Tribun Podcast

FULL Wawancara Ekskusif Bupati Gorontalo Utara Thariq Modanggu: Kisah Hidup hingga Gebrakan 100 Hari

Wawancara eksklusif Bupati Gorontalo Utara (Gorut), Thariq Modanggu soal perjuanga hidup hingga gebrakan 100 hari kerja

|
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Aldi Ponge

Kemudian kalau musim kering, itu kami mencari talas, itu kami cari sampai di kaki gunung, sama ubi hutan, saya masih ingat di Tolinggula masa kecil seperti itu.

Jadi untuk menambah kekurangan dari beras jatah, kami lakukan makan gaji (bekerja) dan mencari talas dan ubi hutan yang harus direndam air 2 hari setelah itu baru bisa digoreng kalau tidak gatal. Itu masa kecil seperti itu. 

TG: Setelah kuliah lalu menjadi dosen kemudian gimana pak?

Thariq Modanggu: Terus saya menjadi dosen IAIN, 20 tahun di situ.

TG: Lalu bagaimana pak bupati tertarik ke dunia politik?

Thariq Modanggu: Memang perjalanan sejarah. Saat 2002 mulai berhembus, dulu koran di Gorontalo, itu Harian Gorontalo, di situ ada berita tentang pemekaran Kabupaten Pantura sebelum jadi Gorut, masih dengan Kabupaten Gorontalo. 

Salah satu hobi saya kliping karena ketiadaan bahan bacaan, biasanya buku cerita saya bawa ke rumah. Tiba di sini mulai ada buletin dulu sudah ada Kompas karena saya dulu sering ke Sentral. Dulu saya kos itu di Bina Taruna saya kebagian beli kangkung di Sentral, saya temukan pembungkus rempah-rempah dari koran, jadi saya biasa baca-baca dulu. 

Kalau ada kelebihan itu saya beli untuk kliping artikel, sampai sekarang di perpustakaan saya masih tersimpan artikel saya. Makanya dari situ saya langganan koran.

Di situlah saya baca ada pemekaran Pantura waktu itu maka saya menulis tentang Pantura, tiba-tiba itu dijadikan dasar oleh panitia untuk mengundang saya jadi moderator dievaluasi pemekaran Gorontalo Utara maka di situ saya tau pembentukan Pantura sudah dari tahun 66.

Karena saya waktu itu dinila netral maka saya diangkat sebagai Ketua Komite Pembentukan Panturan selama tiga tahun setelah itu kita ganti namanya menjadi Gorontalo Utara dari situ keterikatan saya dengan kabupaten ini. 

2008 Pilkada, pertama saya didorong untuk maju, memang pertama itu modal emosional tidak ada modal sama seklali, saya masih tinggal di rumah papan, terus mobil yang dipakai kampanye itu rental, bensinya diisi oleh teman-teman yang dorong saya waktu itu. Dan itulah aktivitas pertama saya lawan pak Rusli Habibie.

Waktu itu skala 62 di Gorut kita gugat ke MK, waktu itu putusan MK kita kalah 57 putusan. Tapi itulah perjalanan dan saya menjadi bupati tidak lepas dari peran pak Rusli Habibie.

Dulu di Pilkada 2008 mengalahkan saya tapi di 2025 ini peran pak Rusli Habibie itu besar untuk saya jadi bupati dari Partai Golkar.

Pilkada pertama dan kedua kalah saya kembali lagi ke kampus, kemudian pilkada ke tiga almarhum pak Indra Yasin meminta ke saya untuk menjadi wakil.

Sebetulnya berat juga dua kali kalahin saya tapi yang ketiga kok saya diminta jadi wakil terus mundur jadi dosen lagi, tapi memang salah satu hal yang membuat saya mundur karen keterikatan dengan Gorut karena saya ketua pembentukan Gorut.

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved