain, kemudian saya jalan,” ujar Suharso.

“Tak lama kemudian, saya dikirimi pesan WhatsApp, 'pak Plt tadi ninggalin apa nggak untuk kiai', saya pikir ninggalin apa, saya nggak merasa tertinggal sesuatu di sana," tambahnya.

Setelah itu Suharso diingatkan bahwa jika bertemu dengan kiai harus meninggalkan 'tanda mata'.

"'Kalau datang ke beliau beliau itu mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. Wah saya enggak bawa. Tanda matanya apa? sarung? peci? Al-Quran atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja pak Harso ini',” paparnya.

“Dan itu di mana-mana setiap ketemu, nggak bisa, bahkan sampai hari ini kalau kami ketemu di sana, kalau salaman-nya enggak ada amplop-nya, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. Ini masalah nyata yang kita hadapi saat ini," jelasnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di kompas.tv dengan judul "PBNU Maafkan Suharso Monoarfa soal Pidato 'Amplop Kiai' Hebohkan Warga Pesantren, Ingatkan Hal Ini"