Lipsus Chromebook
SDN 12 Limboto Gorontalo Terima 15 Chromebook pada 2022, Kepsek Akui Kaget
SD Negeri 12 Limboto tercatat sebagai salah satu sekolah dasar di Kabupaten Gorontalo yang memperoleh bantuan perangkat
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — SD Negeri 12 Limboto tercatat sebagai salah satu sekolah dasar di Kabupaten Gorontalo yang memperoleh bantuan perangkat Chromebook pada tahun 2022 lalu.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Kepala Sekolah SDN 12 Limboto, Erna Napu, saat ditemui TribunGorontalo.com, Rabu (16/7/2025).
“Memang benar, di tahun 2022 kami menerima bantuan 15 unit Chromebook. Awalnya itu digunakan untuk pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) bagi siswa kelas 5,” ujar Erna Napu di ruang kerjanya.
Pantauan TribunGorontalo.com di lokasi, belasan Chromebook tersebut terlihat masih tersimpan rapi di ruangan kepala sekolah.
Kotak kardusnya pun masih utuh, lengkap dengan perlengkapan charger dan buku panduan di dalamnya.
Erna memastikan hingga saat ini seluruh perangkat bantuan itu masih dalam kondisi lengkap dan berfungsi baik.
Chromebook dengan merek Axio tersebut, kata dia, sejauh ini sangat mendukung pelaksanaan ujian di sekolahnya.
“Selain untuk ANBK, kami juga pakai untuk pelaksanaan ujian semester, kemudian kegiatan belajar lainnya. Untuk tahun ini pun ANBK tetap berjalan karena sudah dijadwalkan oleh dinas. Sinkronisasi juga sudah dilakukan. Jadi perangkat itu sangat membantu sekali,” tuturnya.
Meski begitu, Erna mengaku sempat kaget ketika pertama kali sekolahnya dinyatakan sebagai penerima bantuan.
Ia menegaskan sama sekali tidak pernah mendapat pemberitahuan resmi terkait kriteria atau proses seleksi penerima Chromebook.
“Jujur saja saya kaget. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Tiba-tiba saja sekolah kami dapat bantuan. Bahkan kepala sekolah lain juga sempat bertanya, bagaimana caranya bisa dapat bantuan,” ungkapnya.
Ia pun menegaskan, hingga kini pihaknya belum pernah dimintai keterangan atau didatangi pihak manapun terkait dugaan korupsi pengadaan Chromebook secara nasional yang tengah ditangani Kejaksaan Agung.
“Kalau pemeriksaan belum ada sampai sekarang. Tidak ada komunikasi juga dari kejaksaan ke pihak sekolah,” tegas Erna.
Diketahui, Kejaksaan Agung saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan yang berlangsung pada periode 2019–2022.
Program ini melibatkan pengadaan sekitar 1,2 juta unit Chromebook senilai total Rp9,3 triliun yang dananya bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, bahkan menyebut nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim (NAM), sebagai pihak yang merancang program tersebut jauh sebelum menjabat Menteri.
Dalam keterangan resmi, Qohar mengungkap bahwa Nadiem diduga telah menyiapkan rencana pengadaan TIK Chromebook bersama Ibrahim Arief, konsultan teknologi, sejak sebelum pelantikan.
Setelah resmi menjabat, Nadiem disebut melanjutkan pembahasan program dengan pihak Google untuk mendukung Digitalisasi Pendidikan.
Pertemuan-pertemuan teknis itu, lanjut Qohar, kemudian ditindaklanjuti melalui Staf Khusus Nadiem, Jurist Tan, yang bertanggung jawab membicarakan detail pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS.
Bahkan pada 6 Mei 2020, Nadiem disebut memimpin rapat melalui Zoom bersama sejumlah pejabat di Kemendikbudristek, antara lain Direktur SD Sri Wahyuningsih, Direktur SMP Mulyatsyah, Staf Khusus Jurist Tan, serta Ibrahim Arief.
Dalam rapat tersebut, Qohar mengungkap Nadiem memerintahkan agar pengadaan TIK dilaksanakan pada 2020 hingga 2022 dengan satu syarat: harus menggunakan Chrome OS.
Perintah itu juga tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur sumber dana dan teknis pelaksanaan pengadaan.
Total anggaran yang digelontorkan untuk program ini mencapai Rp9,30 triliun, yang digunakan untuk membeli 1,2 juta unit Chromebook bagi satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Sayangnya, dalam praktiknya, Qohar menyebut penggunaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS tersebut tidak optimal.
Banyak guru dan siswa disebut kesulitan beradaptasi dengan software bawaan perangkat.
Hingga kini, Kejagung masih mendalami sejumlah pihak terkait dan membuka peluang penetapan tersangka baru, termasuk Nadiem Makarim.
Sementara itu, di SDN 12 Limboto, belasan Chromebook masih berfungsi dan terus dimanfaatkan untuk mendukung berbagai aktivitas belajar-mengajar meski diwarnai ketidakjelasan kriteria penerima bantuan.
(*/AriantoPanambang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.