Berita Gorontalo

SPMB Ganti PPDB, Orang Tua di Gorontalo Khawatirkan Nilai TKA dan Keadilan Seleksi

Kebijakan pemerintah yang mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai tahun 2025 menuai ber

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Jefri, TribunGorontalo.com
PENERIMAAN SISWA--Potret siswa sekolah dasar yang sedang berbaris dan para guru-guru di Kabupaten Gorontalo, Selasa (20/5/2025). FOTO: Jefri, TribunGorontalo.com 

TRIBUNGORONTALO.COM - Kebijakan pemerintah yang mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai tahun 2025 menuai beragam tanggapan dari orang tua siswa di Gorontalo.

Salah satu perubahan signifikan adalah penggantian jalur zonasi dengan jalur domisili, serta rencana penggunaan nilai Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti nilai rapor pada jalur prestasi SPMB 2026.

Mendikdasmen Abdul Mu'ti telah menyatakan bahwa nilai TKA Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak akan menjadi penentu kelulusan di jenjang tersebut.

Namun, nilai TKA ini akan menggantikan fungsi nilai rapor pada jalur prestasi SPMB untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Menanggapi perubahan ini, sejumlah orang tua siswa di Gorontalo menyampaikan kekhawatiran mereka.

Doni Bastian Halid, warga Ayula Utara, Bone Bolango, mengaku belum memahami secara pasti mekanisme SPMB yang akan diberlakukan.

"Sejauh ini saya belum tau mekanisme seperti apa," ungkapnya saat diwawancarai Tribun Gorontalo, Selasa (20/5/2025).

Mengingat kedua anaknya masih duduk di kelas tiga dan kelas dua SD, Doni mengaku belum setuju dengan rencana penerapan nilai TKA di masa depan.

Menurutnya, penilaian melalui rapor jauh lebih sederhana dibandingkan dengan TKA.

"Pakai rapor saja itu lebih simpel daripada TKA ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Doni juga menyuarakan kekhawatiran terkait keadilan dan transparansi seleksi melalui TKA.

Ia khawatir adanya potensi praktik "orang dalam" yang dapat merugikan siswa berprestasi.

"Ya ditakutkan kan pakai seleksi ini pakai orang dalam. Jadi pakai rapor saja, toh juga siswa ini ingin dicerdaskan, berhak mendapatkan pendidikan yang layak," tegasnya.

Senada dengan Doni, Asrul Djaka, warga Desa Ayula Timur, Kabupaten Bone Bolango, juga kurang setuju dengan adanya aturan penggunaan TKA dalam penerimaan siswa baru.

Ia menilai bahwa TKA tidak akan memberikan gambaran yang maksimal mengenai potensi siswa.

"Saya rasa ini kurang maksimal nanti kalau diterapkan," ujarnya.

Asrul, yang memiliki empat orang anak (dua di SD, satu di SMA, dan satu sudah kuliah), khawatir aturan ini akan berdampak pada kedua anaknya yang masih bersekolah.

Ia berpendapat bahwa setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, dan TKA justru dapat menjadi batasan bagi siswa yang sebenarnya masih membutuhkan pengembangan dalam pendidikan.

Menurutnya, fokus seharusnya pada pembenahan mutu pendidikan di sekolah agar dapat menghasilkan siswa yang berprestasi.

"Setiap anak-anak ini kan berbeda kemampuannya. Harusnya anak-anak yang tidak tau harus diberi tau," terangnya.

Namun, Asrul memberikan apresiasi terhadap penggantian jalur zonasi dengan jalur domisili.

Ia menilai jalur zonasi selama ini tidak memberikan kebebasan bagi orang tua untuk memilihkan sekolah terbaik bagi anak-anak mereka.

"Kalau jalur domisili ini saya setuju, daripada zonasi mending dikeluarkan," tandasnya.

Hingga saat ini, informasi mengenai aturan SPMB yang baru masih dalam tahap sosialisasi oleh dinas terkait ke berbagai sekolah di Gorontalo.

Kepastian mengenai implementasi aturan tersebut masih ditunggu oleh para orang tua dan pihak sekolah. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved