Tradisi Tumbilotohe
Cerita Nonce Abuada Penjual Lampu Botol di Gorontalo, Bukan Sekadar Cari Rezeki tapi Menjaga Tradisi
Menjelang Tumbilotohe atau tradisi malam pasang lampu, pedagang lampu botol mulai bermunculan.
(Mawar Hardiknas Tasya Datunsolang/Peserta Magang dari Universitas Negeri Gorontalo)
TRIBUNGORONTALO.COM – Menjelang Tumbilotohe atau tradisi malam pasang lampu, pedagang lampu botol mulai bermunculan.
Salah satunya adalah Nonce Abuada (55), penjual lampu botol di Jalan Jaksa Agung Suprapto No 9, Kelurahan Limba U2, Kota Gorontalo.
Sejak pagi, Nonce duduk menantikan pembeli. Di hadapannya berjejer puluhan botol kaca tersusun rapi.
Botol-botol itu belum terisi minyak tanah, hanya ada sumbu yang menjulur keluar dari lubangnya. Lampu botol jualan Nonce sudah siap pakai.
Kata Nonce, ia sejak hari pertama berjualan, lampu botolnya belum banyak terjual.
"Kalau dari hari Senin masih sedikit yang beli," katanya sembari membenahi beberapa botol.
Menurutnya, pembeli baru akan ramai mendekati dua hari sebelum malam pasang lampu.
Itu sebabnya, ia tetap bertahan meski pendapatannya tidak begitu besar.
"Biasanya dari pagi saya dapat Rp 50 ribu sampai Rp70 ribu. Pendapatan sedang-sedang saja, tapi kalau sudah dekat malam pasang lampu, pasti lebih ramai insyaAllah," jelasnya.
Suasana di sekitar tempat jualannya masih terbilang sepi. Namun menjelang sore, perlahan-lahan mulai ada beberapa warga datang membeli lampu botol.
Lampu botol yang dijual Nonce merupakan hasil buatan sendiri. Ia dibantu oleh suaminya.
"Lampu botol ini hanya saya punya sendiri. Saya buat sendiri, paitua (suami) saya juga yang buat bantu-bantu," ungkapnya.
Bahan yang digunakan yaitu botol kaca dari minuman energi, sumbu, dan penutup botol.
"Botolnya saya beli di kafe atau tempat jual rokok, sedangkan sumbunya saya beli di toko," ungkapnya.
Satu lampu botol siap pakai dijual Nonce seharga Rp1.000.
Baca juga: 3.000 Lampu Botol Disiapkan Pemuda Liluwo Gorontalo untuk Tradisi Tumbilotohe
Nonce sudah lama berjualan lampu botol bahkan sebelum usaha ini menjamur sampai sekarang.
Ia pernah berjualan di dekat SMP 2 Gorontalo. Saat itu ia masih berdagang sendiri dan pembeli selalu ramai.
Namun, seiring berjalannya waktu, persaingan semakin banyak dan jumlah pembeli pun mulai berkurang.
Meski begitu, ia tetap bersyukur karena masih bisa berjualan dan mendapatkan rezeki dari Tuhan.
Setiap hari, Nonce mulai berjualan sejak pukul 09.00 Wita hingga menjelang azan magrib.
Jika matahari mulai tenggelam, ia mulai membereskan dagangannya dan menutup lapak.
"Kalau magrib saya sudah tutup. Saya jualan gantian dengan paitua," katanya.
Ia berencana berjualan hingga malam puncak perayaan Tumbilotohe atau malam Ramadan ke-27.
"Biasanya dua hari sebelum pasang lampu, orang mulai ramai beli. Makanya jualan begini harus sabar," katanya sambil tersenyum.
Nonce juga bercerita bahwa malam Tumbilotohe selalu ramai. Selain lampu botol yang menghiasi setiap sudut kota, berbagai lomba juga digelar untuk memeriahkan suasana.
"Di sini kalau malam pasang lampu selalu ramai, ada lomba-lomba juga," ungkapnya.
Nonce berharap usahanya terus berjalan. Baginya, berjualan lampu botol bukan sekadar mencari rezeki, tetapi juga ikut menjaga tradisi turun-temurun di Gorontalo. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/Lampu-botol-Nonce-Abuada.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.