Bantuan Subsidi Upah
SPAI Desak Pemerintah Beri BSU untuk Ojol, Taksol, dan Kurir: Upah Tak Layak, Potongan Tak Adil
Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa para pekerja platform memiliki hak untuk menerima BSU sebagaimana pekerja lainnya.
TRIBUNGORONTALO.COM-Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar segera memasukkan para pekerja platform digital seperti pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir sebagai penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU).
Desakan ini muncul karena kondisi kerja dan pendapatan para pekerja platform dinilai semakin tidak layak, terutama akibat skema potongan dan sistem kerja yang tidak adil dari pihak perusahaan aplikasi.
Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa para pekerja platform memiliki hak untuk menerima BSU sebagaimana pekerja lainnya, mengingat mereka juga memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu adanya pekerjaan, upah, dan perintah.
“Kami ini pekerja. Kami bekerja, kami menerima upah, dan kami tunduk pada perintah melalui sistem aplikasi. Tapi kami tidak diakui sebagai pekerja tetap, dan sekarang kami juga tak masuk daftar penerima BSU,” ujar Lily dalam keterangan tertulis, Jumat (30/5/2025).
Baca juga: Ramalan Zodiak Capricorn, Aquarius, Pisces Hari ini 31 Mei 2025: Cinta, Karier hingga Keuangan
Menurut Lily, kondisi pendapatan para pengemudi ojol dan kurir sangat memprihatinkan. Banyak dari mereka hanya menerima sekitar Rp 5.200 per order akibat potongan dari perusahaan aplikasi yang bisa mencapai 70 persen. Hal ini jauh dari batas maksimal potongan sebesar 20 persen yang seharusnya diterapkan.
Ia mencontohkan, potongan platform bisa sampai 70 persen ketika pelanggan membayar Rp 18 ribu. Jadi, mereka hanya diupah Rp 5.200 untuk layanan pengantaran makanan.
"Ini jelas tidak adil karena kami tidak mendapatkan bagian 80 persen dari hasil kerja kami bila mengacu pada aturan pemerintah mengenai potongan platform maksimal 20 persen," kata Lily dalam keterangan tertulis, Jumat (30/5/2025).
Lily menambahkan, perusahaan paltform juga menerapkan skema diskriminatif seperti skema prioritas, level/tingkatan, slot, aceng (argo goceng), hub, GrabBike Hemat, dan lain-lain.
Pengemudi ojol disebut akan sulit mendapatkan orderan bila tidak memilih skema tersebut.
Apabila mereka tidak memilih skema tersebut, para pengemudi ojol disebut akan mendapatkan upah per orderan yang lebih rendah atau pendapatan terpotong hingga Rp 20 ribu seperti di GrabBike Hemat.
Kemudian, Lily mengatakan upah pengemudi ojol semakin tergerus lagi karena biaya kerja operasional sehari-hari mereka.
Biaya operasional itu seperti untuk bahan bakar, parkir, suku cadang, pulsa, paket data, cicilan atribut (helm, jaket, tas), cicilan ponsel, cicilan kendaraan, dan lain-lain.
"Ini semua yang membuat upah kami per bulan hanya Rp 3 juta tanpa libur di hari Sabtu-Minggu, jauh dari upah minimum DKI Jakarta sebesar Rp 5,3 juta," ujar Lily.
Ia juga menyoroti status pengemudi platform online yang tidak diakui sebagai pekerja tetap.
Padahal, menurut Lily, payung hukum bagi pengemudi ojol, taksol dan kurir sudah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur hubungan kerja meliputi tiga unsur, yaitu pekerjaan, upah, dan perintah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.