Dugaan Pungli di IAIN Gorontalo
BREAKING NEWS: Mahasiswa dan Alumnus IAIN Gorontalo Keluhkan Dugaan Pungli saat Ujian
Sejumlah mahasiswa dan alumnus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo membongkar dugaan pungli.
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Sejumlah mahasiswa dan alumnus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo membongkar dugaan pungli.
Empat mahasiswa Pascasarjana IAIN ini awalnya mengeluhkan permintaan katering dan parsel setiap kali ujian.
Pasalnya setiap kali mengikuti ujian, mahasiswa tak hanya diminta menyediakan catering dan parsel untuk penguji saja.
Mereka juga disuruh menanggulangi biaya konsumsi pegawai dan dosen di gedung Pascasarjana IAIN Gorontalo.
Jumlah yang harus disediakanpun cukup banyak, sekitar 20 orang bahkan lebih.
Padahal, mereka sudah melunasi administrasi sebelum ujian senilai Rp1 juta. Tapi itu di luar katering dan parsel.
Hal ini dianggap memberatkan mahasiswa, terlebih ada empat kali ujian. Sehingga mereka harus menyediakan biaya ujian proposal, komprehensif, hasil dan ujian tutup.
Hanya saja keluhan-keluhan ini tidak berani disampaikan langsung ke pimpinan Pascasarjana IAIN Gorontalo.
Mereka takut menyampaikan dan kemudian menurut mereka akan sia-sia, bahkan bisa dipersulit dalam urusan perkuliahan.
"Kami takut karena akan sia-sia juga. Terus akan dipersulit," ucap mahasiswi yang tak ingin disebutkan namanya.
Ia mengaku dimintai oknum pegawai dan dosen untuk menyediakan catering setiap kali ujian.
"Catering yang harus disiapkan pun harus mewah. Kalau tidak, kami ditegur bahkan jadi bahan cerita jika konsumsi yang kami siapkan cuma seadanya," ungkapnya.
Tak cukup sampai di situ, mahasiswa pun wajib menyediakan makanan ringan seperti kue dan buah-buahan.
"Tidak disebutkan memang harganya berapa tapi kalau menurut mereka biasa saja, mereka bilang 'delo lia-lia kamari ini yang mo kase makan dosen' (Lihat-lihatlah dulu makanan yang ingin diberikan ke dosen)," ucapnya.
Pendapat serupa dilontarkan mahasiswa pascasarjana lain.
Mahasiswa yang juga tak ingin disebutkan namanya ini merasa menyediakan konsumsi untuk pegawai dan dosen lebih sulit daripada mengerjakan tesis.
"Konsumsi ini selalu membuat saya pusing. Apalagi permintaan ini dan itu dari oknum dosen dan pegawai," kata dia.
Ia pun pernah mendapatkan permintaan parsel dari oknum dosen.
"Dia (dosen) sudah request apa yang dia mau, harganya hampir Rp800 ribu. Dan itu harus disediakan. Bahkan banyak juga teman saya yang dapat request dari oknum tertentu," tuturnya.
Wanita berusia 25 tahun ini menjelaskan ia dan teman-temannya kerap kali diancam akan dipersulit. Seperti mengurus berkas akademik termasuk tanda tangan dosen jika tidak mengikuti kebijakan kampus.
Ia mengaku beberapa oknum dosen menyediakan jasa catering dan jasa parsel.
"Kemudian kami diarahkan untuk memakai jasa itu, padahal kalau pesan diluar tidak segitu harganya," tutur dia.
Kondisi ini, kata dia, sudah berlangsung sejak lama. Banyak teman-temannya tertunda ujian hanya karena permintaan katering dan parsel.
"Padahal mereka tinggal ujian saja, tapi terhalang karena itu. Sebenarnya bisa juga makanan dos, tapi harus sekitar 20 dos lebih, harganya juga tidak boleh yang Rp15 ribu," terangnya.
Ia mengaku diminta biaya cek plagiasi tesis di kampus, padahal harganya cukup mahal.
"Kalau di luar cuma Rp15 ribu tapi ada oknum pegawai yang menyarankan untuk cek dikampus saja. Dia bilang minimal untuk pengecekan plagiasi itu minimal Rp400 ribu," ujarnya.
Keluhan sejumlah mahasiswa tersebut rupanya dialami alumnus Pascasarjana IAIN.
Alumnus ini mengungkapkan telah menghabiskan sekira Rp10 jutaan untuk biaya keperluan ujian akhir.
Bahkan karena keinginannya segera lulus, ia sampai menggadaikan sertifikat tanah untuk keperluan ujian.
"Sampai saat ini belum lunas, masih berjuang melunasi itu," ungkapnya.
Menurut pria yang ingin namanya disamarkan ini pemberian catering dan parsel sebenarnya hal biasa, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
"Karena sudah pasca juga kan, jadi memang banyak keluar uang. Beda dengan S1, kalau tidak bisa, sebaiknya mundur saja," tuturnya.
Adapula mahasiswi pascasarjana mempertanyakan uang pendaftaran ujian.
Juga regulasi yang mengatur soal konsumsi dan parsel saat ujian proposal, komprehensif, hasil dan ujian tutup.
"Kami cuma minta makanan berat, makanan ringan, buah dan parsel itu dihilangkan. Sebenarnya tidak apa-apa, asal atas dasar kemauan kami," pintanya.
Respons Kampus IAIN
Direktur Pascasarjana, Rahmawati Caco, membantah tudingan-tudingan para mahasiswanya itu.
Ia menjelaskan uang pendaftaran ujian memang sudah diatur dalam SK Rektor.
"Itu ada SK-nya ada sama saya dan semua mahasiswa masuk ke rekening rektor," jelas Rahmawati saat ditemui TribunGorontalo.com, Rabu (28/2/2024).
Rahmawati juga membantah pernyataan mahasiswa diminta biaya katering dan parsel saat ujian.
Bahkan menurutnya, pihak kampus tidak pernah memaksakan hal tersebut. Mereka menganjurkan untuk tidak memberikan barang dan parsel mewah.
"Cukup buah saja, kalau katering itu tidak ada paksaan. Itu adalah kemauan mereka," ucap Rahmawati.
Kampus hanya tidak menyarankan jika cuma dua mahasiswa saja yang menjalani ujian.
"Karena itu berat. Kalau empat orang itu jadi lebih murah (kateringnya). Dan semua makan sampai pak rektor, pembantu rektor, cleaning service makan kalau seperti itu," tambahnya.
Tak hanya itu, Rahmawati juga turut membantah soal makanan yang mencapai 20 dos lebih.
"Tidak juga, paling tinggi dia 15," ujarnya.
Disamping itu, Wakil Rektor 1 IAIN Gorontalo, Sofyan Kau, juga turut membantah tudingan dari para mahasiswa dan alumnus.
Ia menjelaskan makanan pada saat ujian itu disediakan sendiri secara inisiatif oleh mahasiswa.
Sofyan menyebut mahasiswa Pascasarjana yang dibimbingnya tidak pernah mengeluhkan persoalan katering dan parsel.
Menurutnya jika ada yang dikeluhkan mahasiswa seharusnya disampaikan langsung dan tidak perlu takut.
"Seharusnya tidak takut, kan sudah pasca. Semua boleh dikritisi," tegasnya.
(TribunGorontalo.com/Arianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.