Polemik Bendera One Piece
Pengamat Gorontalo Sebut Pengibaran Bendera One Piece Bukan Tindak Pidana, Ini Ketentuannya
Pengibaran bendera One Piece yang ramai dilakukan masyarakat Indonesia menjelang HUT ke-80 RI menjadi perbincangan hangat.
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Pengibaran bendera One Piece yang ramai dilakukan masyarakat Indonesia menjelang HUT ke-80 RI menjadi perbincangan hangat.
Pengibaran bendera ini disebut-sebut sebagai simbol kritik terhadap pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, beberapa pihak dari pemerintah menyarankan agar warga yang mengibarkan bendera tersebut dipidanakan.
Untuk menanggapi isu ini dari sudut pandang hukum, Pengamat Hukum Ardin Bataweya, S.H., M.H., menyatakan bahwa pengibaran bendera One Piece secara hierarki tidak termasuk unsur pidana.
Namun, ada ketentuan yang harus dipatuhi, yaitu bendera tersebut tidak boleh dikibarkan lebih tinggi atau lebih besar dari bendera merah putih. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 21 hingga 24 UU Nomor 24 Tahun 2009.
"Berdasarkan aturan yang ada, bendera organisasi tidak boleh lebih tinggi dan lebih besar dari bendera merah putih. Jika ketentuan ini dipatuhi, pengibar bendera One Piece tidak dapat dijerat," jelasnya saat dihubungi TribunGorontalo.com, Senin (4/8/2025).
Ardin menambahkan bahwa simbol tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana jika dikibarkan pada tiang yang sama, dan posisinya lebih tinggi atau ukurannya lebih besar dari bendera merah putih.
Meskipun demikian, menurutnya, tidak ada larangan bagi warga untuk mengibarkan bendera One Piece.
Bahkan, undang-undang memperbolehkan bendera organisasi dipasang di sisi kiri atau kanan bendera merah putih.
Ardin juga menegaskan bahwa pengibaran bendera One Piece tidak bisa disebut makar karena simbol tersebut berasal dari cerita fiksi.
"Seberapa urgen bendera One Piece itu? Apakah kita mengukur perlawanan terhadap negara dari dunia kartun? Hal itu kan tidak menimbulkan urgensi perlawanan yang nyata," terangnya.
Baca juga: Asal Muasal Ikan Nike Gorontalo Terungkap, Ternyata Bukan Endemik dan Punya 13 Spesies
Ia menyayangkan sikap beberapa pihak dari pemerintah yang menanggapi isu ini secara berlebihan, bahkan sampai mengancam dengan pidana.
Padahal, jika dikaitkan dengan kritik terhadap pemerintah, hal tersebut telah dilindungi oleh hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat.
"Pemerintah seharusnya tidak menanggapi secara ekstra karena banyak masyarakat yang belum memahami hukum," katanya.
Ardin menyebutkan, langkah edukasi adalah hal yang paling penting dan harus diutamakan oleh pemerintah.
"Menurut saya, edukasi itu lebih penting. Apa masalah ini sebegitu krusial atau mengerikan bagi negara? Kalau niatnya hanya mengkritik, itu tidak akan sampai pada tindakan makar atau pemberontakan," lanjutnya.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih giat dalam memberikan sosialisasi hukum kepada masyarakat.
"Jika ada yang kedapatan mengibarkan, jangan menakut-nakuti atau menimbulkan kecemasan. Cukup edukasi mereka," pungkasnya.
Apa itu One Piece?
One Piece merupakan serial manga dan anime asal Jepang yang menceritakan tentang petualangan bajak laut.
Tokoh utama anime One Piece adalah Monkey D. Luffy, pemimpin kelompok bajak laut bernama Straw Hat Pirates.
Kelompok ini memiliki logo Jolly Roger, yaitu tengkorak dengan silang tulang atau pedang di belakangnya.
Tetapi, lambang bajak laut yang dipimpin Luffy ini gambar tengkoraknya diberikan topi jerami atau secara sederhana kemudian disebut sebagai 'bendera One Piece'.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menegaskan ada konsekuensi hukum bagi mereka yang mengibarkan bendera Merah Putih di bawah lambang apa pun.
Dikutip dari Warta Kota, konsekuensi hukum itu sudah termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
"Konsekuensi pidana dari tindakan yang mencederai kehormatan bendera merah putih," kata Budi Gunawan dalam siaran pers resmi, Jumat (1/8/2025).
"Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan 'Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun' Ini adalah upaya kita untuk melindungi martabat dan simbol negara," lanjutnya.
Masyarakat diminta dapat menghargai dan menghormati jasa para pahlawan dengan tidak merendahkan bendera Merah Putih yang telah menjadi simbol dan identitas negara.
Menko Polkam mengatakan pemerintah mengapresiasi segala bentuk kreativitas warga dalam berekspresi selama tidak melanggar batas dan mencederai simbol negara.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu mengajak semua pihak menahan diri dan tidak melakukan provokasi pengibaran bendera selain Merah Putih.
"Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa," katanya.
(TribunGorontalo.com/Jefry Potabuga) (Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.