Kematian Prajurit Marinir
Lettu Eko Damara Meninggal saat Tugas di Papua, Keluarga Ungkap Kejanggalan: Ada Bekas Sulutan Rokok
Pria berusia 30 tahun itu merupakan prajurit TNI AL di Satuan Tugas Mobile RI-PNG Batalion Infanteri 7 Marinir.
TRIBUNGORONTALO.COM – Letnan Satu (Lettu) Eko Damara meninggal dunia di Papua.
Pria 30 tahun itu merupakan prajurit TNI AL di Satuan Tugas Mobile RI-PNG Batalion Infanteri 7 Marinir.
Lettu Eko diduga mengakhiri hidupnya dengan menembak kepala.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Korps Marinir TNI Angkatan Laut, sebagaimana diberitakan Kompas.id pada 16 Mei 2024.
Namun keluarga Lettu Eko menilai ada kejanggalan karena terdapat dugaan bekas luka lebam dan sulutan api rokok di jasad Eko.
"Kami diberitahu kalau Lettu Eko meninggal karena bunuh diri. Kami merasa hal ini sangat janggal karena TNI AL sangat cepat mengambil kesimpulan tanpa autopsi atau penyelidikan hukum," kata kakak kandung Eko, Dedi Pranajaya (39) di Medan, Sumatera Utara, Rabu (15/5/2024), dikutip dari Kompas.id.
Adapun Satuan Tugas Mobile RI-PNG Batalion Infanteri 7 Marinir merupakan unit perbantuan yang bertugas di daerah konflik Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Eko sendiri berasal dari satuan Batalion Kesehatan 1 Marinir yang bermarkas di Jakarta.
Eko seharusnya sudah kembali ke satuan asalnya, namun pada 27 April 2024, keluarga menerima kabat tak enak yang menyebut EKo meninggal karena bunuh diri.
Selanjutnya, pihak keluarga menerima jenazah Eko di Medan pada 29 April 2024.
Sejak awal, pihak keluarga menaruh kejanggalan atas kematian Eko. Bahkan, mereka mendapat kabar yang berbeda-beda dari pejabat Korps Baret Ungu.

Kabar yang diterima mereka, Eko disebut bunuh diri dengan menembak kepala di pos komando taktis karena depresi akibat sakit malaria.
Di sisi lain, pihak keluarga juga menerima kabar bahwa Eko meninggal bunuh diri di kamar tidur akibat terlilit utang.
"Atas kecurigaan itu, keluarga memeriksa kondisi jenazah Eko sebelum akhirnya dimakamkan. Saat kami membuka kain kafan, kami menemukan bekas luka tembak dari atas telinga kanan tembus ke kening kiri," ujar Dedi.
Keluarga juga menaruh kecurigaan karena terdapat luka bakar seperti disulut api rokok di punggung Eko. Di punggungnya juga terdapat luka lebam.
Tak hanya itu, pihak keluarga menemuka luka lebam di mata, bawah ketiak, lutut kanan, hingga kaki kanan.
Paman Eko, Abdul Sattar Siahaan, juga menilai ada kejanggalan karena disebutkan tidak ada orang di sekitar kamar Eko saat kejadian penembakan itu.
"Mereka menyebut, Eko meminta semua rekannya pergi dari pos komando taktis sebelum aksi bunuh diri itu. Ini janggal karena pos itu tempat para perwira. Rasanya tidak mungkin dia bisa meminta semua perwira meninggalkan posnya," ungkapnya.
Ia juga menyesalkan langkah Korps Marinir yang tidak melakukan autopsi dan penyelidikan hukum.
"Sangat janggal jika seorang prajurit TNI ditemukan meninggal di kamarnya dengan luka tembak dan luka lebam, tetapi tidak ada penyelidikan hukum sama sekali," tegas dia.
"Lalu, cepat-cepat disimpulkan Eko mati karena bunuh tanpa dasar penyelidikan apa pun," imbuh dia.
Pandangan Peneliti
Secara terpisah, Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (Isess), Khairul Fahmi, mengungkapkan, ketidakpuasan pihak keluarga atas informasi kematian Letnan Satu (Lettu) Dokter Eko Damara seharusnya bisa dijawab oleh pihak TNI AL.
Bukti-bukti yang dikumpulkan pihak keluarga sudah cukup bagi TNI AL untuk menginvestigasi ataupun membuka informasi.
”TNI AL seharusnya mengomunikasikan dengan baik apa yang terjadi, ketidakpuasan pihak keluarga pun harus direspons. Tanpa otopsi, apakah memang Lettu Eko Damara benar bunuh diri? Apakah mungkin ada hal lain yang terjadi?” ujar Fahmi saat dihubungi dari Jakarta, Jumat sore.
Menurut Fahmi, otopsi bakal dengan mudah mengungkap penyebab kematian Eko.
Jika memang benar bunuh diri, TNI AL bisa menyelidiki soal kemungkinan penganiayaan dan potensi lainnya. Segala kejanggalan dalam proses kematian sebaiknya dicari titik terangnya.
Apabila memang ada keterlibatan prajurit lainnya, lanjut dia, seharusnya investigasi menjadi momen TNI AL untuk membersihkan institusinya.
Jangan sampai prestasi segudang tertutupi akibat ketidakmampuan institusi mengungkap informasi.
Upaya menjaga nama baik lewat penutupan informasi sudah tidak relevan lagi pada era modern.
”Kalau seperti ini, publik dan keluarga menjadi menduga-duga ada yang salah.
"Jangan sampai kasus ’Sambo’ berulang. Jangan sampai diamnya TNI AL ternyata dilatarbelakangi oleh upaya menutupi apa yang terjadi sesungguhnya,” ujarnya.
Ferdy Sambo bersama ketiga terpidana lain terlibat pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Polri yang ditempati Sambo di kawasan Jakarta Selatan pada Juli 2022.
Di sisi lain, institusi pendidikan bintara TNI AL juga baru saja digemparkan saat salah satu calon siswanya, Iwan Sutrisman Telaumbanua (21), tewas dibunuh Sersan Dua Adan Adyan Marsal. Adan menutupi kematian Iwan selama 1,5 tahun.
Baru terungkap akhir Maret lalu. Ternyata, Iwan tidak pernah lulus. Dia dibunuh dan dibuang ke jurang.
Fahmi menjelaskan, kematian Lettu Eko Damara merupakan kerugian bagi negara dan keluarganya.
Saat pimpinan negara menggaungkan cita-cita untuk mencetak ribuan dokter militer, tetapi salah satu dokternya gugur tanpa adanya kejelasan.
”Saya berharap TNI AL bisa mengungkap sejelas-jelasnya, seterang-terangnya. Itu daerah konflik, segala hal bisa terjadi,” terangnya.
Artikel ini dioptimasi dari Kompas.com dan Kompas.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.