Kasus Pelecehan di Kampus

Mendiktisaintek Jawab Tuntutan Pencabutan Gelar Profesor terhadap Oknum Dosen Cabul di Gorontalo

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menjawab tuntutan pencabutan gelar profesor

|
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Fadri Kidjab
TribunGorontalo.com/Arianto Panambang
PENCABUTAN GELAR - Mendiktisaintek Brian Yuliarto saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Minggu (4/5/2025). Mendiktisaintek menjawab tuntutan Aliansi Jejak Puan perihal pencabutan gelar akademik terhadap oknum dosen Gorontalo pelaku kekerasan seksual. (Sumber Foto: Arianto Panambang). 

(3). Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus-menerus. 

Kemudian terdapat ketentuan dari Pasal 68 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 2005,yakni pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

Baca juga: Mendiktisaintek Brian Yuliarto Ajak Masyarakat Gorontalo Budayakan Gaya Hidup Sehat

Apa pendapat aktivis?

Mega Mokoginta dari Aliansi Jejak Puan menilai Kemendiktisaintek perlu menunjukkan sikap tegas dan proaktif. Apalagi kasus ini melibatkan oknum yang menduduki jabatan fungsional.

“Kami butuh jaminan bahwa aturan itu benar-benar ditegakkan. Jangan sampai aturan hanya jadi hiasan, tapi dalam praktiknya mandek dan tidak berpihak pada korban,” tegas Mega.

Ia menyebut pihak Aliansi Jejak Puan akan terus memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil. Juga mendorong sanksi sosial dan akademik kepada pelaku kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

“Kami hanya ingin dunia pendidikan menjadi tempat aman bagi perempuan untuk menggapai mimpi dan cita-citanya,” pungkas Mega. 

Sebelumnya Aliansi Jejak Puan (Jejaring Advokasi Perempuan dan Anak) menggelar aksi unjuk rasa menuntut keadilan atas sejumlah kasus kekerasan seksual di Provinsi Gorontalo.

Baca juga: 5 Fakta Guru Besar UGM Lecehkan Mahasiswi, EM Diberhentikan jadi Dosen

Demonstrasi ini bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada Jumat (2/5/2025). 

Aksi ini melibatkan berbagai organisasi perempuan dari kelompok Cipayung seperti Kohati, Kopri, dan Imawati.

Mega Mokoginta, perwakilan dari aliansi tersebut, mengungkapkan kemarahan dan kekecewaan mereka atas lambannya penanganan kasus kekerasan seksual.

“Salah satu contoh kasus adalah pelecehan seksual terhadap 11 orang oleh seorang profesor. Hingga hari ini, kasus itu mandek di Polda Gorontalo dan belum ada kejelasan penanganannya,” ucap Mega. 

“Ironisnya, pelaku banyak berasal dari kalangan elite dan tokoh berpendidikan tinggi yang justru seharusnya menjadi teladan,” tambahnya.

Mega menyoroti bahwa sepanjang 2020 hingga 2025, angka kekerasan seksual di Gorontalo terus meningkat. Sebagian besar pelaku adalah orang-orang yang notabene publik figur.

“Kami marah karena tubuh perempuan bukan objek. Kami marah bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi juga untuk laki-laki yang bisa menjadi korban. Semua elemen masyarakat harus bergerak,” ujarnya.

Aliansi Jejak Puan berharap semua pihak, baik masyarakat, media, dan pemangku kebijakan, bersatu dalam menuntut keadilan.

“Gorontalo dikenal sebagai Bumi Serambi Madinah, tapi kita harus bertanya, di mana nilai itu jika kekerasan seksual terus terjadi dan dipandang remeh?” tandasnya.

 

(TribunGorontalo.com/Arianto Panambang)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved