Tribun Podcast

Kisah Awal Hidup Bupati Gorontalo Utara Thariq Modanggu: Masa Kecil hingga Jadi Dosen

Cerita Bupati Gorontalo Utara (Gorut), Thariq Modanggu sejak masa kecil, masa kuliah, jadi dosen hingga menjadi kepala daerah

|
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Aldi Ponge

TRIBUNGORONTALO.COM - Cerita Bupati Gorontalo Utara (Gorut), Thariq Modanggu sejak masa kecil, masa kuliah hingga menjadi dosen

Hal ini diungkap Thariq Modanggu dalam Tribun Podcast dengan  Manager Content, Aldi Ponge yang tayang di YouTube dan Facebook TribunGorontalo.com pada Rabu, (20/8/2025).

Thariq Modanggu berpasangan dengan  Nurjana Hasan Yusuf menjadi bupati dan wakil bupati Gorut setelah menang PSU Pilkada Gorut.

Thariq Modanggu mengungkapkan perjalanan hidupnya tidak mudah, penuh lika liku dan kegagalan terutama saat di dunia politik. 

"Mungkin satu kata zigsag, tidak berartusan sepertinya . Jadi awal itu SD saya ingin masuk pesantren, tapi ada saudara bilang dalam bahasa Gorontalo Longola mo maso pesantren bo hemohehula paita, maksudnya baca doa di kubur," ungkap suami tercinta Mariyati Mohamad

Dia akhirnya tidak jadi masuk pesantren dan masuk STM Jurusan Elektronika hingga kuliah di IAIN Gorontalo,

"Saya masuk IAIN jadi keinginan masa kecil untuk sekolah agama akhirnya masuk IAIN Gorontalo.  Saya lulusan tahun 1990 jurusan elektronika sebetulnya ingin melanjutkan jurusan yang sama tapi dapat informasi S1 jurusan elektronika nanti di Jawa," ungkapnya,

"Sedangkan di Manado dia listrik, arus keras kalau arus kecil itu harus di Jawa. karena tidak punya biaya masuk IAIN saja akhirnya sampai S2 saya menjadi dosen di situ," jelas lulusan UIN Sultan Alaudin Makassar.

Pria kelahiran 17 Desember 1970 ini mengungkap ayahnya merupakan seorang guru SD sekaligus seniman.

"Kalau bapak saya guru SD dan seniman juga. Orangtua menurut saya ada kekhususan kalau ibu itu lebih ke perjuangan hidup bisa sekolah, kalau bapak itu orangnya demokratis. Setiap pulang sekolah STM itu selalu berdiskusi dengan bapak saya," jelasnya

"Jadi biasanya yang diperoleh dalam skala internasional itu kita diskusikan kadang-kadang ibu saya bangun di atas jam satu, ibu saya menyuruh untuk tidur, bahkan kadang bahasa Gorontalo sering bilang kalian seperti berteman padahal bapak dan anak karena situasi sangat-sangat dialogis jadi sifat-sifat demokratis itu bapak dan itu mempengaruhi perjalana hidup saya. Kadang-kadang di satu sisi saya sangat emosional, sangat perasa itu bentukan ibu," tambahnya.

Thariq mengungkapkan waktu itu kehidupan anak guru tidaklah mudah, gaji ayahnya sedikit hanya ditambah beras jatah yang berwarna kuning. 

"Dulu waktu itu ada beras kuning. Ibu punya trik untuk itu biasanya dicampur dengan daun pandan agar baunya agak sedikit berkurang," jelasnya.

Katanya, jika gaji dan beras jatah terlambat. dia selalu diajak ibunya bekerja agar menutupi kebutuhan keluarga, 

"Kalau itu lambat, ibu saya sering ajak untuk kalau ada panen kita kerja dapat bagian di situ, lalu kita bawa di rumah ani-ani itu harus diinjak untuk keluar dari jerami. Terus yang ke dua jagung,. Jadi saya merasakan betul perjuangan itu dibentuk oleh ibu. Memang guru dulu sangat dihargai tapi bapak saya tidak seperti guru-guru lain punya sawah, bapak saya itu musisi paling dia main biola, terus mengerjakan rumus matematika. Jadi secara ekonomi kami memang berat karena bapak saya tidak punya lain selain dan jatah (beras)," ungkapnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved