Korupsi PT Timah

Update Kasus Korupsi PT Timah, Kerugian Negara Bertambah Jadi Rp 300 Triliun, Ada 21 Tersangka

Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 naik dari Rp

Editor: Ponge Aldi
Kolase Tribunnews.com
Harvey Moeis, pemegang saham PT RBT dan Helena Lim, Manager PT QSE tersangka kasus korupsi PT Timah yang mencapai Rp300,003 triliun. 

Agustina kemudian menjelaskan alasan mengapa kerusakan lingkungan masuk dalam kategori kerugian keuangan negara.

Ia menuturkan, kerusakan lingkungan bisa menurunkan nilai aset di lingkungan tersebut secara keseluruhan.

"Mengapa ini masuk dalam kerugian keuangan negara? Karena memang dalam konteks neraca sumber daya alam dan lingkungan, kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang ilegal merupaka residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan," jelasnya.

Cara Hitung Kerugian Lingkungan

Prof Bambang Heru yang juga hadir di konferensi pers tersebut, menerangkan cara pihaknya menghitung kerugian negara dari kerusakan lingkungan akibat kasus PT Timah.

Ia bersama penyidik Kejagung, berangkat ke Bangka Belitung untuk mengambil sampel dari wilayah tambang ilegal yang melibatkan perusahaan negara.

Hasil sampel itu kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa agar diketahui kerusakan seperti apa yang ditimbulkan.

Setelahnya, lanjut Bambang, ia menggunakan citra satelit untuk mengetahui luas kerusakan dari tahun ke tahun, sejak 2015 hingga 2022.

Dari situlah pihaknya bisa menghitung berapa luas wilayah yang mengalami kerusakan, lalu kemudian dikonversikan ke jumlah rupiah.

"Untuk memastikan (kerusakannya), kami melakukan legal sampling kepada area tambang timah yang berada di Bangka Belitung. Kami ambil sampel, termasuk dari hasil bongkaran mereka (tambang ilegal), juga vegetasi yang di atasnya. Itu tidak hanya satu titik, tapi beberapa titik," terang Bambang.

"Bagaimana cara kami rekonstruksi kejadian itu, untuk memastikan terjadi kerusakan? Kami menggunakan citra satelit, sehingga kami tahu pergerakan di tahun itu."

"Misal di tahun 2015, di mana saja mereka melakukan aktivitas itu, kemudian di tahun 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, 2021, 2022. Sehingga dari situ rekonstruksi bisa mudah dipahami, ke mana mereka melakukan ekspansi itu."

"Dari situlah akhirnya kami menghitung berapa luasan yan dilakukan per tahun. Sehingga, ada angka keluar 271 triliun sekian itu," bebernya.

Bambang menegaskan angka kerugian yang didapatkan itu tentunya diperoleh dari parameter yang jelas.

Ia juga menekankan, angka Rp271,69 triliun merupakan total loss, bukan lagi perkiraan kerugian.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved