Piala Dunia 2022

Brasil vs Serbia Piala Dunia 2022: Membalut Luka dengan Kemenangan

Jika sejarah sepakbola mesti ditorehkan dengan tinta emas, maka Brasil – lah yang dipilih oleh Sang Nasib untuk menuliskan sejarah sepakbola dunia.

Editor: Lodie Tombeg
AFP
Foto selebaran ini disediakan oleh Komite Tertinggi Qatar untuk Pengiriman dan Peninggalan pada 12 September 2022 menunjukkan pemandangan udara stadion Lusail di ibu kota Qatar, Doha. 

Oleh Willy Kumurur, penikmat bola

TRIBUNGORONTALO.COM - Jika sejarah sepakbola mesti ditorehkan dengan tinta emas, maka Brasil – lah yang dipilih oleh Sang Nasib untuk menuliskan sejarah sepakbola dunia. Negeri Samba ini seperti tak pernah kekurangan pemain berbakat.

Di tiap generasi, tak hanya seorang yang dilahirkan oleh Sang Takdir yang terpilih untuk menulis sejarah bola dengan kaki dan kepala.

Setiap catatan senantiasa ditulis dengan tinta emas. Brasil adalah satu-satunya negara yang memiliki Piala Jules Rimet‎.

Mereka menyimpannya dengan abadi. Selain catatan indah, semerbak keharumannya menebar ke seluruh penjuru dunia.

Tim nasional Brasil tiba paling akhir di Qatar dengan skuad yang mapan dan menjanjikan. Pertahanan yang solid dan berpengalaman, lini tengah yang agresif serta kreatif, dan barisan penyerang dengan kemampuan teknis tertinggi yang terdiri atas para pemain yang saling melengkapi dengan baik.

Semua ini memberi pelatih kepala, Tite, berbagai kemungkinan untuk mengatur tim Samba.

Namun, Piala Dunia bukan hanya soal sepak bola. Kancah politik Brasil sangat panas, di tengah persiapan tim Samba menuju pentas Piala Dunia.

Di penghujung Oktober 2022 yang lalu, rakyat Brasil menuju ke tempat-tempat pemungutan suara dalam Pemilu Brasil untuk memilih pemimpin mereka.

Pilihannya hanya dua: presiden petahana Jair Bolsonaro dan mantan presiden Luiz Inácio Lula da Silva.

Brasil mengalami polarisasi politik akibat persaingan tajam antara dua tokoh tersebut. Pendukung Bolsonaro menebar hoax yang memojokkan Lula melalui para tokoh agama.

Dalam perhitungan suara paska pemilu, mantan presiden Lula da Silva kembali berkuasa, mengalahkan Jair Bolsonaro dengan selisih sangat tipis.

Empat tahun kepemimpinan yang erosif, diikuti oleh pemilihan yang sangat terpolarisasi, telah membuat masyarakat Brasil terbelah.

Lebih buruk lagi, rakyat Brasil harus menyaksikan kapten tim nasional dan pemain bintang, Neymar, membelakangi lebih dari 30 juta orang Brasil yang kelaparan dan 120 juta orang yang hidup di ambang kerawanan pangan dan mendukung Bolsonaro.

Kolumnis bola The Guardian, Juninho Pernambucano, menulis bahwa Neymar jelas kehilangan kontak dengan akarnya, yaitu mayoritas penduduk yang akan mendukungnya selama Piala Dunia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved