Opini
Pergaulan Bebas Kian Meningkat, Potret Rusaknya Generasi
Kalangan remaja adalah masa dimana mereka memiliki rasa ingin tahu begitu besar.
Penulis: Sintia Demolingo (Mahasiswi-Aktivis Dakwah IAIN Sultan Amai Gorontalo)
TRIBUNGORONTALO.COM - Kalangan remaja adalah masa dimana mereka memiliki rasa ingin tahu begitu besar. Hal ini menjadi pemicu daya pikir mereka sehingga terdorong menambah wawasan dan pengetahuan.
Akan tetapi, ketika tidak diawasi mereka akan terjerumus pada aktivitas ataupun perilaku menyimpang. Seperti pergaulan bebas, tidak sedikit generasi muda di Indonesia termasuk remaja Gorontalo yang terjerumus dalam pergaulan bebas.
Hasil riset Purnama tahun 2020 menunjukan perilaku seks bebas setiap tahun mengalami peningkatan.
Terdapat kurang lebih 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan akibat perilaku seks bebas, dan 4 juta melakukan aborsi serta hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS).
Disamping itu, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual.
Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16.17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen.
Ketua BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan "Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur. Dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah,"
Upaya Temporal
Potret generasi hari ini, sangat memprihatinkan. Masa remaja yang usianya masih sangat produktif, yang diharapkan bisa belajar dengan baik dan berkarya dengan sebaik-baiknya, justru malah terjerumus ke dalam kehidupan kelam pergaulan bebas. Maka, butuh upaya serius untuk menanganinya.
Sebenarnya sudah ada upaya untuk mencegah pergaulan bebas yang makin memprihatinkan.
Di Gorontalo, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Gorontalo berkomitmen untuk memberikan edukasi mengenai bahaya perilaku seks bebas. Terutama, tentang cara mencegahnya bagi siswa dan siswi yang berasal dari Sekolah SMA/MA Muhammadiyah se Provinsi Gorontalo dan para mahasiswa/mahasiswi UMGO.
Harapannya, setelah mengikuti seminar edukasi ini bisa memberikan pengaruh agar generasi muda terhindar dari pergaulan bebas.
Hal yang sama juga dilakukan oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Gorontalo, yang kini dipimpin oleh Kepala Dinas (Kadis) Ir. Rusli W. Nusi, MT, MM, yakni memberikan edukasi kepada para siswa SMA dan sederajat agar menghindari diri dari penyalahgunaan Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan obat terlarang) serta pergaulan bebas.
Kepada para generasi muda, Pak Ichsan pun mengajak agar sedapat mungkin menghindari penyalahgunaan Narkoba dan pergaulan bebas. Yakni, dengan cara di antaranya memperbanyak melakukan kegiatan positif, misalnya dengan belajar atau berolahraga, serta senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kegiatan keagamaan.
Upaya ini patut diapresiasi karena masih ada yang memperhatikan kondisi generasi muda hari ini.
Akan tetapi, perlu kita dudukkan bahwa apa sebenarnya yang menjadi faktor mendasar generasi muda banyak melakukan pergaulan bebas.
Banyak yang mengikuti seminar dan edukasi yang dilaksanakan akan tetapi tetap saja problem nya berulang karena memang solusi yang diberikan tidak menyentuh akar persoalan dan bersifat temporal (sementara waktu) saja.
Rusaknya Generasi, Karena Sekularisasi
Jika kita telisik lebih mendalam, faktor mendasar kenapa banyak generasi muda yang pergaulannya bebas sampai menyebabkan hamil diluar nikah, karena jauhnya kehidupan generasi muda dari nilai-nilai agama.
Mereka tidak menjadikan Islam sebagai aturan hidup dan mereka tak tahu bagaimana pergaulan dengan lawan jenis yang telah diatur dalam Islam.
Inilah yang dinamakan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), paham yang membuat pandangan setiap penganutnya merasa tidak diatur oleh agama dalam segala aktivitasnya.
Paham sekularisme menjunjung tinggi HAM, atas nama hak asasi para remaja bisa bergaul dengan bebas tanpa memandang perbuatan baik atau buruk. '
Konsep hak asasi ini lahir dari Barat, sehingga paradigma yang membangunnya adalah ideologi yang mereka anut yakni kapitalisme.
