Berita Nasional

Ahmad Sahroni Klarifikasi Soal Orang Tolol Sedunia: Bukan untuk Publik, Tapi untuk Pemikirannya

Politikus Partai NasDem itu menjelaskan bahwa ucapannya dipahami keliru dan kemudian digoreng seolah-olah menghina masyarakat yang mengkritik DPR.

|
dok. DPR RI
BERITA NASIONAL -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni akhirnya buka suara terkait pernyataan kontroversialnya soal orang tolol sedunia yang ramai menuai kecaman publik. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni akhirnya buka suara terkait pernyataan kontroversialnya soal orang tolol sedunia yang ramai menuai kecaman publik.

Ia menegaskan bahwa ucapannya itu tidak ditujukan kepada rakyat secara umum, melainkan kepada pola pikir yang dinilainya tidak logis terkait seruan pembubaran DPR.

Politikus Partai NasDem itu menjelaskan bahwa ucapannya dipahami keliru dan kemudian digoreng seolah-olah menghina masyarakat yang mengkritik DPR.

Padahal, menurutnya, kritik boleh saja disampaikan bahkan keras selama dilakukan dengan logika dan data yang benar.

"Kan gue tidak menyampaikan bahwa masyarakat yang mengatakan bubarkan DPR itu tolol, kan enggak ada,” ujar Sahroni saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/8/2025).

Baca juga: Info Cuaca Kabupaten Gorontalo dan Boalemo Hari Ini 27 Agustus 2025

"Tapi untuk spesifik yang gue sampaikan bahwa bahasa tolol itu bukan pada obyek, yang misalnya ‘itu masyarakat yang mengatakan bubar DPR adalah tolol’. Enggak ada itu bahasa gue,” imbuh dia.

Menurut dia, ucapannya dipahami keliru sehingga kemudian digoreng seolah-olah ditujukan kepada masyarakat.

Sahroni menegaskan, yang disorotinya adalah logika berpikir yang menilai DPR bisa dibubarkan hanya karena isu gaji dan tunjangan anggota.

"Iya, masalah ngomong bubarin pada pokok yang memang sebelumnya adalah ada problem tentang masalah gaji dan tunjangan. Nah, kan itu perlu dijelasin bagaimana itu tunjangan, bagaimana itu tunjangan rumah. Kan perlu penjelasan yang detail dan teknis,” tutur Sahroni.

“Maka itu enggak make sense kalau pembubaran DPR, cuma gara-gara yang tidak dapat informasi lengkap tentang tunjangan-tunjangan itu,” ujar dia.

Ia juga menyinggung sejarah politik Indonesia yang kerap dijadikan rujukan dalam wacana pembubaran DPR.

Misalnya, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berusaha membubarkan DPR tetapi gagal, sementara Presiden Soekarno berhasil mengeluarkan dekrit pembubaran DPR karena konflik dengan parlemen kala itu.

“Akhirnya diikutsertakan masalah ada Gus Dur dulu mau bubarin DPR. Toh enggak kejadian, malah almarhum Gus Dur yang diturunin. Zaman dulu Bung Karno misalnya membuat dekrit pembubaran DPR, itu terjadi karena presiden dan DPR tidak sama. Maka itulah setelah dibubarin, dibentuk kembali,” kata Sahroni.

Sahroni mengingatkan, pembubaran DPR justru berpotensi melemahkan sistem demokrasi.

Menurut dia, DPR tetap dibutuhkan sebagai pengawas pemerintah agar kekuasaan presiden tidak berjalan tanpa kendali.

Baca juga: Baru Saja Gempa Bumi dengan SR 2.5 Menguncang Wilayah NTT, Indonesia BMKG: Kedalaman 59Km

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved