Kasus Ipda Rudy Soik

Rudy Soik Rupanya Kerabat Keponakan Prabowo, Sama-sama Aktivis Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang

Baru-baru ini terbongkar, rupanya Ipda Rudy Soik adalah kerabat keponakan Presiden Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati.

Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
Kolase TribunGorontalo.com
Ipda Rudy Soik dan Sara yang rupanya adalah kerabat. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Ipda Rudy Soik rupanya punya bekingan kuat melawan kebijakan pemecatan dirinya dari kepolisian Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baru-baru ini terbongkar, rupanya Ipda Rudy Soik adalah kerabat keponakan Presiden Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati.

Rahayu diketahui hadir pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR. Saat itu dijadwalkan pembahasan pemecatan Ipda Rudy Soik oleh Polda NTT

Sebetulnya, hal yang menarik dari RDP ini adalah pemecatan yang diduga Ipda Rudy Soik telah membongkar mafia BBM di NTT. 

Keponakan Presiden Prabowo ini juga kerap disapa Sara. Ia mengaku mengenal Ipda Rudy Soik jauh sebelum kasus tersebut. 

Menurutnya, Ipda Rudy Soik sama-sama dengannya dalam organisasi Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Saya sudah mengenal beliau (Ipda Rudy Soik) bertahun-tahun. Awal mulanya saya sebagai aktivis anti TPPO, sebelum menjadi anggota DPR," kata Sara.

Diketahui, selain keponakan Prabowo, Sara rupanya adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI. 

Ia juga sekaligus putri Hashim Djojohadikusumo sekaligus Ketua Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sara menegaskan jika kehadirannya bukan saja sebagai anggota DPR RI.

Namun lebih jauh, ia hadir untuk membela Ipda Rudy Soik lantaran juga merupakan anggota organisasinya. 

“Saya hadir pada hari ini bukan hanya sebagian anggota DPR yang mewakili rakyat Indonesia, tapi juga saya hadir di sini sebagai Ketua Jaringan Nasional Anti TPPO," kata Rahayu dalam rapat, Senin (28/10).

Sebagai informasi, menurut Sara bahwa organisasi tersebut ia dirikan sejak dirinya menjabat anggota DPR periode 2014-2019.

Sudah ada puluhan anggota organisasi ini, terdiri dari beberapa organisasi bahkan individu. 

Sebelumnya Ipda Rudy Soik dipecat Polda NTT sesaat menyelisiki kasus mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar.

Polda NTT menjatuhkan sanksi pemecatan dengan tidak hormat lantaran aksi yang dilakukan Ipda Rudy Soik itu dianggap menyalahi aturan. 

Informasinya, karena sejumlah laporan polisi dan laporan pelanggaran disiplin lain yang sudah ditangani Polda NTT.

Namun, meski dijatuhi pemecatan dengan tidak hormat (PTDH), Rudy Soik tak menyerah. Ia pun mengajukan banding. 

Padahal, keputusan PTDH diketok lewat sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) pada 10-11 Oktober 2024 itu.

"Permohonan Banding yang diajukan Ipda Rudi Soik sudah kami terima, dan kami (Polda NTT) akan memfasilitasi proses bandingnya," kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy di Kupang, Kamis (17/10). 

Profil Ipda Rudy Soik

Rudy Soik lahir pada 6 Mei 1983 di Kota Kefamenanu, Timor Tengah Utara (TTU).

Kini, pada usia 41 tahun, Ipda Rudy Soik menjabat sebagai perwira polisi berpangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda) dan telah lama bertugas di Polda NTT.

Rudy menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Yupenkris Kefamenanu, Timor Tengah Utara.

Kemudian melanjutkan ke SMP Katolik Xaverius Kefamenanu, dan SMA Kristen Wonosobo, Jawa Tengah.

Ia menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dan saat ini sedang menyelesaikan tesis sebagai mahasiswa S2 Hukum di universitas yang sama.

Rudy mengawali pendidikan kepolisiannya melalui Pendidikan Bintara Polri Diktukba pada tahun 2004 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang, kemudian melanjutkan pendidikan perwira melalui Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri SIP angkatan 50 pada tahun 2021 di Megamendung, Bogor.

Ipda Rudy Soik memulai kariernya di kepolisian pada tahun 2004 di Satuan Intelkam Polres Kupang.

Pada tahun 2007 hingga 2012, ia bertugas di Satuan Reskrim Polresta Kupang Kota, kemudian menjadi penyidik di Ditkrimsus Polda NTT pada periode 2012 hingga 2014.

Pada 2014, ia ditugaskan dalam Satgas Human Trafficking Polda NTT hingga tahun 2016.

Setelah itu, Rudy melanjutkan tugasnya sebagai penyidik di Satreskrim Polres Timor Tengah Selatan pada 2016 sampai 2019, lalu bergabung sebagai penyidik di Subdit TPPO Ditkrimum Polda NTT pada tahun 2019 hingga 2020.

Pada tahun 2020, ia kembali menjadi penyidik di Ditkrimsus Polda NTT hingga 2022, sebelum akhirnya diangkat menjadi Kapolsek Biboki Utara, Timor Tengah Utara (TTU) pada tahun yang sama.

Pada 2022, Rudy menjabat sebagai Kanit Tipidkor Polresta Kupang Kota, lalu pindah menjadi Kanit Reskrim Polsek Kota Raja, Kota Kupang pada tahun 2023.

Ia kemudian dipercaya sebagai KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota hingga Juli 2024 sebelum dipindahkan ke Yanma Polda NTT.

Selama bertugas, dirinya berhasil mengungkap sejumlah kasus.

Di antaranya adalah kasus peredaran uang dolar AS palsu dengan tersangka Jimy King, serta
kasus BBM ilegal yang melibatkan Direktur PT Sinar Bangunan.

Pengungkapannya terhadap kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Dinas Pendidikan Timor Tengah Selatan (TTS) dengan tersangka Seperianus Ola.

Tak hanya itu, Rudy turut mengusut kasus pembunuhan dengan tersangka TK, seorang pemilik lahan seluas 200 hektare di Kota Kupang.

Dalam ranah penanganan kasus perdagangan orang, Rudy mengungkap kasus yang melibatkan sejumlah tersangka, di antaranya Boy Apeles Moy dan Yusmina Neno Halan.

Di bidang yang sama, ia juga berhasil menangani kasus perdagangan orang dengan tersangka Selvi Margarita Koy, Yanti Banu, serta Davi Tabana.

Pengungkapan tersebut menjadi bagian dari upayanya menekan angka kasus perdagangan orang di wilayah NTT.

Beberapa kasus perdagangan orang lainnya yang ia tangani melibatkan tersangka Habel Pah, Martinus Nenobota, Florentina Leoklaran, Sarifudin asal Sulawesi Selatan, Jiter Oris Benu, serta Tedy Mo yang terkait dengan PT Malindo Mitra Perkasa.

Prestasi ini memperlihatkan konsistensi Rudy dalam mengungkap berbagai kejahatan serius selama bertugas.

Namun malang bagi dirinya, beberapa waktu lalu ia diberhentikan secara tidak hormat dari institusi Polri.

Keputusan ini diambil setelah dirinya dinilai melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri dalam proses penyelidikan kasus yang diduga melibatkan jaringan mafia BBM. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved