Info Tekno
Ketergantungan pada AI Bisa Bahayakan Kemampuan Berpikir Kritis, Ini Temuan Peneliti
Hal ini terungkap dalam studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Microsoft dan Carnegie Mellon University, yang akan dipresentasikan dalam konfere
Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM - Penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang berlebihan dalam pekerjaan berisiko menghambat kemampuan berpikir kritis manusia.
Hal ini terungkap dalam studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Microsoft dan Carnegie Mellon University, yang akan dipresentasikan dalam konferensi CHI tentang Faktor Manusia dalam Sistem Komputasi di Yokohama, Jepang, pada April 2025.
Studi ini mendefinisikan berpikir kritis sebagai piramida hierarkis, di mana pengetahuan berada di puncak, diikuti oleh pemahaman konsep, penerapan ide, analisis terhadap gagasan lain, sintesis atau penggabungan ide, hingga evaluasi berdasarkan kriteria tertentu.
Dalam survei terhadap 319 pekerja pengetahuan—yang umumnya bekerja di sektor profesional—peneliti menemukan bahwa meskipun AI generatif dapat meningkatkan efisiensi, penggunaannya juga dapat menghambat keterlibatan kritis dalam pekerjaan.
Hal ini berisiko menyebabkan ketergantungan jangka panjang pada AI dan melemahkan kemampuan pekerja dalam menyelesaikan masalah secara mandiri.
Para peneliti mengungkap bahwa banyak pekerja menggunakan AI untuk memeriksa kembali pekerjaan mereka dengan membandingkan hasil AI dengan sumber eksternal.
Meskipun ini menunjukkan adanya analisis kritis, kecenderungan pekerja mengandalkan AI untuk tugas rutin dan berisiko rendah menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya pemecahan masalah secara independen.
Menariknya, ketika pekerja memiliki kepercayaan lebih tinggi terhadap respons AI, mereka cenderung merasa tugas berpikir kritis menjadi lebih mudah.
Namun, pekerja yang percaya pada keahliannya sendiri justru lebih bersikap kritis dalam mengevaluasi jawaban AI.
Artinya, meskipun AI dapat mempercepat pencarian informasi, pekerja justru menghabiskan lebih banyak waktu untuk memastikan keakuratan informasi tersebut dan menghindari potensi kesalahan atau "halusinasi" AI.
"As workers shift from task execution to AI oversight, they trade hands-on engagement for the challenge of verifying and editing AI outputs, revealing both the efficiency gains and the risks of diminished critical reflection," tulis laporan studi tersebut.
Para peneliti mengakui bahwa studi ini belum bisa membuktikan bahwa AI secara langsung menyebabkan penurunan berpikir kritis.
Namun, mereka merekomendasikan agar pekerja dilatih dalam keterampilan verifikasi informasi, termasuk membiasakan diri untuk memeriksa relevansi dan validitas keluaran AI dengan cara menyilangreferensikan berbagai sumber.
Studi ini hadir di tengah pesatnya adopsi AI di berbagai sektor. Menurut survei World Economic Forum, dampak AI terhadap bisnis dapat mengurangi jumlah tenaga kerja hingga 41 persen.
Beberapa perusahaan teknologi besar pun telah mulai menggantikan pekerjaan manusia dengan AI.
CEO Klarna, misalnya, mengaku telah memangkas jumlah karyawannya dari 5.000 menjadi 3.800 dan berencana menguranginya lebih lanjut hingga 2.000 orang.
Situasi ini semakin kompleks setelah serangkaian perintah eksekutif tentang keamanan AI yang diterbitkan mantan Presiden Joe Biden dibatalkan oleh Presiden Donald Trump, sehingga perusahaan teknologi besar memiliki lebih sedikit regulasi.
Google bahkan baru saja mencabut larangan penggunaan AI dalam pengembangan senjata dan alat pengawasan.
Meski demikian, para peneliti mengingatkan bahwa kekhawatiran terhadap dampak teknologi terhadap kemampuan berpikir manusia bukanlah hal baru.
Sejak zaman Yunani kuno, Socrates menentang tulisan, Trithemius mengkritik mesin cetak, dan para pendidik skeptis terhadap penggunaan kalkulator serta internet.
Namun, studi ini menyoroti sebuah ironi dalam otomatisasi: ketika tugas-tugas rutin dikerjakan oleh mesin, manusia kehilangan kesempatan untuk melatih penilaian dan keterampilan berpikir mereka.
Akibatnya, saat menghadapi situasi tak terduga yang membutuhkan pemikiran kritis, mereka bisa menjadi kurang siap dan lebih rentan terhadap kesalahan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.