Korupsi Proyek Jalan Nani Wartabone

Dibongkar! Begini Akal Bulus Dua Tersangka Proyek Nani Wartabone

Dua nama kini resmi menyandang status tersangka dalam proyek jalan senilai hampir Rp24 miliar yang bersumber dari pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional

Penulis: Arianto Panambang | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Arianto Panambang, TribunGorontalo.com
PROYEK DIKORUPSI - Polda Gorontalo saat mengamankan dia tersangka proyek jalan Nani Wartabone, Kamis (10/4/2025). Negara mengalami kerugian hampir Rp6 miliar akibat kelakuan para tersangka. Foto (Arianto Panambang). 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Tersangka baru kasus dugaan korupsi dalam proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone di Kota Gorontalo tahun anggaran 2021.

Dua nama kini resmi menyandang status tersangka dalam proyek jalan senilai hampir Rp24 miliar yang bersumber dari pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Keduanya adalah Irfan Ahmad Asui, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), dan Denny Juaeni, kuasa direktur dari PT Mahardika Permata Mandiri, perusahaan pelaksana proyek tersebut.

Berdasarkan hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp5,97 miliar.

Proyek ini juga melibatkan perusahaan pengawas PT Fendel Structure Engineering dengan nilai kontrak Rp761 juta.

Proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone dimulai sejak 22 November 2021.

Meski sempat mendapatkan dua kali perpanjangan waktu, pekerjaan fisik hanya rampung 43,5 persen sebelum akhirnya diputus kontrak.

Namun di atas kertas, laporan yang diajukan ke pihak asuransi mencantumkan progres mencapai 88,2 persen.

Dalam proses pengambilalihan proyek oleh Denny Juaeni, muncul skema fee take over sebesar 17 persen.

Denny disebut menyerahkan uang sebesar Rp2,17 miliar kepada Faisal Lahay sebagai bagian dari transaksi tersebut.

Ia juga diduga menerima aliran dana proyek sebesar Rp358 juta dan menyusun laporan palsu demi mendapatkan jaminan pelaksanaan.

Peran Irfan Ahmad Asui sebagai pejabat teknis tidak sebatas administratif.

Ia disebut aktif dalam mengatur pengalihan proyek, membantu pembuatan akta kuasa direktur, serta mengurus dokumen dukungan peralatan dari pihak ketiga.

Irfan juga menyerahkan dana Rp30 juta kepada almarhum Antum Abdullah, kuasa pengguna anggaran proyek, serta bersama Rizal Monoarfa menyetor fee Rp422 juta kepada pihak lain.

Selain penyimpangan pada pekerjaan fisik, dugaan korupsi juga merembet pada aspek pengawasan.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved