Berita Kota Gorontalo
Semua Daerah Dapat Opini WTP dari BPK, Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea: Saya Kurang Setuju
Pemerintah daerah se-Provinsi Gorontalo telah menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) T.A 2024.
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM – Pemerintah daerah se-Provinsi Gorontalo telah menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.
Menanggapi hal ini, Adhan mengaku kurang sependapat dengan opini WTP yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut.
“Jadi begini, alhamdulillah semua daerah dapat opini WTP. Tapi kalau ditanya saya, saya kurang setuju," ujar Adhan Dambea saat diwawancarai TribunGorontalo.com usai acara penyerahan LHP di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo, Senin (19/5/2025) sore.
"Lima tahun saya jadi Wali Kota sebelumnya tidak pernah dapat WTP hanya WDP. Kenapa? Karena banyak persoalan yang belum diselesaikan, terutama masalah aset daerah,” tambahnya.
Kata Adhan, persoalan aset daerah merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan keuangan pemerintah. Menurutnya hal ini seharusnya menjadi perhatian utama dalam proses audit.
Ia bahkan menyoroti kondisi serupa di tingkat provinsi saat dirinya masih menjabat Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo.
“Semua daerah punya masalah aset, apalagi provinsi. Banyak sekali masalah aset daerah. Tapi anehnya kita dapat WTP. Ini justru tidak memotivasi untuk memperbaiki. Kalau terus-terusan WTP, orang jadi cuek saja,” tegasnya.
Adhan menekankan bahwa aset daerah adalah komponen penting dalam tata kelola keuangan, karena dibeli dengan uang negara dan daerah.
Ia menyebut bahwa masih banyak aset yang belum tertib secara administrasi, bahkan ada kasus tanah yang sudah dibayar ratusan juta rupiah namun dokumennya belum selesai hingga saat ini.
“BPK seharusnya lebih jeli. Pemerintah daerah wajib melaporkan semua aset, baik yang lengkap suratnya maupun belum. Biarlah BPK yang menilai. Jangan hanya yang rapi yang dilaporkan, sementara yang bermasalah disembunyikan,” terangnya.
Baca juga: Profil Iptu Marwan Muhammad, Eks Pemain Persigo Kini Jabat Kapolsek Kota Utara Gorontalo
Terkait target WTP ke depan, Adhan mengatakan bahwa opini BPK bukanlah tujuan utama, melainkan peningkatan kualitas pengelolaan aset dan transparansi laporan keuangan yang lebih penting.
Ia berharap BPK mulai memberi perhatian lebih serius terhadap masalah aset dalam setiap pemeriksaan.
“Insyaallah ke depan, saya mengimbau BPK agar lebih keras lagi soal aset daerah. Jangan pandang enteng. Ini uang rakyat yang dipertaruhkan,” pungkasnya.
Lantas apa itu Opini WTP?
Melansir dari Kompas.com, WTP merupakan predikat tertinggi dalam penilaian BPK terhadap laporan keuangan.
Predikat ini mencerminkan bahwa laporan keuangan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) tanpa ada pengecualian material yang memengaruhi kewajaran informasi yang disajikan.
WTP juga dianggap sebagai bukti bahwa suatu entitas telah melaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan, yang merupakan bagian penting dari good governance.
Namun, yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa predikat ini tidak serta-merta mencerminkan kinerja pemerintah dalam hal efektivitas penggunaan anggaran, penyerapan anggaran, atau kualitas pelayanan publik.
WTP hanya fokus pada kewajaran pelaporan, bukan pada hasil atau dampak dari penggunaan anggaran tersebut.
Di Indonesia, WTP seringkali dijadikan alat politik untuk menunjukkan keberhasilan pemerintahan dalam pengelolaan keuangan publik.
Namun, realitas di lapangan sering kali tidak sejalan dengan simbolik predikat tersebut.
Bahkan, predikat WTP menjadi ajang transaksi dengan lembaga audit negara demi bisa memamerkan predikat ini.
Tidak sedikit daerah atau kementerian yang mendapatkan WTP, tetapi masih ditemukan masalah signifikan dalam implementasi kebijakan, kualitas layanan publik, serta penyimpangan yang tidak terdeteksi oleh BPK.
Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) saat ini menjadi simbol kesempurnaan dalam pelaporan keuangan pemerintah.
Tidak hanya di kalangan pemerintah pusat, bahkan seluruh pemerintah daerah berbondong-bondong ingin memamerkan predikat yang dianggap sempurna ini.
Penghargaan ini pada hakikatnya diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada entitas yang laporan keuangannya dianggap memenuhi standar akuntansi yang berlaku umum, bebas dari salah saji material, serta memberikan gambaran wajar tentang kondisi keuangan.
Namun, seiring perkembangan waktu dan dinamika dalam pengelolaan keuangan publik, muncul pertanyaan mengenai relevansi predikat ini untuk dipamerkan sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam mengelola keuangan negara.
Secara konseptual, predikat ini merupakan amanat dari pasal 16 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara yang kemudian dijelaskan secara eksplisit dalam bagian penjelasan.
Adapun opini yang dimaksud adalah opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), opini tidak wajar (adversed opinion), dan pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
(TribunGorontalo.com/Arianto Panambang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.