Konsep ini memberikan kebebasan seluas-luasnya pada tiap individu untuk bertingkah laku, beragama, berpendapat, dan terhindar dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Selain itu, pergaulan bebas berdampak buruk bagi kesehatan secara fisik maupun mental, seperti tertular penyakit kelamin, HIV/AIDS, dan kanker serviks.
Data yang ada menunjukkan total angka pengidap HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo hingga tahun 2022 kemarin tercatat sebanyak 788 orang.
Angka pada 2022 ini meningkat sebanyak 67 orang jika dibanding pada tahun 2021 yang mencapai 721 orang pengidap HIV/AIDS.
Beberapa masalah mental juga bisa terjadi, seperti perasaan bersalah, gangguan kecemasan, depresi.
Tak hanya itu, melakukan seks bebas juga dapat meningkatkan risiko untuk hamil di luar nikah.
Tentu hal ini dapat mengganggu kesehatan mental karena adanya tekanan sosial dan tidak siapnya diri untuk berumah tangga.
Ditambah lagi pendidikan hari ini tidak mendidik generasi berkepribadian Islam. Sehingga, lahirlah generasi yang serba bebas dalam melakukan hal apapun.
Pendidikan hari ini mencetak generasi yang orientasinya pada pekerjaan semata tanpa membina bagaimana pola pikir dan pola sikap agar sesuai dengan tuntunan Islam).
Betapa semakin rusaknya generasi muda ketika jauh dari aturan Islam. Maka, solusi dan landasan terbaik hanya akan kita temukan pada aturan yang dibuat oleh Yang Maha Tahu terhadap ciptaan-Nya, yaitu aturan Allah SWT sang hakim dan sebaik-baik pembuat aturan.
Solusi Islam Mencegah Pergaulan Bebas
Dalam Islam, kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah. Artinya, mereka hanya bisa bertemu karena adanya kebutuhan yang diperbolehkan oleh syara'. Misalnya, dalam hal kesehatan, pasar (muamalah) dan pendidikan.
Untuk menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan ketika berada diluar rumah senantiasa menjaga auratnya.
Sebagai seorang Muslim, tidak diperbolehkan melakukan aktivitas khalwat seperti berdua-duaan tanpa mahram, ikhtilat (campur baur) mendekati zina bahkan berzina.
Banyak fakta kita temukan sekarang yang tidak memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan seperti bersahabat dengan lawan jenis, curhat bahkan sampai nongkrong bareng.
Untuk mereka yang sudah siap menikah, Islam memberikan jalan dengan cara berta'aruf (berkenalan).
Dalam hal ini saat hendak bertemu keduanya ditemani mahram. Jika belum siap menikah, maka mereka diperintahkan untuk berpuasa.
Disamping itu, butuh peran orang tua untuk memberikan bimbingan sesuai tuntunan agama.
Agar dapat terbentuk generasi yang sholih/ah seperti generasi zaman dahulu. Sebut saja, Imam Syafi’i pada umur 10 tahun bisa menghafal al-Qur'an 30 Juz dan menghafal kitab Al-Muwatha karya Imam Malik usia 15 tahun, Muhammad al-Fatih pada usia 21 tahun berhasil menaklukan konstantinopel, Al-Khawarizmi bapak al-jabar.
Hal ini juga didukung oleh sistem pendidikan Islam, mencetak generasi berkepribadian Islam sekaligus cerdas dan berilmu pengetahuan.
Masyarakat dan negara juga memiliki kewajiban yang sama terhadap generasi muda, tetapi dalam skala yang lebih luas.
Masyarakat berkewajiban menegakkan amar makruf nahi mungkar. Sementara negara berkewajiban membuat aturan-aturan yang memastikan generasi memperoleh pendidikan, pergaulannya juga terarah, sandang pangan papan terpenuhi sesuai tuntunan Syariat Islam.
Ketika seluruh aspek ini diterapkan, maka pintu gerbang pergaulan bebas akan tertutup dengan rapat karena adanya penjagaan dari semua pihak, mulai dari para generasi muda, orang tua, masyarakat dan negara yang memiliki kesadaran dan keyakinan atas aturan hidup yang telah Allah perintahkan kepada seluruh manusia. Wallahu'alam Bishowwab. (*)
(DISCLAIMER: Tulisan di atas sepenuhnya opini dari penulis, dan tidak berkaitan dengan produk jurnalisme TribunGorontalo.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.