UMKM Gorontalo

Melewati Tiga Generasi, UMKM Rotan Asal Gorontalo Ini Tetap Eksis Sejak 1980-an

Gempuran produk-produk pabrikan dan tren furnitur modern berbahan sintetis tak mematikan Usaha kerajinan rotan milik keluarga Dunggio.

Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
Photo by Herjianto Tangahu, TribunGorontalo.com
KERAJINAN TANGAN : Sigit Dunggio tengah membuat meja berbahan dasar rotan, Sabtu (24/5/2025). Sigit menceritakan kondisi usahanya. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Gempuran produk-produk pabrikan dan tren furnitur modern berbahan sintetis tak mematikan Usaha kerajinan rotan milik keluarga Dunggio.

UMKM Gorontalo ini milik sebuah keluarga di Kabupaten Gorontalo. Menariknya, usaha ini telah diwariskan lintas generasi.

Karena itu, UMKM Kecamatan Tilango ini bukan sekadar unit usaha, namun simbol ketekunan, kearifan lokal, dan keberlanjutan ekonomi berbasis tradisi.

Usaha ini mulai berkembang pesat sejak 2014, namun akarnya jauh lebih dalam.

Bermula dari tangan kakek Sigit Dunggio pada era 1980-an. Kemudian dilanjutkan oleh ayahnya di dekade 1990-an.

Kini, tongkat estafet itu digenggam oleh Sigit dan dua saudara kandungnya yang melanjutkan tradisi dengan cara masing-masing.

“Saya dan satu saudara di sini, satu lagi buka pasar di Sulawesi Tengah,” tutur Sigit kepada TribunGorontalo.com, Sabtu (24/5/2025).

Meski telah berjalan lebih dari empat dekade, keluarga ini konsisten mempertahankan nilai keaslian dan kualitas rotan khas Gorontalo.

Mereka tetap menggunakan bahan baku alami yang legal dan ramah lingkungan.

Rotan utama didatangkan dari hutan-hutan di Pohuwato melalui pemasok resmi, dilengkapi dengan bahan bambu sebagai pelengkap variasi produk.

“Kami pakai rotan dan bambu lokal supaya tetap khas. Bahan ini kuat dan tahan lama, sekaligus tidak merusak lingkungan,” kata Sigit sambil menunjuk tumpukan rotan di sudut bengkel kerjanya.

Bengkel tersebut tidak hanya menjadi tempat produksi, tapi juga ruang perawatan nilai dan tradisi.

Bersama lima karyawan tetap, Sigit memproduksi berbagai jenis kerajinan setiap hari.

Produk yang mereka hasilkan tidak sekadar indah secara estetika, tapi juga menyimpan nilai fungsional dan sejarah.

Mulai dari meja dan kursi rotan, kursi goyang, keranjang bayi, bola takraw, sapu anyaman, tapis beras, topi petani, hingga aneka kerajinan khas lainnya, semuanya dirangkai secara manual oleh tangan-tangan terampil.

Pasar mereka juga unik. Sebagian besar pembelian datang dari para pengecer yang memborong produk untuk dijual kembali ke berbagai daerah.

Namun tak sedikit pula konsumen yang datang langsung, sekadar membeli satuan atau memesan produk khusus.

“Momen paling ramai itu biasanya saat Ramadan. Permintaan bisa naik sampai 70 paket meja dan kursi dalam sebulan,” ungkap Sigit.

Harga produk bervariasi, tergantung model dan ukuran. Satu paket meja dan kursi dibanderol mulai dari Rp1 juta hingga Rp1,7 juta.

Di bulan biasa, penjualan bisa mencapai 20 paket, sesuai kapasitas produksi yang tersedia.

Keunikan lain dari usaha ini adalah keberlanjutannya. Di saat sebagian besar pengrajin rotan di Gorontalo memilih gulung tikar atau beralih profesi, keluarga Dunggio tetap bertahan dan berkembang.

Mereka mampu bersaing dengan produk pabrikan tanpa harus kehilangan identitas.

“Memang dari kecil saya sudah terbiasa melihat orang tua menganyam. Lama-lama belajar, terbiasa, dan akhirnya jadi tekun,” kenang Sigit.

Kini, usaha kerajinan rotan keluarga Dunggio bukan hanya menjadi tumpuan ekonomi keluarga, tapi juga membuka lapangan kerja bagi warga sekitar.

Di tengah arus modernisasi, usaha ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal tak pernah usang jika dirawat dengan cinta dan konsistensi.

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved