Human Interest Story
9 Tahun di Balik Jeruji, Hendritis Saleh Eks Kadis PUPR Gorontalo Merasa Lebih Dekat dengan Allah
Hendritis Saleh divonis dengan hukuman pokok delapan tahun dan hukuman tambahan (subsider) empat tahun.
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Fadri Kidjab
Jika dulu Heny bergelut dengan pembangunan infrastruktur kota, kini ia mengisi hari-harinya dengan berbagai keterampilan baru, seperti membuat roti, kue kering, memasak, menyulam karawo, hingga bertani.
"Kami diajari menanam cabai, menyemai bibit, sampai panen. Ada juga pelatihan keterampilan tangan, kerajinan akrilik, semua dari nol. Itu jadi bekal kami nanti," jelas Heny.
Lapas juga memberikan ruang untuk pembinaan kepribadian, seperti salawatan, hafalan alquran, dan bimbingan rohani bersama Kementerian Agama.
"Saya merasa lebih dekat dengan Allah di sini. Saya banyak introspeksi, banyak bertobat. Saya merasa lebih tenang," ungkapnya.
Saat ditanya tentang makanan lapas, Heny justru memberikan pernyataan yang menggugah.
"Kalau menurut saya, negara rugi memberi saya makan tiga kali sehari. Iya, karena kami belum bisa memberikan manfaat besar seperti masyarakat di luar sana," ucapnya lirih.
Meskipun makanan lapas dianggap layak, ia lebih menyoroti makna hidup yang lebih luas tentang kontribusi dan pengabdian setelah keluar dari penjara.
"Saya bisa membuat roti, tapi belum tahu apakah saya bisa membuka usaha nanti. Masih ada tiga tahun lebih yang harus saya jalani," ujarnya.
Heny menutup perbincangan dengan pesan mendalam bagi masyarakat.
Ia mewakili suara para narapidana, terutama perempuan, yang masih menyimpan harapan bisa diterima kembali oleh masyarakat.
"Harapan saya, masyarakat jangan mengucilkan kami. Di dalam sini, belum tentu kami benar-benar bersalah. Kami bukan tidak berguna. Kami bisa berbuat sesuatu untuk negara, untuk orang-orang di sekitar kami," pungkasnya.
(TribunGorontalo.com/Arianto Panambang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.